Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
16. SCENE 16 EXT/INT, RUMAH ASIH, SORE

Tampak Hamid mengendarai motor dari arah tikungan jalan menuju ke rumah asih dan masuk ke halaman rumah. Ia segera masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam kepada bibinya yang kebetulan ada di ruang tamu yang sedang menjahit.

Hamid : Assalamu’alaikum (senyum ala kadarnya dan langsung menuju kamar)

Bi Sari: Wa’alaikumsalam, Kelihatannya agak kusut, kenapa Mid?

Hamid :Ah, enggak apa-apa bi, Hamid cuma cape kok (memegang daun pintu kamar sambil tersenyum ke bibinya)

Bibi : Kalau kamu cape, ke pondoknya besok saja Mid (sambil membereskan baju-baju dagangan untuk dijajakan keliling kampung)

Bibi : Iya bi, nanti bisa istirahat di bus. (masuk ke dalam kamar dan membereskan tasnya)

Wahid : Mamang, mamang, katanya mau ke pondok lagi ya??

Hamid : Iya, Wahid baik-baik ya di rumah (sambil tersenyum dan mengelus kepala Wahid)

Wahid : Iya mang, (Wahid tiba-tiba melihat sebuah foto yang tergeletak di atas tempat tidur Hamid, yang tidak lain kecuali foto Murni. Ia segera mengambil foto tersebut dan langsung merobeknya)

Hamid :(Terbelalak) hah? Kok disobek sep?? (mengernyitkan dahinya. Wahid diam saja bagai tak bersalah. Saat bersamaan Asih datang...)

Asih : Ada apa ini? Kenapa kamu Wahid? (Asih melihat tangan wahid yang masih memegang foto Murni yang sudah sobek dan sisa sobekannya di atas lantai). Kamu gimana sih Wahid, itu kan punya mamang kamu! (Wahid melepaskan sobekan foto dan terjatuh di atas lantai) Ayo sini ikut umi! Maafin Wahid ya mang (sambil menarik tangan Wahid keluar kamar)

Hamid : Iya Mi, ga apa-apa (menatap foto Murni yang sudah tersobek dan perlahan membungkukkan badannya mengambil foto tersebut. Ia memandanginya cukup lama sambil mengernyitkan dahinya kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya seperti tidak setuju dengan sesuatu karena khawatir akibat buruk yang akan terjadi, lalu memasukkannya ke dalam tasnya).

Hamid segera mengangkat tasnya dan menaruhnya di atas pundaknya lalu berpamitan.

Hamid : Bi, saya berangkat dulu ya

Bi Sari: Lho, kamu mau berangkat juga?

Bu Sanih: Iya, buru-buru amat nak?

Hamid : Iya Bu, dan bibi, Insya Allah saya baik-baik aja, lagi pula besok harus mengajar.

Bi Sanih: Oh yaudah kalau begitu sih. Biar tenang di sono ya, jangan mikirin yang bukan-bukan

Hamid : Baik bu,(mencium tangan ibunya) Saya pamit ya bu,

Bu Sanih: Iya, hati-hati di jalan ya

Hamid : Iya bu,

 Oya, Umi dan Wahid tadi kemana ya bi?

Bi Sari: Tadi sih ke arah kiri (sambil menunjuk ke depan jalan). Mungkin ke rumah mang Mus biar Wahid bisa main di sana. Biar nanti Bibi yang bilang ke Umi, takut nanti kamu kemalaman.

Hamid : Baik bi,terima kasih, assalamu’alaikum,

Bi Sari dan Bu Sanih: Wa’alaikum salam

Hamid segera menuju ke jalan dan memesan ojek di tetangga bibinya. Ojek pun melaju hingga hilang di tikungan jalan.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar