Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. RUMAH HUSEIN ZAINNUDIN. PAGI
Husein menatap Puri yang masih tampak enggan membahas tentanng gedung sekolah milik Rania. Husein sangat tahu mantan muridnya itu. Dia memang sedikit tegas, sama seperti Rania. Apa pun yang sudah dia putuskan, jarang diubahnya kembali.
HUSEIN
Sebulan lalu, saya sempat mampir di sana. saya lihat memang, banyak yang harus diperbaiki. Di beberapa kelas, atapnya sudah mulai rusak, lantainya juga banyak yang rusak. Bahkan cat dindingnya juga tidak lagi sebagus dulu. Ya... wajar saja, sudah sepuluh tahun berlalu, pantas saja kondisinya seperti itu.
DENA
Apa menurut anda, gedung sekolah itu masih bisa diperbaiki dan digunakan lagi?
HUSEIN
(tersenyum penuh arti)
Apa Puri berniat membukanya lagi?
PURI
Sebenarnya enggak, tapi....
Kalimatnya terhenti saat Dena menyenggolnya pelan. Puri menghela napas panjang.
HUSEIN
(tertawa kecil)
Sebenarnya gak ada salahnya jika ingin membukanya kembali. Tinggal diperbaiki, dan semuanya bisa kembali seperti sebelumnya. Bahkan bisa jadi lebih baik dari ketika Rania yang memegangnya.
PURI
Puri belum siap kalau harus mendengar suara-suara yang menakutkan itu. Lagian Ibu tau sendiri, kan, Puri didiagnosis apa semenjak kejadian itu?
HUSEIN
Ada apa, Puri memangnya di diagnosa apa?
PURI
Puri terkena Hiperventilasi, Pak. Semacam phobia akan suara ribut dan kecemasan yang berlebihan. Puri bisa melakukan apa pun tanpa sadar karena kecemasan yang berlebihan itu. Bisa-bisa, menjerit sekerasnya. Bahkan kata dokter, bisa lebih parah dari itu.
Husein tertunduk sesaat, mencoba memikirkan apa yang bisa dilakukan Puri untuk sembuh dari phobianya itu.
DENA
Tapi itu bukan hanya keinginan Rania, Puri, tapi juga ayahmu.
Puri terdiam, menghela napas panjang dan menunduk. Jika tentang Joni, Puri memang tidak bisa menolak. Puri benar-benar bingung dengan napas yang mulai tidak beraturan.