Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Dzikir Sebuah Cincin Retak
Suka
Favorit
Bagikan
63. SCENE 63 EXT, WARUNG ASIH, SORE

Rombongan dari Ciputat akan siap-siap berangkat untuk kembali ke Jakarta. Mereka mulai naik mobil satu per satu. Hamid berjalan paling belakang menuju mobil Suzuki Futura warna biru gelap. Dari kejauhan tampak seorang gadis mengenakan kaos panjang warna hijau terang dan rok levis panjang mengayuh sepeda mini warna ungu dari arah yang berlawanan. Di depannya ada keranjang berwarna putih berisi plastik dan belanjaan. Hamid kembali mengerutkan dahinya. Gadis itu berhenti di depan Hamid.

Lia : Assalamualaikum, apa kabar kak? (tersenyum)

Hamid : Wa'alaikumussalam, Lia?? Wah . . lama ya enggak ketemu. Alhamdulillah kabar kakak baik Lia (tersenyum). Lia sendiri gimana?

Lia : Baik kak, alhamdulillah

Hamid : Ni dari mana mau kemana?

Lia : Abis belanja di teh Asih buat nenek, ni masih mau cari belanjaan yang kurang. Kakak sendiri dari mana mau ke mana, eh Lia ikut-ikutan ya kak pertanyaannya, hi hi hi! (Tertawa hingga gigi serinya yang putih terlihat)

Hamid: Ha ha ha! Ga apa-apa Lia, seru kok!. Ini baru aja pulang jalan-jalan ke penangkaran buaya di Blanakan sama saudara-saudara kakak. Mereka mau melihat buaya katanya. Tiba-tiba terbayang oleh Hamid:

Fade in:

Suasana penangkaran buaya di Blanakan Subang, dengan ratusan penonton yang sedang fokus kepada salah seorang pawang buaya yang memegang seekor itik untuk dilepaskan ke dalam kolam buaya.

Saat itik itu dilepaskan, spontan buaya mengejar, menerkam, dan langsung melahapnya bulat-bulat!

"Mungkin inilah gambaran keadaan Murni saat ini. Ia bagaikan seekor itik yang tak berdaya dan yang menjadi santapan seekor predator yang amat kuat!. Astaghfirullah..."

Lia: Hei kak kok bengong sih!

Hamid: (Tersentak sadari lamunan). Eh, enggak Lia, kakak ingat aja tadi waktu buaya menerkam itik, seru banget Lia, penontonnya ada yang teriak, ada yang tertawa, tapi ada juga yang ketakutan!.

Lia: Oh begitu, iya kak bener tuh, emang seru sih kak di sana!. Oh ya, maaf kak, denger-denger Murni udah menikah ya?

Hamid : (Menunduk) ya Lia, mungkin itu yang harus terjadi (diam sesaat) dan kakak udah enggak berhak lagi mencintainya

Lia: Lho kenapa kak?

Hamid: Ya kan bukan milik kakak lagi

Lia: Tapi bagaimana kalau ternyata Murni masih mencintai kakak?

Hamid: Kalau Murni masih mencintai kakak, mana mungkin Murni milih orang lain sebagai pendamping hidupnya, Lia

Lia: Mencintai kan tidak harus selalu memiliki, kak

Hamid: Lia benar, tapi kayaknya saat ini kakak belum bisa menerima kenyataan ini. Ya berat sih kakak merasakannya, meskipun kakak menyadari bahwa mencintai tidak harus selalu memiliki. Sekarang siapa sih yang rela kalau hatinya disakiti.

Lia: Iya juga sih kak. Mungkin perlu belajar ya kak bagaimana tetap mencintai orang yang menyakiti

Hamid: Iya Lia, bener banget tuh dan saat ini kakak sih jujur, masih belum bisa melakukan itu.

Lia : Sabar ya kak, semoga kakak akan mendapatkan pendamping yang lebih baik

Hamid diam menatap Lia sebentar. Entah mengapa tiba-tiba terdetik dalam hatinya; “Ya Allah apakah gadis ini pengganti Murni?, tapi . . . akh! Entahlah. . . hatiku masih sangat kacau”

Hamid : Iya Lia, terima kasih. Kita saling mendoakan aja ya Lia, Moga kita mendapatkan jodoh yang terbaik. Kakak pamit dulu ya, rombongan akan segera berangkat

Salah seorang rombongan berteriak dari dalam mobil dengan mengeluarkan kepalanya di jendela: “Mid . . .! ayo berangkat!”

Hamid : Ya, tunggu ...! Mari Lia, kakak pamit dulu, assalamu’alaikum

Lia : Wa’alaikumsalam.

Hamid berlari kecil menuju mobil. Lia menajamkan alisnya menatap Hamid yang sedang berlari kecil menuju mobil dan menunduk beberapa saat, kemudian langsung mengayuh sepedanya kembali. Fade out

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar