Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
34. SCENE 34 EXT/INT, RUMAH CING INAH, MENJELANG SIANG

Hamid mengendarai sepedanya dari ujung jalan menuju halaman depan rumah Cing inah dan memakirkan sepedanya di halaman rumah. Ia segera masuk ke dalam kamarnya dan menaruh tas di samping lemari. Baru saja ia melatakkan tas, tiba-tiba ada suara memanggil:

Cing inah: Mid! Hamid!

Hamid : Iya Cing!

Cing inah: Baru pulang?

Hamid : Iya cing, nih baru sampe banget

Cing inah: Ada surat noh dari pacar! Ntar encing ambil dulu di kamar depan (menuju kamar dan mengambil surat)

Hamid : Waah dasar rezeki enggak kemana! Hehehe, pas banget dong, tadi baru aja beli kertas surat. Ada berapa cing suratnya?

Cing inah: (sambil menuju Hamid memegang surat dari Murni) Ya ada satu lah, emang mao satu rim? Yaudah cepetan sono baca, nih suratnya ntar keburu basi!

Hamid : Ah, encing bisa aja!

Hamid menuju kamarnya dan menutup pintu. Ia mulai membuka surat dari Murni perlahan. Tampak di sisi kanan atas ada dua perangko “Bandar Sri Begawan”. Hamid mulai membaca:

Suara Murni:

Assalamu’alaikum,

Apa kabar kak Hamid?

Moga sehat selalu ya kak, dan mudah-mudahan seluruh kegiatan kakak dapat berjalan dengan baik sebagai mana mestinya, amin.

Murni juga di Brunei alhamdulillah selalu sehat wal afiat tidak kurang suatu apa pun. Teman-teman Murni di sini pun baik-baik semua kak. Mereka kadang suka bercanda dan mengajak Murni jalan-jalan.

Oya kak, Murni pernah bermimpi tentang kakak. Murni mimpi kakak meninggalkan Murni sangat jauh, jauuuuh sekali. Murni kemudian terkejut dan bangun dari tidur. Apakah kakak akan meninggalkan Murni? Jangan cakap cematu ah, hatiku jadi takut...

Kak, ini murni berikan selembar foto Murni. Moga bisa menghibur kakak atau bisa buat nakut-nakutin tikus he he he...

(Hamid melirik ke arah amplop dan segera membukanya, dan di sana ternyata ada selembar foto Murni yang mengenakan rok hitam panjang, baju berwarna merah muda dibalut jas warna merah, dengan jilbab berwarna merah muda di restoran dengan background pantai. Hamid tersenyum dan mendekap foto tersebut. Kemudian ia kembali melanjutkan membaca surat dari Murni)

Kak, mungkin sementara itu dulu ya surat dari Murni, maklum Murni tidak bisa membuat karangan panjang-panjang he he he...

Assalamualaikum,

Kasihmu,

Murni

Hamid: (Self dialogue) He he he Murni...Murni...., mana mungkin kakak meninggalkanmu, lucu sekali kamu Mur, ada-ada saja he he he...

Oh iya, dua minggu lagi kan ulang tahunnya, apa sekalian aja ya, aku balas suratnya

Tanpa berpikir panjang, Hamid segera mengeluarkan kertas surat yang baru saja dibelinya di kampus tadi, mengambil pulpen, dan mulai menulis surat.

BCU: Ujung pena menari di atas kertas surat Air Mail bergaris biru dengan hiasan border berupa garis diagonal berwarna merah dan biru bertuliskan “Dear Murni, Assalamu’alaikum...., dilanjutkan dengan skrip di bawah;

Back sound suara Hamid:

Murni, apa kabar? Semoga kabarmu di nun jauh di sana baik-baik saja ya,

Bersama ini kakak ingin mengucapkan selamat ulang tahun ya, semoga apa yang kamu cita-citakan akan tercapai, amin. . .

Kakak kirimkan boneka teletubies (Lala) dan kerudung biru untukmu. Moga kamu dapat berkenan menerimanya.

Alhamdulillah Mur, kakak sekarang sudah semester 2 di kampus UIN fakultas Adab jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Mohon doakan kakak biar lancar pendidikannya ya Mur.

Oh ya Mur, kakak ingin menyampaikan sesuatu, tapi kakak mohon kamu tetap tenang menanggapinya ya.

Mur, sudah hampir setahun lamanya kita terpisah ruang dan waktu. Selama itu pula kakak tetap di sini menunggumu dan terus berusaha mencari pekerjaan agar kakak bisa menabung dan kita bisa bersama lagi. Nah, sejauh ini kakak belum juga mendapatkan pekerjaan, hingga kakak sempat ingin . . . “melepaskan diri” dari Murni. Tapi bukan berarti kakak jatuh hati pada wanita lain Mur. Kakak hanya merasa tidak pantas bersamamu. Kamu begitu mulia di mata kakak. Keadaan kakak masih seperti ini. Adakah kamu masih mau menerima kakak apa adanya?

Moga kita dapat bersama lagi seperti dulu ya Mur

Salam sayang selalu

Hamid

Hamid memasukkan boneka teletubies dan kerudung biru pada sebuah tempat berbentuk tabung yang ia buat dari kertas buffalo dan karton. Sebelum tabung ditutup ia menyelipkan surat yang ia buat di dalamnya. Ketika ia hendak berangkat ke kantor pos, tiba-tiba saja hujan deras. Hamid menghela nafas lalu sempat mengerutkan dahinya seperti memikirkan sesuatu. Akhirnya ia menuju ke arah dapur dan kembali dengan sebuah payung di tangannya dan menuju ke luar rumah. Bibi Hamid keluar dari kamar:

Cing inah: mau kemana Mid hujan-hujan begini?

Hamid : ke kantor pos Bi,

Cing inah: apa tidak di tunda dulu?

Hamid :tidak apa-apa Bi, sekalian ke kampus, ada tugas yang belum selesai.

Cing inah: Oh ya sudah, hati-hati di jalan

Hamid : baik bi, assalamu’alaikum

Cing inah: wa’alaikumsalam

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar