Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
EXT. PEMAKAMAN UMUM. PAGI
Puri melangkah masuk seorang diri. Berhenti di depan dua makam yang tampak gersang, walau satu dari makam itu terdapat setangkai bunga mawar putih di atasnya. Puri menekuk kedua lututnya, menyiram kedua makam dengan air yang dia bawa, lantas menaburkan bunga yang dia bawa dalam plastik hitam, yang sempat dia beli di depan pemakaman umum.
PURI
Assalammu'alaikum, Ayah, Kak Rania, Puri datang.
Puri meletakkan botol air yanng sudah kosong, ke samping tubuhnya.
PURI
Maaf, Ayah, Puri baru bisa datang. Maaf juga, Puri gak ada di dekat ayah, saat ayah mengembuskan napas terakhir. Ayah tau, kan, Puri di mana saat itu? Puri yakin, ayah pasti mengerti.
Puri menarik lendir di hidungnya yang hampir keluar. Kedua matanya berembun. Bahkan suaranya bergetar.
PURI
Sekarang ayah gak perlu khawatir, Puri udah di sini. Puri gak akan tinggalin ibu lagi. Puri janji sama ayah.
Puri menarik pandangan ke makam di sebelah makam sang ayah. Rania Aryani Fitria, itulah nama yang tertulis di batu nisan itu. Puri tersenyum sinis, seakan membencinya walau dari kedua matanya, terlihat kasih sayang yang teramat sangat untuk pemilik makam itu.
PURI
Aku sampai sekarang gak habis pikir, kenapa kakak malah nekat melakukan itu. Apa yang kakak pikirkan sampai mengambil jalan itu. Apa mati membuat kakak lebih tenang sekarang?
(tertawa sinis)
Aku rasa tidak.
SEORANG LELAKI
Sampai segitunya kamu membenci Ibu Guru?
Puri kaget bukan main, berdiri menghadapkan tubuh ke lelaki sebayanya, yang sebelumnya berdiri di belakangnya dengan membawa setangkai bunga mawar putih di tangannya.
PURI
Siapa kamu?
SEORANG LELAKI
(mengulurkan tangan)
Aku Dava, Kamu Puri? Adik ibu guru? Aku benar, kan?
Puri menatap tangan Dava yang masih enggan dia jabat. Dava menurunkan tangannya sembari menghela napas pelan.
PURI
Kamu siapanya Kak Rania?
DAVA
Bukan siapa-siapa, yang pasti aku cukup mengenalnya.
(menghela napas)
Aku rasa, kebencianmu terhadap ibu guru, gak sepantasnya masih ada sampai sekarang. Dia orang baik, dan rasanya terlalu jahat jika sampai dia tiada pun, masih saja ada yang membencinya.
PURI
Bukan urusanmu!
Puri melangkah pergi, meninggalkan Dava yang masih berdiri tersenyum menatap kepergiannya.
Dava kembali menghela napas panjang, senyumannya menghilang berganti ekspresi seperti seseorang yang sedang meneysali sesuatu.
DAVA
Maafkan aku.
(bisiknya, terus menatap Puri)