Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
6. SCENE 6 EXT, TOKO KELONTONG, SENJA

Sinar matahari yang cerah menembus celah-celah dedaunan yang cukup rimbun di depan sebuah toko kelontong milik Asih. Hamid yang mengenakan kaos biru dan celana panjang warna hitam sedang membereskan kerat-kerat botol minum sosro yang ada di depan warung. Sesekali ia mengambil botol minum yang masih terserak dan memasukkannya ke dalam kerat. Tiba-tiba ada suara dari seorang gadis menegurnya. Ia adalah Murni, gadis yang membuat Hamid sering bengong.

Murni :Ehm... yang baru pulang dari pondok. Masih inget enggak ya??

Hamid :Memandang perlahan. Kamera tertuju dimulai dari kerat botol, kaki gadis yang mengenakan sendal wanita warna hitam, rok panjang warna biru dan kaos warna kuning, hingga wajah sang gadis yang cantik berkulit bersih dengan rambut panjang hitam lurus yang terurai. Hamid masih terpengarah lalu ia berkata sedikit gugup;

    M... Murni. . Ya Mur, aku baru saja sampe tadi pagi. Bagaimana kabarmu? (tangannya masih memegang botol teh sosro)

Murni :Baik Kak, alhamdulillah. Kakak sendiri gimana, apa sudah lulus dari pondok?

Hamid :Betul Mur, alhamdulillah. Keduanya hanya saling menatap dan tampak malu-malu (Hamid masih memegang botol minum di tangan kanannya yang belum sempat ia taruh).

Murni :M m m. . .... Murni mau membeli sesuatu dulu ya Kak!

Hamid :Eh Oh, Iya iya, silahkan Mur! (Murni segera masuk ke dalam toko, Hamid tersenyum sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan menaruh botol ke dalam kerat)

Cut to:

Murni sedang membeli rokok, terjadi transaksi antar Murni dan Asih sebentar karena membelinya dengan uang pas. Kemudian Murni keluar dari toko dan kembali menghampiri Hamid

Murni :Kak aku pulang dulu ya

Hamid :(berhenti menyusun botol menghadap ke arah Murni). Ya Mur, sudah dapat barangnya?

Murni :Ya Kak, Cuma beli rokok untuk bapak! Mari Kak! (tersenyum sambil berlalu)

Hamid : Mari . . .

Hamid berkata dalam hati sambil menatap Murni yang terus berlalu. Ia mengernyitkan dahinya seolah ada hal penting yang mengganjal di benaknya:

“Mungkinkah ia jadi milikku? Perjalananku masih panjang, adakah ia akan terus bertahan di desa ini? Ataukah ia akan pergi merantau suatu saat, seperti kebanyakan gadis di desa ini? Ah... entahlah”.

Murni hilang di tikungan jalan desa.

(Toko kelontong milik Asih)

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar