Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
107. INT. RUMAH WIRA — SIANG
Pemain: Rani, Wira, Ibunya Wira
Ketegangan Rani masih terus berlanjut setibanya ia di rumah Wira. Kedua mata sang ibu mertua membelalak saat Wira masuk ke rumahnya yang bak istana sambil menggandeng istrinya. Masih bisanya wanita itu memperhatikan Rani dari atas ke bawah dengan tatapan menilai dan kernyitan yang seakan-akan Rani ini sangat menjijikkan. Rani ingin sekali hengkang, apa daya Wira terus menggenggam tangannya.
Tak hanya ibunya, Rani sendiri sangat terkejut dengan keputusan suaminya.
Mata sendu Wira terarah pada Rani di sebelahnya. Tidak pernah Rani melihat suaminya seyakin ini bisa hidup tanpa ibunya. Rani senang, tapi juga bimbang.
Pria itu lantas mengajak Rani pergi dari hadapan wanita yang telah melahirkannya. Dia begitu yakin untuk meninggalkan orang tua tunggalnya.
Sang ibu terus memanggil-manggil nama putranya, tapi Wira tak goyah sedikit pun dengan pendiriannya. Dia membawa Rani hingga keluar dari rumah yang telah disinggahinya sejak kecil.
CUT TO.
108. INT. DI DEPAN GERBANG RUMAH WIRA — SIANG
Pemain: Rani, Wira
Wira mau menghentikan langkahnya saat Rani yang meminta, di depan gerbang rumahnya.
Rani mendengkus.
Wira tercenung begitu Rani mengingatkan kembali kalimat yang pernah pria itu katakan untuk menilai akibat dari kemandulan Rani.
Tubuh Rani langsung terasa lemas karena nyatanya tak satu pun alasan darinya yang setidaknya bisa Wira jadikan bahan pertimbangan. Pria itu benar-benar mantap dengan keputusannya. Sepertinya Wira sungguh-sungguh ingin berubah, dia ingin mempertahankan pernikahannya dengan Rani.
CUT TO.
109. INT. APARTEMEN WIRA — MALAM
Pemain: Rani, Wira
Wira menyewa sebuah apartemen untuk ditinggalinya bersama Rani sementara sampai menunggu dia bisa membeli rumah. Wira mengaku masih memiliki cukup tabungan untuk kebutuhan keduanya selama dia mengembangkan bisnisnya, begitupun dengan Rani.
Namun, Rani tak mencemaskan soal uang. Rani masih terus saja memikirkan hatinya yang tertinggal di Bandung. Ia terus teringat Ara dan Adipati.
Rani melihat Wira serius mengucapkan saran yang dulu Rani katakan.
Rani mengangguk mantap lantaran tak ingin meredupkan semangat suaminya.
Mereka duduk berhadapan di atas kasur. Mata Wira begitu dekat menatap lekat mata Rani bersama hasrat yang tertahan di sana. Wira meminta izin untuk mulai bercinta, menegun Rani beberapa saat.
Meskipun hubungan Rani dan Wira tampak membaik, tetapi Rani terus memikirkan Ara dan perannya sebagai ibu yang ditinggalkan.
Wira tertawa lirih.
Rani meminta maaf dalam hati untuk kebohongannya ini. Sudah sangat lama sejak terakhir mereka melakukannya. Sebab seringnya bertengkar karena berbeda pendapat, hubungan intim itu menjadi tidak menggairahkan lagi. Sungguh Rani tidak ingin mengecewakan pria itu, tapi ia lebih tidak ingin memaksakan dirinya yang sedang hampa untuk bercinta.
Suasana dingin di antara keduanya akibat penolakan yang dilakukan Rani, sedikit mencair saat ponsel sang suami berdering nyaring. Dia mendapat panggilan telepon dari asisten ibunya.
Rani kaget.
Ya. Selama lima tahun menjadi menantunya, Rani tidak pernah satu kali pun menyaksikan ibu mertuanya sakit parah hingga harus dirawat intens di rumah sakit besar. Begitu mendengar kabar kondisi kesehatan ibunya yang menurun, Wira langsung mengajak Rani menyusul ke rumah sakit.
CUT TO.