Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
46. TPR skrip #46

146. INT. RUANG UTAMA UNIT APARTEMEN ADIPATI — SIANG

Pemain: Adipati, Rani, Ara, Ibunya Adipati

Tepat dugaan, Ara yang terlihat merengek meminta kehadiran ibunya pada sang nenek langsung meloncat dari sofa begitu Rani kembali datang. Pipinya banjir air mata. Namun tak menyurutkan ceria di sebaris senyumnya. Gadis itu memeluk Rani begitu erat seolah takut akan ditinggal lagi.


ARA
Mamaaa!


Sementara itu, Adipati menghampiri ibunya, memintanya baik-baik untuk tidak mengacaukan situasi. 

ADIPATI
Ibu tolong jangan mulai lagi, demi Ara.


Butuh waktu hingga beberapa saat untuk ibunya termenung mempertimbangkannya, sebelum akhirnya bersedia mengalah demi cucunya.


Pesta pun dilanjutkan sesuai rencana, kendati suasana terasa canggung lantaran sepanjang acara berlangsung, ibu Adipati terus saja memasang wajah angkuh. Selepas meniup lilin di penghujung hantaran lagu ulang tahun, Ara memotong kuenya dibantu sang ibu. Mendapat potongan kue pertama dari sang putri tak lantas membuat Rani senang. Ia lebih ingin Ara memberikan persembahan itu pada neneknya. Wanita yang usianya sudah lebih dari setengah abad itu tampak menerimanya dengan setengah hati.


Rani terus berusaha sebisa mungkin mengobral senyum dan tawa meski hatinya terluka. Tujuan semula demi menjaga perasaan putrinya, lamat-lamat kesedihannya pun turut menepi karena sang putri tak pernah berhenti memeluknya. Apalagi ketika Ara membuka hadiah dari ibunya. Sebuah gawai berjenis tablet dengan layar selebar dua belas inci, disambut girang oleh gadis cantik itu. Rani mendapat banyak ciuman dari putrinya, dan itu sungguh suatu kebahagaiaan yang ia rasa tiada bandingan.


Tak terasa, waktu terlalu cepat berlalu. Semua susunan acara telah dilalui, dan kini suasana mulai menyepi.


Adipati tampak sedang berusaha mendekati—dan mungkin membujuk—ibunya yang sejak tadi memilih duduk menyendiri di sofa panjang. Pria itu duduk di sofa yang saling berhadapan. Sementara Ara sedang bersenang-senang dengan hadiah dari orang tuanya di atas kasur. 


ADIPATI
Ayo kita makan bareng, Bu.

IBUNYA ADIPATI
Ibu nggak lapar.
Pesankan satu tiket kereta. Ibu mau pulang aja.


ADIPATI
Tapi kita baru sampai, Bu. Ara juga ingin bermalam di sini sampai beberapa hari ke depan. Aku ... juga berencana mencari tempat tinggal untuk menetap dan menyekolahkan Ara di sini.

IBUNYA ADIPATI
Apa? Kamu nggak serius dengan rencanamu itu, kan?

ADIPATI
Aku serius, Bu! Ibu selalu bilang nggak tega melihatku setiap hari menempuh perjalanan jauh untuk bekerja, kan?


IBUNYA ADIPATI
Ya. Tapi kenapa baru sekarang kamu memikirkannya? Akh, sudah pasti karena dia alasannya!

ADIPATI
Bu, aku sudah memikirkannya matang-matang.


IBUNYA ADIPATI
Ya, dan kamu akan melakukan apa pun kalau kamu sudah sangat menyukainya meski itu akan menimbulkan masalah nantinya.


Walau merasa tidak enak hati lantaran menjadi penyebab ibu Adipati menjadi keki, Rani tetap memaksakan kakinya untuk melangkah menghantar minuman yang telah ia buat. Dengan tangan gemetar, ia suguhkan dua cangkir teh di atas meja untuk Adipati dan ibunya yang selalu membuang muka darinya.


Rani baru akan hengkang, tapi Adipati menahan tangannya. 

ADIPATI
Duduklah!


Takut-takut Rani duduk di sebelah sang kekasih yang terus menggandeng tangannya. Adipati menautkan jari-jarinya ke jemari Rani, meremas-remasnya seolah ingin menyalurkan kekuatan pada Rani yang grogi. Dia tahu benar caranya meredam kecemasan Rani.


ADIPATI
Ibu, kami meminta restu Ibu untuk menikah. 


Di saat yang bersamaan, napas Rani berhenti sejenak. Namun, sang ibu sama sekali tidak tergerak memandang permohonan di mata putranya.


ADIPATI
Kalau akhirnya kami bisa bersama lagi, dan menjadi orang tua yang utuh untuk Ara, kenapa harus ada yang dipermasalahkan, Bu?
(berujar penuh kebijaksanaan)
Masa lalu hanya sebuah proses. Begitupun hari ini untuk masa depan. Apa nggak bisa ... Ibu dan Rani berdamai untuk hasil yang baik?


Entah sudah berapa kali Rani menarik napas panjang, lalu menahannya lama dan akhirnya berembus kecewa. Ibu Adipati sama sekali tak ingin memandang mereka. Betapa Rani ketakutan dibuatnya.


ADIPATI
Ibu selalu mengajariku untuk membenci Ayah karena telah meninggalkan kita demi wanita lain.
(meneruskan)
Ayah lebih memilih hidup bersama istri dan anaknya dari wanita itu. Tapi setelah aku tahu kenapa itu terjadi, aku nggak ingin mendendam lagi. Ayah dan Ibu nggak saling cinta. Ibu tahu, apa jadinya kalau Ayah dan Ibu tetap bertahan dalam pernikahan?


Rani pun lumayan terkejut ketika sang kekasih tiba-tiba membahas masalah keluarganya, penyebab orang tuanya berpisah. Ia menatap lurus Adipati dengan perasaan waswas.


ADIPATI
Aku hanya akan melihat kedua orang tuaku bertengkar setiap hari. Dan aku, aku yang entah kenapa harus dilahirkan, mungkin akan menjadi lebih nggak terkendali. Itulah juga yang Rani pikirkan dan menjadi alasannya untuk membatalkan pernikahan kami dulu.
(masih lanjut bercerita)
Kalau sekarang Tuhan telah membalikkan hati kami, dan kembali mempersatukan kami, bagaimanapun Ibu menolak ... ini sudah terjadi dan pernikahan itu pasti akan terjadi. Kami berharap Ibu merelakan semua yang pernah terjadi dan mulai melanjutkan hidup yang lebih tenang bersama kami.


IBUNYA ADIPATI
Putraku sudah pintar bicara sekarang. 
(menyindir Rani)
Tentunya, cinta membuatmu banyak belajar.
(melanjutkan dengan nada sinis)
Ibu akan jalan-jalan ke luar sebentar. Bersenang-senanglah tanpa mengkhawatirkanku.
(beranjak dan keluar dari apartemen)


RANI
Pati ...! 


Adipati memandangnya, mengelus-elus tangannya.


RANI
Sebaiknya kita nggak memaksakan hubungan ini. Kita masih bisa bersama meski tanpa status!


ADIPATI
Kamu ini bicara apa? Aku ingin kita bisa sama-sama saling memiliki, Rani. Seperti yang pernah kamu bilang, belajarlah dari pengalaman!


RANI
Tapi, Pati ... ibu kamu terlihat sangat membenciku!

ADIPATI
Rani, ingatlah! Ibuku juga pernah sangat menyayangi kamu. Seberapa lama ini akan bertahan, aku tetap akan memperjuangkan, sampai hati Ibu kembali seperti dulu!


RANI
Kamu yakin?

ADIPATI
Iya, Sayang! 


Adipati mempererat genggamannya di tangan Rani, kemudian satu tangannya terangkat menyeka setitik air di sudut mata sang kekasih, hingga Rani tidak jadi menangis.


ADIPATI
Jangan terlalu dipikirkan. Kalau memang Tuhan menakdirkan kita bersatu, tanpa cara apa pun, Dia bisa membalikkan hati siapa saja dalam sekejap. Kita nggak akan bisa menduga apa yang akan terjadi besok!

RANI
Kamu tahu, Pati? Setelah Ayah, nggak pernah ada lagi yang bisa membuatku langsung percaya hanya dengan sebuah kata-kata, selain kamu. Kamu udah mengikatku dengan cara berpikir kamu. Sampai-sampai rasanya aku nggak bisa merasakan kecemasanku lagi.


Tertegun menyelami bola mata Rani beberapa saat, senyum Adipati pun tersungging lembut. Sebelah tangannya terulur memegang pipi Rani yang merasa benar-benar diistimewakan. Sejurus kemudian, Adipati menarik punggung Rani untuk dipeluknya.

ADIPATI
Tetaplah bersamaku, Rani!
Mungkin inilah yang ingin Tuhan lihat dari aku selama ini. Bisa memperjuangkan kamu untuk ibuku.

CUT TO.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar