Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
23. TPR skrip #23

76. INT. DI DEPAN PINTU KAMAR MANDI — MALAM

Pemain: Ara, Adipati, Rani, Ibunya Adipati

Ara mondar-mandir di depan pintu kamar mandi di rumah Adipati dan menunggu Rani yang tak juga keluar dari sana. Adipati menghampirinya untuk mencari tahu.


ARA
Papa, kenapa Mama lama sekali buang air kecilnya?

ADIPATI
Mungkin mamamu sekalian mandi.

ARA
Tapi, Pa ... Mama baru aja mandi tadi.

ADIPATI
Kalau begitu, pasti urusan wanita!

ARA
Urusan wanita?

ADIPATI
Sayang, duduklah! Mamamu hanya pergi ke kamar mandi, nanti juga keluar sendiri.


Ibu keluar dari kamarnya menuju kamar mandi yang memang hanya ada satu di rumah ini. 

IBUNYA ADIPATI
Ah, ya ampun ... belum keluar juga?
Dia pikir kamar mandi ini teh miliknya pribadi apa?


Adipati awalnya tidak mempermasalahkan Rani yang sudah ada di kamar mandi selama satu jam. Namun karena Ibu sudah mengomel terus, Adipati pun bertindak.

ADIPATI
(menggerutu)
Aakh, perempuan-perempuan ini, selalu menempatkan aku dalam keadaan sulit!


Adipati mengetuk pintu kamar mandi itu perlahan, takut Rani di dalamnya tak berkenan. 

ADIPATI
Rani? Apa kamu butuh sesuatu?

RANI
Pati ....


Adipati menempelkan satu telinganya ke daun pintu, memasang pendengaran baik-baik. 

ADIPATI
Kamu bilang apa? Apa kamu butuh handuk? Atau ... yang lainnya?

ARA
Mama, cepat keluar, ayo kita bermain lagi!


Tak ada sahutan lagi, tapi baru saja wanita itu bersuara meski terdengar lemah. Kini semua orang rumah menunggunya di depan kamar mandi dengan keluhannya masing-masing. Adipati jadi pusing.


IBUNYA ADIPATI
Sudah satu jam lebih dia di dalam atuh. Kalau kamu nggak keluar juga, Rani, saya akan membuka paksa pintunya!
(mengancam, membuat Adipati serba salah) 
Ibu sudah menahannya dari tadi ini teh, bisa-bisa Ibu mengompol di sini!

Adipati jadi cemas dan menduga-duga kalau terjadi sesuatu yang tidak semestinya di dalam kamar mandi.

ADIPATI
Rani, apa kamu baik-baik aja?


Tak ada suara sama sekali. Adipati menjadi tak tenang. Adipati mencoba membuka pintu yang terkunci dari dalam, tetapi tidak ada respons apa pun dari Rani.


ADIPATI
Kalian mundurlah!

IBUNYA ADIPATI
Eh Adi, mau ngapain kamu teh?

ADIPATI
Pasti terjadi sesuatu pada Rani, Bu. Aku akan mendobrak pintunya.

IBUNYA ADIPATI
Kamu teh jangan bertindak konyol atuh! Bagaimana kalau dia dalam keadaan telanjang?

ADIPATI
Nggak ada waktu mikirin itu, Bu. Lagi pula memangnya kenapa? Aku sudah pernah melihatnya semua!

IBUNYA ADIPATI
Aaakh, kamu mah sama aja, ya! Tunggulah, Ibu akan ambilkan kunci cadangannya! Daripada merusak pintu.

ADIPATI
Kalau begitu, cepatlah, Bu!


Adipati lantas membuka pintu kamar mandi usai mendapatkan kunci cadangan dari Ibu. Adipati berpaling karena khawatir Rani tak berbusana dan tak mau dilihat olehnya. Ibunya dan Ara yang melihat Rani di dalam.


IBUNYA ADIPATI
Ya ampuuun!

ARA
Mama!


Teriakan ibu dan Ara di saat yang bersamaan sontak saja mengalihkan pandangan Adipati ke arah dalam kamar mandi. Adipati membelalak melihat Rani terduduk lemas di lantai dengan darah segar yang mengalir dari balik roknya.

ADIPATI
Rani!!
(meloncat ke dalam, bergegas memberikan pertolongan)

ARA
Mamaaa!


Adipati memindahkan kepala wanita yang masih setengah sadar itu ke bahunya. 

ADIPATI
Apa yang terjadi? 
Kamu masih bisa dengar aku?


Rani hanya menggumam bercampur rintihan. Wajahnya memucat, dan tangannya terus meremas-remas bagian bawah perut. Adipati kebingungan, tak tahu harus berbuat apa. Adipati langsung memangku tubuh Rani.

CUT TO.


77. INT. KAMAR ADIPATI — MALAM

Adipati mengangkat Rani dan membaringkannya di kamar. Ara membersihkan kaki ibunya dengan tisu. Adipati akan menghubungi ambulans lantaran kondisi Rani sendiri sangat lemas. Sementara ibu Adipati hanya menonton saja.


RANI
Aku punya obatnya di tas, kamu nggak perlu memanggil ambulans.
(Mencegah dengan suara lemah. Napasnya pun terputus-putus.)

ARA
(menyahut sambil menggeledah tas mamanya di samping tempat tidur)
Akan aku ambilkan!

IBUNYA ADIPATI
(menceletuk sambil berlalu)
Aakh, palingan hanya nyeri haid saja. Nanti juga reda sendiri itu mah! Menjijikkan sekali!

ADIPATI
(sambil mencoba mengingat-ingat masa lalu)
Kamu nggak pernah seperti ini sebelumnya!

ARA
Mama, apa ini obatnya?

RANI
Benar, Sayang.


Adipati cekatan mengambil botol bening berisi air mineral yang kebetulan ada di kamar. Dengan sedikit bantuan darinya, Rani bisa duduk dan menelan dua kapsul sekaligus sesuai resep dari dokter. 


RANI
Kalian jangan mencemaskan aku. Obat ini cukup ampuh. Aku akan baik-baik aja sebentar lagi.


Mendengar suara Rani dan matanya yang kembali terbuka lebar, Adipati terduduk lemas. Napasnya pun seakan kembali berembus lancar.

ADIPATI
Syukurlah, tapi kamu masih kesakitan!


Tangan Rani tak berhenti meremas-remas perutnya sendiri. Melihat Rani bercucuran berkeringat, Adipati merasa cemas.


RANI
Aku akan baik-baik saja, Pati.


Adipati tak menghiraukan perkataan Rani.

ADIPATI
Ara, pergilah tidur di kamar Oma.

ARA
Tapi aku ingin menemani Mama, Pa!

ADIPATI
Mamamu sedang butuh istrirahat. Biarkan mamamu tidur di sini sendirian.

ARA
Uuh, ya sudah!

ADIPATI
Berikan salam pada Papa dan Mama dulu.

ARA
Selamat malam, Papa. Selamat malam, Mama. Semoga Mama cepat sembuh. Aku sayang kalian!

RANI
Tidur yang nyenyak ya, Sayang. Jangan cemaskan Mama.

ARA
Baik, Ma.


Rani memperhatikan Ara yang penurut. Seketika suasana jadi sunyi karena hanya ada mereka berdua. Adipati melihat Rani dengan tatapan khawatir.


ADIPATI
Sudah berapa kali kamu mengalaminya?

RANI
Mungkin ... ini yang keenam kalinya dalam tiga tahun terakhir.

ADIPATI
Apa?

RANI
Nggak apa-apa, aku udah biasa menghadapinya. Lagi pula, nggak akan ada yang bisa mereka lakukan. Hanya obat peredam rasa sakit sementara untuk mengatasinya. Jalan satu-satunya untuk sembuh tetaplah operasi pengangkatan rahim.

ADIPATI
(menggumam penuh sesal)
Apa yang sudah aku lakukan?

RANI
Kenapa kamu menyalahkan diri kamu sendiri?

ADIPATI
(mengulang kalimatnya lagi sambil menangis dan menutup matanya dengan satu telapak tangan)
Apa yang sudah aku lakukan?!?

RANI
Pati, aku belum mau mati! Jangan menangisi aku seperti itu!


Adipati menyeka air mata dan berhenti terisak.

ADIPATI
Seandainya aku nggak membiarkanmu pergi hari itu ... Seandainya aku bisa menahan kamu ....


RANI
Ini bukanlah salah kamu. Aku sendiri yang nggak mendengarkan kamu. Kamu pernah bilang waktu itu, untuk nggak memaksakan diri melakukan sesuatu yang nggak aku sukai demi menyenangkan hati orang lain. Kejadian ini membuatku sadar yang kamu katakan itu benar.


Adipati terdiam dan termangu.


RANI
Aku terus mengikuti ke mana pun dia pergi, dan melakukan apa yang dia lakukan tanpa peduli apakah itu baik untuk kami. Aku hanya berpikir untuk membuatnya bahagia, agar aku bisa selalu bersamanya. Setelah tahu kondisiku seperti ini, dia nggak bisa disalahkan. Ibunya berkata benar. Seharusnya aku bisa mengeluarkan putranya dari semua kebiasaan buruknya kalau aku beneran cinta, bukan malah mendukungnya. Aku ini istri macam apa? Malah nggak bisa mengingatkannya. Sekarang ... yang ada aku membenci diriku sendiri.


Adipati masih terdiam sambil memperhatikan Rani yang menyalahkan dirinya sendiri.


ADIPATI
Aku berpikir pada saat itu, kamu selalu ingin punya pengalaman dalam setiap hal. Setelah semua ini terjadi, aku nggak akan membiarkan kamu kembali lagi ke sana!


Rani malah merenung mendengar kata-kata penuh perhatian dari Adipati.


ADIPATI
(bertanya cemas sambil mengusap tangan Rani lembut)
Bagaimana? Apa ini masih terasa sakit?

RANI
Sudah lebih baik.

ADIPATI
Kenapa kamu nggak mengikuti apa yang dokter katakan? Membiarkannya terus begini, akan sangat berbahaya buat kamu.

RANI
Pati, aku menyadari kesalahanku. Tapi aku selalu berpikir, aku nggak akan mengerti apa-apa dari suatu hal jika belum mencobanya. Walau semua orang berkata itu baik atau buruk, mungkin saja nggak bagi yang lain. Aku sudah sering melakukannya. Kali ini, aku berharap masih bisa sembuh tanpa cara itu.

ADIPATI
Apa yang bisa kita lakukan kalau para dokter saja sudah memutuskan seperti itu? Kamu masih berharap dirimu bisa hamil lagi? 

RANI
Setidaknya ... dengan rahim ini, aku masih bisa merasakan menjadi wanita yang utuh. Kalau enggak, aku akan merutuki diri aku sendiri sepanjang sisa hidupku.

ADIPATI
Kamu wanita yang sempurna, Rani! Kamu juga seorang ibu.

RANI
Tapi nggak di mata Wira dan ibunya.

ADIPATI
Pikirkan diri kamu, dan orang-orang yang masih peduli padamu. Semua sudah kamu dapatkan. Cita-cita, dan cinta. Sekarang jangan siksa dirimu sendiri seperti ini untuk mempertahankannya. Ada saatnya kamu mengorbankan keduanya untuk kebaikan kamu. Sungguh aku nggak tega melihat kamu kesakitan seperti tadi!


Rani terbius dengan ucapan Adipati yang sangat lembut dan penuh perhatian padanya.

RANI
(terbata)
Aku nggak apa-apa, Pati.


ADIPATI
Kamu nggak baik-baik aja!
Kalau kamu keras kepala ingin mempertahankan rahimmu dan masih berharap bisa memiliki anak lagi, maka jangan cegah aku yang akan melakukan cara lain untuk menyembuhkannya! Apa pun itu!

CUT TO FLASHBACK.


78. INT. KAMAR RUMAH SAKIT — SIANG

Pemain: Rani, Wira, Ibunya Wira

Rani saat itu baru tersadar dari siuman, dan satu-satunya orang yang ia lihat di situ hanya sang ibunya Wira.


RANI
Ma, di mana Wira?

IBUNYA WIRA
Ah, kamu sudah bangun. Wira nggak bisa datang kemari. Dia harus tetap berada di kantor untuk memimpin perusahaan.

RANI
Tapi Mama udah kasih tahu ke dia tentang kondisiku saat ini, kan?

IBUNYA WIRA
Ya, tapi memangnya kenapa? Dia nggak bisa datang karena masih banyak urusan yang lebih penting dari ini. Sebenarnya aku juga malas, tapi Wira yang memintaku menemanimu.


Rani menghela napas mendengar perkataan ibu mertuanya yang menyakitkan.


IBUNYA WIRA
Ini bukan yang pertama kalinya kamu keluar masuk rumah sakit karena pendarahan akibat penyakit yang sama. Dan semua dokter sudah memberikan solusi yang sama juga. Kenapa kamu masih begitu keras kepala ingin mempertahankan rahimmu yang sudah rusak itu? Kamu masih nggak percaya pada diagnosis mereka, dan masih yakin dirimu bisa hamil?


Rani hanya diam dan menatap ibu mertuanya dengan nanar.


IBUNYA WIRA
Bangun, Rani! Apa kamu nggak lelah begini terus? Suamimu saja sudah bosan dengan dramamu ini! Nggak memberikan hasil, malah merepotkan saja! Diangkat ataupun tidak rahimmu, kamu tetap nggak akan bisa hamil, apa kamu mengerti?! Jadi selagi kamu masih menjadi istrinya Wira, aku sarankan untuk segera menyudahi semua ini. Keuntungannya, kamu jadi nggak perlu lagi memikirkan biaya operasinya.

END OF FLASHBACK


79. INT. KAMAR ADIPATI — MALAM

Pemain: Adipati, Rani

Rani berhenti melamunkan kejadian di rumah sakit saat itu karena Adipati menegurnya.


ADIPATI
Rani, apa yang lagi kamu pikirin?

RANI
Pati, jangan terlalu memberikan perhatian lebih untukku, atau akan ada banyak lagi orang yang kecewa padaku. Saat ini saja, aku masih belum tahu harus bagaimana bertanggung jawab pada Wira dan ibunya yang telah menanggung malu karena aku.


Adipati tiba-tiba mengernyit. 

ADIPATI
Pemikiran macam apa itu, Rani? Ketika seseorang bersedia menerima dirimu, maka dia juga harus siap menjaga dan melindungi kamu. Bukannya malah menuntut pertanggungjawaban dari kamu!

RANI
Tapi Wira dan ibunya pernah sangat berharap padaku.


ADIPATI
Dengar, Rani. Kalaupun harus ada orang yang paling kecewa padamu, tentu itu adalah aku! Maka orang yang paling berhak mendapat pertanggungjawaban dari kamu, itu adalah aku!!

RANI
Oh?

ADIPATI
Bersihkan dirimu dan tidurlah. Aku nggak akan mengganggumu lagi. Tapi panggil aku kalau kamu membutuhkan sesuatu!


Rani hendak meminta penjelasan dari perkataan Adipati sebelumnya, tetapi Adipati keburu pergi.

CUT TO.




Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar