Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
49. TPR skrip #49

153. INT. DI KAMAR UNIT APARTEMEN RANI — MALAM

Pemain: Rani, Adipati

Walau tak perlu berdandan mewah, tapi setidaknya Rani ingin tampil lebih baik dari hari-hari sebelumnya. 


Tepat di depan cermin riasnya, Rani tak berhenti memandangi wajah dan juga penampilannya selama berjam-jam. Selalu ada saja yang menurutnya harus diperbaiki. Dress hitam sebatas lutut yang menjadi pakaian terbaiknya pun masih kerap memberinya rasa tak nyaman. Karena grogi, Rani kesulitan mempertahankan kepercayaan diri.


Adipati memasuki apartemennya tanpa suara. Rani melihatnya ketika sudah berada di kamar dan berjalan di belakangnya dari pantulan cermin. Dia berhenti di belakang Rani seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. 


ADIPATI
Untung aja makan malamnya di dalam apartemen. Rasanya aku nggak rela bawa kamu keluar dan membiarkan semua orang melihat kecantikan kamu.


Tawa Rani mengudara lirih mendengarnya. 

RANI
Apa kamu lagi ngegombalin aku?
(memutar badan)
Pati, semoga aja malam ini ibu kamu mau memberikan restunya untuk kita.


Pria itu mesem. Diulurkan satu tangannya ke arah Rani yang dengan senang hati meraihnya. Dia menuntun Rani yang harus berjalan berhati-hati menggunakan sepatu hak tinggi sampai ke dekapannya. Kedua tangannya melingkari pinggang Rani dengan rapat, sementara Rani memberi jarak dengan meletakkan kedua tangannya di bahu sang kekasih. Beberapa detik Adipati menyelami mata Rani dengan mata yang berkilatan. Rani terpaku, tapi juga tersipu.


ADIPATI
Kamu udah menyiapkan jawaban terbaik kamu?

RANI
Seperti yang pernah kamu bilang, ini sudah menjadi takdir kita.


Adipati mesem, lalu mengangguk satu kali. 

ADIPATI
Apa pun keputusannya, kita akan tetap bersama!


Saat Adipati mendekatkan wajahnya dengan lirikan mata yang mengincar bibir, segera Rani menahannya. Ia menutupi mulut pria itu dengan sentuhan dari dua jari.


RANI
Patiii, nanti lipstik aku hilang!


Kekhawatiran Rani kali ini disambut tawa geli oleh sang kekasih. Usahanya mengumpat suara, membuat kedua pundaknya berguncang. Adipati pun lantas menundukkan kepala di bahu Rani.


ADIPATI
Ya udah, aku nggak akan menyentuhnya sampai acara makan malam selesai. Atau aku harus menunggu dua jam lagi untuk memperbaikinya!


Rani pun tergelak di saat yang bersamaan.

 CUT TO.


154. INT. RUANG MAKAN UNIT APARTEMEN ADIPATI — MALAM

Pemain: Rani, Adipati, Ibunya Adipati, Ara

Adipati membiarkan tangannya digandeng Rani sampai masuk ke apartemennya. Mereka disambut ceria oleh sang putri dengan wajah berseri-seri. Di meja makan, semua hidangan dengan menu ala western telah tersaji. Lantaran tak ingin membuat Rani dan ibunya kerepotan, Adipati memutuskan untuk memesan semua makanan dari salah satu restoran.


Di detik kelima pada pukul tujuh malam, mereka berempat telah menduduki kursi. Rani merasakan sedikit lebih santai, sebab ia melihat ibu Adipati tidak sekaku biasanya. Wanita itu tampak lebih berseri dan berkenan membuka diri untuk bercengkerama bersama cucunya di depan Rani. Sambil menyantap menu steik yang dipadu olahan spageti, obrolan hangat seputar perkembangan Ara sesekali mencairkan suasana. Sungguh ia berharap akan ada kabar baik seusai makan malam ini berakhir.


IBUNYA ADIPATI
Baiklah.


Ibu Adipati tampaknya akan memulai perbincangan serius ketika semua telah menghabiskan makanan, dan Rani baru mengelap bibirnya dengan selembar kain.


Dialihkan pandangannya dari meja yang kini dihiasi piring kosong, pada Rani yang menempati kursi di hadapannya.


IBUNYA ADIPATI
Sebelum kamu menjawab pertanyaanku tadi pagi, kenapa kamu ingin kembali pada putraku, Adipati ... aku ingin mengajukan beberapa syarat kalau nanti kamu dan Adipati jadi menikah.


Sementara Ara sudah tak betah duduk manis untuk menghormati makanan, gadis itu memilih bermain di depan televisi usai menghabiskan santapan malamnya. Rani yang fokus pada sang ibu, bersama Adipati pun mendadak tegang.


IBUNYA ADIPATI
Pertama. Walaupun Adipati nantinya akan menjadi milikmu, tapi dia tetap akan menjadi anakku. Kamu tahu, kan, apa artinya itu?


Rani hanya bergeming sambil berpikir maksud perkataan Ibu.


IBUNYA ADIPATI
Kedua, aku ingin kamu sepenuhnya bisa berada di rumah. Menjaga, mengurus Adipati dan juga Ara.


Rani masih sibuk menerka-nerka.


ADIPATI
(menyela)
Ibu—


Namun ibunya kembali membacakan syarat berikutnya dengan tetap menatap Rani lurus-lurus, tanpa mengulas senyum. 


IBUNYA ADIPATI
Ketiga, aku ingin kamu memberikan banyak cucu untukku, tidak menundanya. Apalagi dengan alasan masih ingin berkarir, lebih-lebih karena takut bentuk tubuhmu berubah. Sekarang ini banyak sekali wanita yang seperti itu.


Mendadak Rani terkejut. Ia merasa ada yang berdenyut-denyut nyeri di balik dada. Kesakitan yang telah lama ia pendam dengan susah payah, kini seakan dibangkitkan oleh pengajuan syarat sang calon mertua.


Menyadari perasaan Rani yang tengah tersinggung, Adipati menatapnya cemas. Diam-diam tangannya menyelinap menggenggam tangan Rani yang disembunyikan di balik meja.


IBUNYA ADIPATI
Keempat—

ADIPATI
(memotong dengan lantang)
Ibu!
Aku rasa Rani nggak perlu diberi syarat apa pun untuk bisa menjadi istriku. Aku yakin dia tahu apa yang harus dia lakukan, Bu!

IBUNYA ADIPATI
Kalau begitu, untuk apa kamu keberatan jika kamu yakin dia bisa melakukan apa yang Ibu minta?

ADIPATI
Ibu nggak perlu mengatakannya, apalagi menjadikannya sebagai syarat.

IBUNYA ADIPATI
Apa salah, Ibu inginkan kepastian untuk yang terbaik bagi kamu?

ADIPATI
Ibu, aku—

RANI
(menengahi)
Pati!


Kini dua pasang mata yang sempat bersitegang tersebut beralih menatapnya.


RANI
Maafkan aku.
(berucap lirih dengan mata berembun)
Tante, maaf juga untuk Tante. Untuk semua syarat Tante itu, aku nggak bisa.


Rani mengejutkan Adipati dan ibunya dengan keputusan tersebut.


IBUNYA ADIPATI
Apa maksud kamu nggak bisa?


Rani mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya bisa ia embuskan dengan tenang. 

RANI
Aku tahu, putra Tante adalah pria yang sangat baik. Dia terlalu baik untuk bisa menerimaku yang pernah menghancurkan hidupnya. Tapi aku nggak bisa menjanjikan apa pun untuknya, karena aku nggak sesempurna itu.

ADIPATI
Rani?


Rani berupaya tetap duduk tegak meski ia merasakan dadanya mulai sesak. Tak segan ia mengungkap semua apa yang ia pikirkan saat ini.


RANI
Tapi walaupun aku dan Adipati nggak bisa hidup bersama, Tante tetap seorang ibu bagiku. Tante seperti orang tuaku sendiri. Tante tetaplah neneknya Ara, putriku.
Memberikan yang terbaik untuk Ara dan papanya, adalah yang ingin aku lakukan selama ini meski aku nggak bisa menjadi istrinya Adipati. Dan untuk bisa memberikan anak lagi padanya, aku ... nggak bisa. Aku nggak peduli tubuhku menjadi gemuk atau yang lainnya. Aku tetap nggak bisa. Aku nggak bisa melawan takdirku. Aku nggak bisa menjanjikan sesuatu yang aku sendiri nggak yakin. Tapi terima kasih Tante sudah mengatakannya, setidaknya aku jadi tahu sebelum kami melangkah semakin jauh.
(menahan getar suaranya)
Dan untuk pertanyaan Tante kemarin ... Tante, maafkan aku. Aku sudah memikirkannya semalaman, tapi aku tetap nggak menemukan alasan mengapa aku ingin kembali pada anak Tante. Semakin aku memikirkannya, aku sendiri semakin nggak mengerti.


Rani tak ingin gentar meski takut. Ia kira bukan lagi saatnya air mata yang berbicara. Sudah saatnya luka di dadanya bersuara dalam bentuk kata.


RANI
Kenapa aku harus kembali pada Adipati ... aku nggak tahu. Aku nggak bisa mengembalikan waktu. Aku juga nggak bisa menjanjikan sesuatu untuk memulihkan keadaan dan semua pengorbanannya selama aku pergi.
(memandang Adipati di sisinya)
Putra Tante, adalah masa lalu yang berharga bagiku. Aku merasa ... walaupun aku nggak bisa hidup bersamanya di masa lalu, tapi masa lalu itu selalu hidup di dalam diriku. Sampai akhirnya dia datang di saat aku ingin berhenti, membuat kami ingin mencoba kembali.


Rani melemahkan pandangan, menembus piring-piring kotor di depannya dengan angan-angan kosong.


RANI
Mungkin benar. Ayahku telah mengikat kami dengan doa-doanya. Aku nggak pernah bermaksud ingin mempermainkan putramu, Tante, apalagi hanya akan datang padanya jika aku butuh. Aku sendiri nggak mengerti kenapa aku selalu ingin kembali padanya. Aku selalu merasa ..... 
(melihat Adipati yang berkaca-kaca)
Dia adalah jawaban untuk setiap harapanku, kesulitanku, dan juga doaku. Apa pun yang aku inginkan dari orang lain, bahkan diriku sendiri, hanya dari Pati aku bisa mendapatkannya.


Terang-terangan Rani menarik napas besar dari mulutnya sebagai pencegahan tangis, seraya mengembalikan arah matanya pada ibu Adipati yang tampak termangu-mangu mengawasinya.


RANI
Nggak apa kalau menurut Tante alasanku ini nggak layak untuk mendapatkan anak Tante. Aku menyadari diri aku ini masih jauh dari kata pantas. Bukankah dua orang yang saling mencintai ... nggak harus menikah? Kami akan belajar menerima itu.


Sigap berdiri, suara dengik dari kursi Rani yang bergeser ketika dirinya bangkit pun sontak menegur keterdiaman Adipati dan ibunya.


RANI
Terima kasih untuk makan malamnya.


Rani membungkukkan punggung memberikan salam perpisahan pada ibunya Adipati. Lalu tanpa ingin melihat sang kekasih lantaran ia sudah tidak sanggup lagi menahan kesakitan dalam dada, Rani memilih langsung meninggalkan mereka.


ADIPATI
(memanggil dengan suara yang terdengar bergetar)
Rani!


Rani tidak ingin berbalik. Ia raih tasnya di sofa dan tergesa-gesa pergi. Untung saja Ara tidak sampai melihatnya, karena gadis itu sibuk dengan sejumlah mainannya. 

CUT TO.



Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar