Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
TraumatiQ
Suka
Favorit
Bagikan
42. Scene #42

INT. SEKOLAH. SORE

Puri berdiri di depan kelas tempat Rania mengakhiri segalanya. Dia sengaja masih menutup kelas itu dan menguncinya. Dan sore ini, di saat semua orang sudah kembali ke rumah, Puri berniat melawan kembali ketakutannya. 

Perlahan Puri menyentuh gagang pintu, menariknya ke bawah dan perlahan pintu yang sudah diganti dengan pintu baru itu terbuka. Puri menyapu pandangannya ke dalam, menyalakan lampu dan perlahan melangkah ke dalam. 

PAK MIN 

Mbak Puri!

Puri kaget bukan main, berbalik dan mendapati Pak Min di belakangnya, berdiri di pintu dengan ekspresi datar.

PURI

Pak Min, buat kaget aja.

PAK MIN

Sudah sore, sebaiknya Mbak Pulang.

PURI

Sebentar lagi, Pak. Puri mau coba lagi ngelawan ketakutan Puri.

PAK MIN

Apa saya harus di sini menemani Mbak, atau....

PURI

Bapak pergi saja, saya ingin sendiri.

Pak Min mengangguk, meninggalkan Puri yang kembali menjuruskan pandangannya ke sekeliling ruangan.

Perlahan, Puri melangkah kembali lebih dalam, mendekati tempat Rania menggantungkan diri, dengan napas memburu ketakutan.

Puri berusaha terus menenangkan diri dengan menghela napas. Berusaha tidak kembali terserang traumanya sendiri, dan berdiri di bawah tempat tali dulu bergantung, sembari menatap ke atas.

PURI

Apa alasan sebenarnya kematianmu, Kak? Apa karena masalah yang kamu hadapi waktu itu?

CUT TO FLASH BACK:

SATU HARI SEBELUM KEMATIAN RANIA

INT. RUMAH DENA. SIANG

Rania ketakutan, memeluk bantal sofa sembari menonton berita di rumah yang menayangkan tentang kasusnya. Dena datang dan langsung merampas remote tv dari tangan Rania, bertepatan dengan Puri yang keluar dari kamar dalam gendongan Joni.

RANIA

Biarkan menyala, Bu.

(gemetaran)

DENA

Udah berapa kali ibu bilang, jangan lihat berita itu. Bukan kamu yang salah!

RANIA

A-apa Rania bakalan di penjara, Bu?

DENA

Jangan ngomong yang enggak-enggak, bukan kamu yang salah! Anak itu terpeleset di kolam renang dan jatuh, bukan kamu yang mendorongnya!

RANIA

Tapi Rania yang minta dia ke sana buat latihan renang untuk pertandingan. Rania yang maksa dia buat terus latihan sore itu, Bu. Da-dan, sekarang Mikha masih koma.

Dena duduk di samping Rania dan memeluknya.

RANIA

Rania gak mau di penjara, Bu. 

DENA

Dengar ibu, kamu gak salah. Kamu tidak berada di sana. Dan menurut apa yang diselidiki polisi, Mikha terpeleset. Cukup.

RANIA

Rania gak mau di penjara, Bu. Rania mau mati saja, Rania gak mau di penjara.

CUT BACK TO:

PURI MENATAP KE MEJA GURU, MELANGKAH DAN DUDUK DI KURSINYA.

Kenangan itu membuat Puri merasa bahwa itulah alasan Rania mengakhiri kehidupannya keesokan harinya. Dia tidak menyangka ketakutan Rania bisa membutakan kedua matanya. 

Puri menyapu pandangannya ke setiap sudut ruangan. Membayangkan dirinya adalah Rania yanng sedang duduk menatap seluruh murid yang dibayangannya, kini duduk sembari tersenyum melihatnya. Puri menghela napas panjang tersenyum. Puri menoleh ke laci meja yang terkunci. Puri teringat sesuatu yang membuatnya tersentak. 

CUT TO FLASH BACK:

RANIA

Kamu pegang kunci ini, dan jaga baik-baik, jangan sampai jatuh ke tangan siapa pun, terutama ibu dan ayah.

CUT BACK TO:

Puri teringat kejadian itu, saat Rania ingin ke sekolah di hari kematiannya. Puri masih ingat kunci itu yang dia tinggalkan di kamar. 

DAVA

Kamu di sini rupanya?

Puri menoleh kaget, lantas melangkah cepat mendekati Dava.

PURI

Kamu belum pulang?

DAVA

Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kamu kenapa gak ngajak aku ke kelas ini. Kalau trauma kamu kambuh gimana?

PURI

Aku ingat sesuatu, Dav.

DAVA

(mengernyitkan dahi)

Ingat apa?

PURI

Di hari kematian Kak Rania, dia nitip kunci laci meja itu dan memintaku untuk menyimpannya dan gak boleh ada yang tau. Aku harus mengambilnya, Dav. Siapa tau ada sesuatu yanng disimpan Rania di laci itu.

DAVA

Besok saja ya, sudah mau malam. Dan saranku, rahasiakan ini, terutama dari ibu. Oke?

Puri mengangguk lantas keluar dari kelas dan menguncinya kembali dari luar. Melangkah di lorong bersama Dava, namun terhenti saat terlihat seseorang masuk ke sekolah dan berdiri tidak jauh dari keduanya yang kini terhenti dan saling berpandangan. 

Dia melangkah mendekat dan berhenti di hadapan Puri dan Dava. Ekspresinya dingin, tatapannya tajam. Gadis kecil berusia kira-kira dua belas tahun itu, membuat Puri menelan air liurnya sendiri. 

PURI

Kamu ngapain di sini? Sekolah sudah tutup

GADIS ITU

Aku ingin daftar di sini, apa bisa?

Puri menatap Dava sesaat, lantas kembali menatap ke gadis itu.

PURI

Kamu kelas berapa?

GADIS ITU

Kelas satu SMA.

PURI

Tapi di sini belum ada tingkatan itu, dan kami gak bisa membuka kelas itu kalau hanya satu orang saja.

Secara tiba-tiba, lima orang sebaya gadis itu masuk ke dalam, dua di antaranya adalah laki-laki, dan sisanya perempuan.

GADIS ITU

Apa sekarang sudah cukup untuk membuka kelas, Ibu Kepala Sekolah?

Puri menoleh ke Dava. Keanehan ini jelas membuat Dava dan Puri bingung bukan main dan merasa bahwa ada yang tidak beres dengan kedatangan keenam remaja itu.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar