Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
43. SCENE 43 INT, BINTARO PLAZA, KANTIN, SORE

Hamid menjaga kantin. Sesekali ada pembeli yang datang dan membeli barang dagangannya. Samar-samar terdengar lagu dari grup musik PADI:

Indah, terasa indah,

Bila kita terbuai dalam alunan cinta

Sedapat mungkin terciptakan rasa

Keinginan saling memiliki

Namun bila itu semua

Dapat terwujud dalam satu ikatan cinta

Tak semudah seperti yang pernah terbayang

Menyatukan perasaan ini

Tetaplah menjadi bintang di langit

Agar cinta kita akan abadi

Biarlah cintamu tetap menyinari alam ini

Agar menjadi saksi cinta kita. . .

Berdua . . . Berdua . . .

Hamid larut dalam lamunan, terbayang di benaknya wajah Murni, yang muncul di depannya kemudian perlahan pergi dan lenyap dari pandangannya. Ia lihat kembali cincin yang melingkar di jari manisnya. Terbayang saat Murni memutuskan cintanya, kemudian tersambung lagi dengan jarak yang terpisah dan kisah akhirnya yang belum pasti. Benar-benar seperti cincin itu. Wujudnya melingkar, ujungnya dekat tapi tidak benar-benar menyatu

Hamid berkata dalam hatinya: “Huh ini memang benar-benar salahku, kenapa aku memukul lemari kayu itu. Aku terlalu emosi. Sama halnya tentang surat yang ku kirim ke Murni itu. Mengapa aku menyampaikan kepadanya bahwa aku ingin melepaskan diri darinya, hanya karena aku belum punya pekerjaan. Ini memang salahku!” (menggeleng-gelengkan kepalanya)

Saat ia larut dalam lamunan, tiba-tiba ada suara:

Pembeli: Bang-bang! Teh botolnya brape nih?

Hamid : Eh, Oh, seribu lima ratus bu!

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar