Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hamid menjaga kantin. Sesekali ada pembeli yang datang dan membeli barang dagangannya. Samar-samar terdengar lagu dari grup musik PADI:
Indah, terasa indah,
Bila kita terbuai dalam alunan cinta
Sedapat mungkin terciptakan rasa
Keinginan saling memiliki
Namun bila itu semua
Dapat terwujud dalam satu ikatan cinta
Tak semudah seperti yang pernah terbayang
Menyatukan perasaan ini
Tetaplah menjadi bintang di langit
Agar cinta kita akan abadi
Biarlah cintamu tetap menyinari alam ini
Agar menjadi saksi cinta kita. . .
Berdua . . . Berdua . . .
Hamid larut dalam lamunan, terbayang di benaknya wajah Murni, yang muncul di depannya kemudian perlahan pergi dan lenyap dari pandangannya. Ia lihat kembali cincin yang melingkar di jari manisnya. Terbayang saat Murni memutuskan cintanya, kemudian tersambung lagi dengan jarak yang terpisah dan kisah akhirnya yang belum pasti. Benar-benar seperti cincin itu. Wujudnya melingkar, ujungnya dekat tapi tidak benar-benar menyatu
Hamid berkata dalam hatinya: “Huh ini memang benar-benar salahku, kenapa aku memukul lemari kayu itu. Aku terlalu emosi. Sama halnya tentang surat yang ku kirim ke Murni itu. Mengapa aku menyampaikan kepadanya bahwa aku ingin melepaskan diri darinya, hanya karena aku belum punya pekerjaan. Ini memang salahku!” (menggeleng-gelengkan kepalanya)
Saat ia larut dalam lamunan, tiba-tiba ada suara:
Pembeli: Bang-bang! Teh botolnya brape nih?
Hamid : Eh, Oh, seribu lima ratus bu!