Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
66. SCENE 66, PERUM MAYANG PRATAMA, BEKASI, SIANG

Hamid duduk di ruang tamu dalam rumah Bi Fitri. Tampak Lia keluar dari arah dapur sambil membawa teh manis. Wajah yang putih bersih berbalut kerudung putih, baju lengan panjang warna biru dan rok panjang warna hitam membuat Lia tampak sederhana namun cantik dan anggun.

Lia : Silahkan diminum kak (tersenyum)

Hamid : Terima kasih Lia. Lama ya kita ga ketemu

Lia : Iya nih kakak udah lupa kali sama Lia

Hamid : (tersenyum) Ya enggak lah Lia. . . kakak cuma fokus ke kuliah aja daripada terpuruk terus. Ya. . mungkin Lia tahu sendiri lah peristiwa saat itu

Lia : Iya sih kak . . .Lia bisa memahami

Hamid : Gimana kegiatannya sekarang?

Lia : Lia mengajar di TK dekat sini kak

Hamid : Wah hebat dong!

Lia : Hebat apanya kak?? Lia kan masih belajar. Baru aja di wisuda Diploma di PGTK beberapa bulan lalu

Hamid : Lho, sama dong, kakak juga baru diwisuda! He he he! Ya bagi kakak, Lia cukup hebat. Gadis dari desa bisa menjadi guru di kota, he he he . .

     Oh ya, maaf kalo boleh tanya, Lia masih sendiri?

Lia : Menunduk malu (tersenyum). Ya a a a. . . Lia sempet ingin menikah kak.

Hamid : (Agak terkejut, kelopak matanya sedikit membesar) Oh begitu? Dengan siapa?

Lia : Dengan orang Madiun kak. Tapi sepertinya tidak mungkin karena berbagai hal yang sangat panjang kalau diceritakan

Hamid : Terus sekarang gimana?

Lia : Menurut kakak?

Hamid : Single?

Lia mengangguk tersenyum menatap Hamid yang dibalas dengan senyuman Hamid. Suasana begitu hangat. Hamid tersenyum lebar. Ada kepuasan tampak di kedua bola matanya. Mereka saling menatap tak bicara.

Tiba-tiba Bi fitri keluar

Bi Fitri: E e e eh. Ada orang Jakarta maen (tersenyum). Nih Mid, si Lia nanyain kamu terus. Kemana katanya Hamid enggak main-main ke sini.

Lia : Dih . . . . apa sih bi! (mukanya terlihat agak merah)

Bi Fitri: Ala a a a ah. . . enggak usah boong deh! He he he!. Nah makanya, waktu itu Bi Fitri yang ngajarin Lia supaya tanya kamu Mid. Kamu kan beberapa kali datang ke sini, nah dia itu penasaran dengan perasaan kamu ke Lia Mid. Akhirnya yaudah bibi ajarain aja Lia, biar dia langsung tanya ke kamu melalui sms.

Hamid : Ooooh iyaaa, iyaaa. Saya masih inget bi, sms itu sehari setelah saya niat silaturrahmi ke sini. Yaa memang selama ditinggal menikah oleh Murni, saya udah enggak mencintai siapa-siapa lagi bi. Entah kenapa hati saya benar-benar rapuh. Akan tetapi alhamdulillah saya masih kenal dengan Lia yang menurut saya dia gadis yang rajin dan baik. Hanya saja, .. saya memang masih khawatir kalau-kalau Lia juga sudah tidak sendiri lagi.

Lia : Tuh Lia, kata bibi juga apa... kamu tuh kalau dibilangin suka ngeyel. Coba tuh kamu jelasin ke Hamid!

Lia : Dih... entar ah bi! (tersenyum malu)

Hamid : Oh Ya, Pak Muiz kemana Yu’? (panggilan untuk wanita yang dihormati)

Bi Fitri: Masih di kantor Mid, di DPR sana, pulangnya paling entar abis isa.

Suasana begitu hangat. Tiba-tiba anak Bi Fitri yang paling kecil umur 5 tahun, laki-laki, menuju depan rumah dan memereteli daun saga, kemudian mengampiri Hamid dan Lia yang kebetulan duduk berdampingan pada sofa yang panjang. Anak laki-laki itu menaburkan daun saga itu di atas kepala Hamid dan kepala Lia sambil berkata: “penganten . . . penganten”. (Seluruh isi rumah tertawa bersama)

Terbayang oleh Hamid saat keponakannya, Wahid, merobek foto Murni yang akhirnya hubungannya gagal. Dan kini anak kecil lagi yang beraksi. Namun kali ini anak kecil yang satu ini menyetujui. Apakah ini pertanda . . . hubungannya dengan Lia akan lancar. Mereka seisi rumah tenggelam dalam canda dan tawa.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar