Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
55. SCENE 55 EXT/INT, RUMAH ASIH, PULANG TARAWIH

Asih menggandeng tangan Hamid masuk rumah menuju kamar Hamid dan menyuruhnya duduk di atas tempat tidurnya. Asih menghela nafas dan berkata:

Asih : Begini mang, ini ada kabar untuk mamang, tapi mohon mamang janji jangan sampai menghancurkan kuliah mamang ya,?

Hamid : (Menghela nafas) baik Mi, aku janji ga akan menghancurkan kuliah . . .(nada bicaranya seperti meyakinkan dan seolah sudah siap apa yang akan terjadi)

Asih : Itu mang. . . sepertinya . . . .mamang akan dapat undangan biru dari Murni . .

Hamid terbelalak sejenak, mulutnya terbuka

Asih : Hayo, hayo sudah janji kan? He he he

Hamid : Iya Mi, benar dugaanku, ini benar-benar terjadi...

Asih : Betul mang, katanya sih calon suaminya itu orang PERURI

Hamid : Huh! pantesan aja aku mimpi aku dan Murni dalam satu perahu. Saat melihat perahuku ada yang bolong, Murni pindah ke perahu yang kekar dan sudah ada seorang laki-laki di atas perahu itu!

Hamid menghela nafas dalam-dalam dan langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur dengan menyandarkan kepalanya dengan kedua telapak tangannya. Ia menatap langit-langit kamar tak berdaya seperti tersihir.

Asih : Hei Mang! sini aku minta uang pensiunnya!

Hamid : (mengalihkan pandangannya ke Asih perlahan) uang pensiun?? Maksud Umi?

Asih : Ya a a. kan selama ini kalo urusan surat-menyurat mamang dengan Murni, kan aku yang nyampein ke Murni! Berarti sekarang udah pensiun! Mana uang pensiunnya? Ha ha ha ha!

Hamid : Ha ha ha ha! Umi . . . Umi . . . orang lagi kacau begini bisa aja bikin ketawa. He he he!

Asih : Yaudah mang, cerita ini sekarang sudah berakhir. Mamang harus tetap fokus pada kuliah. Untuk itu lebih baik mamang kembalikan aja foto-foto dari Murni. Tulis aja melalui surat bahwa mamang mengembalikan foto-foto dan suratnya hanya untuk melupakan masa lalu, bukan untuk melupakannya, itu penting kan? Daripada mamang kepikiran terus!

Hamid : Iya Mi, bener juga tuh . . .

Tanpa berpikir panjang, Hamid langsung membuat surat terakhirnya:

Assalamu’alaikum

Salam sejahtera kakak sampaikan semoga Murni dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu apa. Amin!

Mur, kakak sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sebetulnya kakak rela dengan apa yang terjadi jika itu memang membuatmu bahagia. Namun yang disayangkan mengapa Murni tidak bilang ke kakak bahwa Murni sudah punya pilihan, atau Murni bisa bicarakan dulu dengan kakak . . .

Tapi ya sudahlah, semua sudah terjadi.

Mur, maafkan kakak yang harus pergi jauh darimu dan tak bisa mencintaimu lagi karna kau bukan milikku. Murni sekarang sudah resmi menjadi milik orang lain

Surat-surat dan foto darimu terpaksa kakak kembalikan. Maaf, bukan bermaksud melupakanmu Mur, tapi HANYA untuk melupakan masa lalu agar kakak dapat lebih fokus pada pendidikan.

Demikian surat terakhir ini, Moga Murni selalu bahagia bersamanya untuk selamanya. . .

Wassalam,

Kak Hamid

Hamid memasukkan beberapa foto dan surat dari murni dalam satu amplop berwarna putih. Ia juga memasukkan surat terakhirnya ke dalam amplop tersebut menjadi satu.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar