Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
41. SCENE 41 INT, WARTEL, PAGI MENJELANG SIANG

Di Wartel, tampak Hamid sedang menelepon Murni. Berikut percakapan antara Hamid (Jakarta dan Murni di Restoran Pantai, Brunei)

INTERCUT: 

Hamid : Assalamu’alaikum, bisa bicara dengan Murni

Murni : Wa’alaikumsalam, ya saya sendiri. Maaf dengan siapa ya?

Hamid : Ini ka Hamid Mur . . .

Murni : Ka Hamid . . . Ei kok tahu nomor telpon tempat Murni kerja?

Hamid : Iya, kebetulan waktu pesantren kilat saudaramu yang bernama Siti memberiku nomor telepon yang bisa aku hubungi.

Duh. . . ceritanya marah ni ye, sama kakak, he he he!

Murni : Hi hi hi. .(tertawa kecil). Enggak sih kak, tapi emang begitu keadaannya yang Murni ceritakan. Murni ga tahu harus bagaimana kak.

Hamid : Murni, perlu Murni ketahui, Deah itu sepupu kakak, tidak mungkin kakak sama dia Mur. Murni jangan marah ya, maafkan kakak jika surat kemarin kurang berkenan di hati kamu.

Murni : Iya kak, Murni ga marah, tapi Murni mohon jangan telpon-telpon Murni lagi dan jangan kirim-kirim surat lagi

Hamid : (diam sejenak, menajamkan alisnya seperti berpikir sesuatu) OK, kakak penuhi permintaanmu asal kamu tidak marah lagi sama kakak.

Murni : Ya, Murni tidak marah

Hamid melihat tagihan pulsa telepon umum sudah mencapai angka 30.000 (biaya yang cukup mahal di tahun 2001 itu). Bicaranya agak tergesa-gesa.

Hamid : Oh ya , kakak sudah mulai bekerja besok di Bintaro Plaza, menjaga kantin Mur. Kakak juga sudah mulai tes untuk mengajar di lembaga Bahasa Paragon Mur!

Murni : Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu kak.

Hamid : Ya sudah Mur, kakak mau menyiapkan buat besok, assalamu’alaikum

Murni : Wa’alaikumsalam,

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar