Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
40. TPR skrip #40

125. INT. DI DALAM KAMAR RANI — MALAM

Pemain: Adipati, Rani

Rani usai mandi dan berendam di dalam kamar mandi. Rani keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di badan dan kepalanya.


ADIPATI
Lama banget mandinya!


Sontak saja Rani terkesiap sambil memekik saat menyadari ada seseorang di kamarnya. Rani langsung menyilangkan tangan ke dada sebagai bentuk perlindungan.

RANI
Aargh!!


Adipati hanya menatapnya datar tanpa merasa bersalah.


Rani mengentak-entak kakinya dengan suara mendayu, akan tetapi berangsur lega sebab bayangan sesosok perampok sempat melintas di pikirannya.

RANI
(berseru kesal)
Patiiii!

ADIPATI
Aah, aku candu banget dengernya! 
(berseru seraya memegangi dada)


RANI
Gimana kamu bisa masuk? Aku menguncinya tadi!

ADIPATI
Mudah aja. Aku mengingat pin yang kamu masukkan tadi. Lagi pula ... aku bisa melakukan apa aja di sini!


Rani menganga. 

RANI
Itu adalah tindakan kriminal!

ADIPATI
Kalau begitu penjarakan aku!
(berbisik sambil mengedipkan mata)
Di hatimu!


Ekspresi menggeliatnya membuat Rani sangat geli. 

RANI
Kamu keluar! Aku mau ganti baju!


Rani berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian terbaiknya, tapi Adipati membuntutinya.


ADIPATI
Aku ingin kamu buatin setelan jas untuk suatu perayaan.

RANI
Banyak toko yang menjual pakaian jadi.

ADIPATI
Aku ingin itu menjadi satu-satunya di acara nanti.

RANI
Pakai jasa desainer lain aja!

ADIPATI
Aku akan membayar mahal untuk itu!

RANI
Bukan itu masalahnya. Tapi hari ini sampai tujuh hari ke depan, aku akan sangat sibuk!

ADIPATI
Kamu benar-benar nggak bisa? Aku yang mendukungmu sekolah ke luar negeri sampai sukses menjadi desainer, tapi kamu sama sekali nggak pernah bikinin aku pakaian?


Rani yang semula masih sibuk memilih pakaian pun berbalik memandang wajah sendu yang kini terpampang di hadapannya. Rani jadi tidak tega. Akhirnya setelah mengganti handuknya dengan baju dan meminta Adipati menunggu, Rani pun menyetujui permintaan pria itu.


RANI
(bersiap dengan meteran di tangan)
Kemarilah.

ADIPATI
Ah, baiklah.


Tiba-tiba mendekat seraya membuka atasannya, Adipati membuat Rani panik.


RANI
Eeeh, kamu mau apa? Aku cuma akan mengukur badan kamu!

ADIPATI
Ini supaya kamu lebih pas mengukurnya! Nggak apa, aku nggak keberatan.
(berkata konyol sambil berkacak pinggang)
Ayolah!


Rani menggeleng pelan, tidak habis pikir.

Sebagai langkah awal pengukuran, Rani melingkarkan meter pita ke leher Adipati. Ia mengukur bagian bawah leher dalam satuan sentimeter untuk dibuat kerah nantinya. Kendati menaikkan dagu, tatapan Adipati tak lepas dari Rani yang canggung dibuatnya. Untuk memberinya pelajaran, Rani sengaja mencatat ukuran yang ia dapat di dada kiri pria itu dengan pena.


ADIPATI
Woik, kenapa dicatat di sini?!
(Adipati beringsut geli, memegangi sebelah dadanya.)

RANI
(berkelit)
Aku nggak punya buku catatan lagi.

ADIPATI
Aakh, bisa-bisanya!


Rani tersenyum geli. Kembali ia lingkarkan meterannya di bawah ketiak Adipati, dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.. Kemudian, tiba-tiba ia tercenung menyadari sesuatu. Pandangannya terpaku di dada bidang Adipati, lalu menurun ke perutnya yang berbentuk kotak-kotak. 


RANI (V.O.)
Semuanya telah berubah, tapi bagaimanapun, aku juga pernah menjamah dada ini dengan sentuhan dari bibirku.

ADIPATI
(menegur)
Ada apa?


Rani mengerjapkan mata sambil membodohi dirinya sendiri.

RANI
Enggak.

ADIPATI
(Mulai menggoda)
Kamu teringat sesuatu? 

RANI
Jangan berpikir macam-macam!


Rani masih mengukur bagian tubuh Adipati yang lain sambil membayangkan bentuk pakaian yang akan dibuatnya nanti.


ADIPATI
Ya ... mungkin ini mengingatkanmu pada Wira?

RANI
Aku nggak suka membahasnya lagi.

ADIPATI
Wow, ajaib banget! Dulu kamu suka banget ngomongin dia.


Adipati terbungkam begitu Rani menyoroti matanya dengan tatapan tajam. Ia pun kembali bergerak memainkan meterannya yang kali ini ia lingkarkan mengelilingi pinggang ayah Ara. Sengaja ia melonggarkan meteran sedikit dengan meletakkan sebuah jari di antara meteran dan pinggang.


RANI
Selesai!

ADIPATI
Buatkan juga gaun untuk pasangannya.


Rani mengerutkan kening. 

RANI
Apa? Maksudku, untuk siapa?

ADIPATI
Tentu aja untuk pasangan aku.

RANI
Siapa? Maksudku, di mana dia?

ADIPATI
Bikin aja dengan menggunakan ukuran kamu!

RANI
(mendengkus)
Dasar modus!


Adipati terkekeh. Dia mengambil ponsel Rani dari atas meja kerja, lalu dengan mudahnya membuka kunci layar yang memang tak membutuhkan kode. Dia sengaja berswafoto dengan memfokuskan kamera di bagian dadanya.


ADIPATI
Nah, simpan ini. Aku nggak akan membuka pakaianku lagi kalau sampai catatan ini hilang,
(beranjak mengenakan kausnya lagi)
Apa kamu punya makanan? Kebetulan aku lapar banget!

RANI
(geram)
Pati! Apa lagi yang kamu inginkan dari aku?

ADIPATI
Apa lagi memangnya?
Aku ingin makan.


Rani mencoba menahan kekesalannya dengan embusan napas yang panjang. 

RANI
Kembalilah ke duniamu. Aku nggak ingin kamu memasuki kehidupanku lagi. Sejauh ini aku bisa bertahan dengan mengandalkan diriku sendiri, aku bisa mandiri tanpa kamu. Jadi tolong jangan membuat usahaku selama satu tahun ini jadi sia-sia!


Adipati beberapa detik merenung memperhatikan wajah Rani.

ADIPATI
Baiklah, aku nggak akan mengganggumu lagi!


Ia pikir pria itu akan bersikeras membujuk Rani supaya bersedia dinikahinya dengan usaha total dan cara-cara konyolnya.


ADIPATI
Selesaikan pakaianku, baru aku akan benar-benar pergi dari hidup kamu! Aku akan mencari makan di luar saja.


Adipati lantas berlalu, keluar dari apartemen Rani yang melongo dibuatnya. 


RANI (V.O.)
Itukah yang dia maksud sangat ingin menikahiku? Hanya sebatas ini upayanya? Ah, ya ampun. Kenapa aku jadi ingin diperjuangkan olehnya? Kenapa pula aku jadi kesal begini? Uh, aku nggak boleh peduli padanya!

CUT TO.


126. INT. DI RESTORAN — MALAM

Pemain: Rani, Adipati, Pelayan, Pengunjung Restoran

Adipati membuktikan ucapannya karena setelah keluar dari unit Rani, lelaki itu tidak lagi mengganggu Rani. Bahkan ketika Rani hendak makan di restoran bawah apartemennya, ia berpapasan dengan Adipati yang tampak tidak memedulikannya,


RANI
(berujar pada salah seorang pelayan)
Aku ingin menu lengkap yang kedua aja.
 

Seperti dengan sengaja, Rani mendengar Adipati memesan menu yang sama. 

ADIPATI
Aah, beri aku menu lengkap nomor dua!


Rani hanya mencibir karena ternyata Adipati masih mengekorinya. 


ADIPATI
Ah! Duduk saja di sini, aku akan pindah ke depan!

PENGUNJUNG RESTORAN
Tidak apa?

ADIPATI
Tidak masalah. Silakan.

PENGUNJUNG RESTORAN
Terima kasih banyak, kamu sangat baik!

ADIPATI
Selamat makan!


Rani melihat Adipati memberikan tempat duduknya untuk seorang wanita yang tengah hamil tua bersama dua anak kecil dan satu wanita tua. Adipati lantas mendatangi meja Rani yang memang masih menyisakan tiga kursi kosong. Dia membawa makanannya dan langsung duduk di depan Rani tanpa permisi.


ADIPATI
Mau bagaimana cara kita menempuh perjalanan kemari, akhirnya tetap dipertemukan dalam satu meja juga! Selamat makan!

RANI (V.O)
(mencibirnya)
Ada saja akalnya!

ADIPATI
(memperhatikan Rani berusaha membuka kemasan saus)
Butuh bantuan?

RANI
(melirik)
Enggak!


Demi membuktikan bahwa dirinya bisa tanpa bantuan orang lain, Rani harus bersikap gengsi. Lantaran masih tak bisa membuka tutup sausnya, lama kelamaan Rani jadi kesal sendiri dan memutuskan makan tidak pakai saus sambal.


Setelah memperhatikan Rani dengan tatapan meledek, Adipati mendorong sausnya yang telah dibukanya dengan sangat cepat ke arah piring Rani.


RANI
Aku nggak suka saus!


Rani pun segera menyantap menunya yang hampir dingin dengan perasaan dongkol.


ADIPATI
(cengar-cengir)
0203.


Oh? Rani mengangkat pandangan. Apa baru saja Adipati bicara padanya?


ADIPATI
Ya, 0203. Itu tanggal lahir anak kita. Dan juga pin kunci apartemenku.

RANI
Euh, memangnya siapa yang tanya?

ADIPATI
Aku berharap kamu tiba-tiba muncul di kamarku!

RANI
Iikh! Nggak akan!


Rani kembali menghabiskan sisa makanannya tanpa ingin memandang ke arah pria di hadapannya lagi. Meski begitu, ia tahu Adipati terus memperhatikannya sambil tersenyum-senyum sendiri.

Suapan terakhir baru masuk ke dalam mulut, tapi Rani sudah tidak tahan untuk memanggil pelayan ke mejanya. Rani diberi catatan tagihan makannya di mana tertera dua menu yang sama di situ.


RANI
(protes)
Saya dan dia nggak datang bareng. Kenapa kamu tulis tagihannya di bill saya?

PELAYAN
Oh, maaf. Kami pikir kalian adalah pasangan suami istri.


Pengakuan si pelayan sontak mencengangkan Rani sekaligus membuatnya terheran-heran. 


RANI
Setiap hari saya datang makan di sini sendirian, apa kamu pernah melihat saya datang bersama orang lain? Dan ... apa kamu beneran nggak mengenali siapa dia?


Rani menunjuk Adipati, geram.


Si pelayan memandang Adipati sesaat. 

ADIPATI
Maaf, Mbak. Ini adalah hari pertama saya bekerja.

RANI
Aakh, pantesan aja!


Sejenak tertawa geli, Adipati menimpali. 

ADIPATI
Sini, biar aku yang melunasinya. 


Adipati memberikan kartu debit hitamnya dari dompet kepada si pelayan yang lantas membawanya pergi.


ADIPATI
Bahkan orang lain yang baru melihat kita saja memiliki penilaian seperti itu tentang kita. Bukankah ... kita ini sangat serasi?

RANI
Bahkan dalam mimpi pun enggak!

ADIPATI
Hey, Rani. Sepertinya kamu harus segera mengakhiri kesendirianmu!

RANI
Apa urusanmu?

ADIPATI
Wanita yang memiliki pasangan, 90 persen hatinya akan menjadi lebih lembut. Kalau kamu terus begini, setiap orang yang bicara sama kamu akan menjadi sasaran emosi kamu!


Terbelalak, Rani mencoba untuk tidak melawan kali ini. Ia tidak mau semakin membuktikan kebenaran ucapan pria itu, meskipun pendapatnya itu sama dengan pemikiran Tita, asistennya. Maka Rani pun lantas keluarkan selembar uang bernominal paling besar dari dompetnya dan meletakkannya di meja Adipati.


RANI
Aku nggak mau terpaksa menikah dengan kamu hanya gara-gara berhutang makan malam sama kamu!

ADIPATI
Oh?


Rani pun beranjak meninggalkan mejanya, dan juga Adipati yang cekikikan dibuatnya. 

CUT TO.


127. INT. DI DEPAN UNIT APARTEMEN RANI — MALAM

Pemain: Rani, Adipati, Pelayan, Pengunjung Restoran

Ia tiba di depan pintu kamar apartemennya tanpa hambatan, dan ... tanpa ada penguntit. Ketika di lift, Rani sengaja terburu-buru supaya Adipati tidak mengikutinya lagi. Namun ia baru akan memasukkan password kunci kamarnya, pria itu sudah tampak di ujung koridor. Dia berjalan santai ke arah Rani dengan langkah pasti.


ADIPATI
Aah, makan malam tadi rasanya ada yang kurang. Apa ya kira-kira?
(berseru sesampainya dia di depan pintu apartemennya)
Semua yang datang berpasangan dan bersama keluarganya. Mungkin karena itu.


Rani tidak mengerti kenapa menekan digit angka kode kuncinya menjadi lebih berat dari biasanya. Tangannya tertahan di angka lima, karena kerja otaknya mendadak melambat memikirkan ucapan Adipati di belakangnya.


RANI
Aku sangat menikmati makan sendirian selama ini. Jangan berpikir aku ingin seperti mereka juga!

ADIPATI
Oh? Aku nggak ngomong sama kamu!


Rani berbalik ke arah pria itu.

RANI
Apa?

ADIPATI
Aah, kamu lucu banget, sih! 
(berseru seraya mencolek-colek stiker kecil bergambar kepala kucing yang menempel di pintunya)


Entah siapa yang sangat kurang kerjaan sampai harus menempel stiker semacam itu di pintu. Rani dibuat gusar olehnya.

RANI
Siapa yang iseng nempelin stiker di situ, sih? Nyebelin banget!


Rani cepat-cepat masuk ke dalam unitnya dan ia bisa mendengar suara Adipati tertawa di luar.

CUT TO.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar