Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hari sudah senja, matahari mulai kembali ke peraduannya. Warna kuning keemasan mulai menghiasi dinding-dinding gedung pencakar langit Jakarta sore itu, hingga beranjak gelap. Dalam bus terdengar lagu dengan judul “Setia” karya Jikustik:
Deras hujan yang turun
Mengingatkanku pada dirimu
Aku masih di sini untuk setia
Selang waktu berganti
Aku tak tahu engkau di mana
Tapi aku mencoba untuk setia
Sesaat malam datang
Menjemput kesendirianku
Dan bila pagi datang
Kutahu kau tak di sampingku
Aku masih di sini untuk setia
Hamid yang duduk dekat jendela bus makin terperangkap dan terjerat erat dalam kerinduannya kepada Murni mendengar lagu tersebut. Wajahnya menghadap jendela bus sebelah kananya yang sudah gelap berhiaskan lampu-lampu kota metropolitan. Wajahnya tampak kusut dengan baju yang lusuh karena lelah seharian mencari kerja. Saat ia menoleh ke kiri, tampak di seberang kursi ada sepasang kekasih yang sedang asyik mengobrol penuh canda dan tawa. Hamid memejamkan matanya rapat-rapat sambil menelan ludah.
Hamid :(self dialogue) Alangkah bahagianya pasangan muda-mudi itu. Mereka dapat bercanda ria dalam satu bus, bertatap muka saling berbagi cerita. Bisa juga mereka satu pekerjaan dimana bisa saling membantu satu sama lain. Sungguh bahagianya mereka. Apa aku ini terlalu dini mengenal Murni. Ada semacam rasa menyesal mengapa mengenalnya begitu cepat di saat yang tak tepat. Ya, di saat aku berada dalam ketidakmampuan. Tidak mampu segalanya. Mengenal cinta tanpa pengalaman, mengenal kasih tanpa ilmu, dan mengenal sayang tanpa uang. Malang benar aku ini, hmmmmhhhh..... Fade out
(Bus Steady Safe, oleh Richard Stedall, https://yobood20405.wordpress.com)