Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
25. SCENE 25 INT, RUMAH SAKIT, PONOROGO MALAM

Di rumah sakit Hamid diinfus, badannya terlihat lemah sekali. Beberapa temannya datang menjenguk, di antaranya adalah Indro. Hamid menatap temannya satu persatu.

Hamid : Dro. . . dimana Yadi?

Indro : (Tersenyum, memalingkan wajahnya ke arah Yadi yang sedang terbaring)

Hamid menatap ke arah yang dimaksud Indro. Tampak Yadi menatapnya dengan senyum

Hamid : Yad maafin ane ya.

Yadi : (Tersenyum) ga apa-apa Mid. Insya Allah semua ini ada hikmahnya

Hamid mengangguk perlahan tanda setuju.

Hamid : Dro mungkin aku lebih baik istirahat di kamar aja di tempat kita.

Indro : Lho emang kamu udah baikan Mid?

Hamid : Aku sih ngerasa udah baikan Dro . . .

Yadi : Iya aku juga udah baikan sih. Mungkin aku segera nyusul Dro besok pagi.

Indro : Yaudah kalau begitu. Ayo aku bantu

Indro merendeng Hamid menuju ke ke luar rumah sakit menuju becak. Mereka berdua menaikinya. Namun ketika hampir saja sampai warung bakso, Hamid menggigil kedinginan. Ujung kakinya gemetar. Mulutnya sedikit terbuka dan gemetar. Indro terbelalak kaget.

Indro : Mid. . . kenapa Mid. . .

Hamid tidak menjawab ia hanya berkata dalam hati, “Ya Allah. . . apakah ini pertanda akhir hayatku?.

Murni . . . maafkan aku jika kita tak dapat bertemu lagi . . ." Hamid menatap ke atas. Tiba-tiba dedaunan terlihat makin samar. Kepala Hamid lunglai ke kiri dan tak sadarkan diri. Saat itu Indro refleks memegang kepala Hamid dan menampar pipinya dari kiri dan kanan. Hamid pun terbangun dan muntah-muntah. Indro segera menyuruh tukang becak untuk segera kembali ke rumah sakit.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar