Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
41. TPR skripl #41

FLASCHBACK

128. INT. KANTOR ADIPATI — BEGIN MONTAGE

Pemain: Adipati, Wira, Calon Istri Wira, Ibunya Wira

- Adipati tiba di kantor propertinya di Jakarta untuk menangani masalah pembatalan pembelian properti oleh seorang ibu paruh baya. 

- Saat hendak bernegosiasi, Adipati melihat Wira dan seorang wanita membersamai ibu itu yang ternyata ibunya Wira. 

- Mereka bertukar sapa dan melanjutkan negosiasi hingga ibunya Wira bersedia tidak membatalkan pembelian rumah dan mengganti dengan yang baru.

- Wira memperkenalkan ibu itu sebagai ibunya dan wanita itu sebagai calon istrinya.

- Adipati terkejut karena belum tahu soal Rani dan Wira yang sudah bercerai.

- Ibunya Wira dan calon istrinya Wira pamit lebih dulu dan menunggu Wira di mobil sementara Wira masih mengobrol dengan Adipati.

- Adipati menanyakan soal Rani.

- Wira menceritakan alasan perceraiannya dan Rani yang terjadi setahun yang lalu saat malam tahun baru.

- Adipati langsung mencari tahu soal keberadaan Rani dari website dan toko online fashion milik perusahaan Rani

- Adipati merencanakan kejutan sebelum bertemu Rani kembali.

END MONTAGE, END OF FLASHBACK


129. EXT. KORIDOR APARTEMEN — PAGI

Pemain: Adipati, Rani

Lewat monitor interkomnya, berkali-kali Adipati mengawasi pintu apartemen Rani pagi itu. Tepat pada pukul delapan, Rani benar-benar membuka pintu sambil menempelkan ponsel di satu telinga, satu tangannya lagi menutup pintunya. Adipati pun bergegas keluar.


RANI
Iya, aku baru selesai mandi dan belum mengecek ponselku. Kamu ada di mana sekarang?


Ketika mendapati Adipati keluar di saat yang bersamaan, Rani langsung tertegun sejenak menatapnya. Meski sengaja, Adipati berpura-pura memasang wajah datar untuk membuat pertemuan ini seperti sebuah kebetulan. Sama seperti yang ia lakukan kemarin-kemarin, selalu memantau wanita itu dari balik pintu dan ia akan keluar di saat yang bersamaan, seolah-olah pertemuan mereka telah ditakdirkan. 


Beberapa saat saling bertatapan, Rani mengerjapkan mata seraya menggelengkan kepala pelan. 

RANI
(kembali berbicara di telepon)
Iya, iya, aku akan segera turun ke sana. 


Rani berjalan melewati Adipati tanpa melihatnya sedikit pun menuju ke ujung lorong. Dia terlihat sangat sibuk dan angkuh. 

ADIPATI
(menggumam sendiri)
Siapa yang bicara dengannya?
(penasaran dan mengira-ngira sendiri)
Bisa-bisanya dia mengabaikanku seperti ini. 
Awas saja! 

CUT TO.


130. DI TEMPAT PARKIR APARTEMEN — PAGI

Di tempat parkir gedung apartemen, Rani menemui Tita yang baru tiba dengan mengendarai mobil milik kantornya. Sesuai perintahnya, gadis itu datang membawakan bahan-bahan yang Rani minta dari kantor mereka. Tak hanya gulungan kain, tapi juga dengan semua perlengkapan untuk merancang busana.


TITA
Mbak, kenapa Mbak nggak pergi ke kantor dan ngerjain rancangan Mbak di sana aja?


Tita mengomel seraya membantu atasannya mengeluarkan banyak barang dari bagasi belakang.


RANI
Aku lagi pengen di rumah aja. Aku ... tiba-tiba punya firasat kalau Wira akan datang ke kantor.

TITA
Hah? Kenapa Mbak bisa berpikir begitu? Sudah lama banget sejak terakhir kali mantan suami Mbak itu datang dan mengacau di butik.

RANI
Aku dengar kabar kalau bulan depan dia akan menikah.

TITA
Oh ya?

RANI
Mungkin aja dia akan datang mengirim undangan untukku.


Tita manggut-manggut. 

TITA
Bukankah itu kabar bagus, Mbak? Dia nggak akan mengganggu Mbak lagi.

RANI
Ya, tapi aku masih nggak mau ketemu sama dia.


Sementara Rani masih sibuk menurunkan barang-barang yang amat banyak, Tita berpikir keras. 

TITA
Kalau menurutku, sebaiknya Mbak memang nggak usah datang ke pernikahannya. Atau dia akan berubah pikiran setelah melihat Mbak Rani!


Pendapatnya sontak melepaskan tawa Rani secara singkat. 

RANI
Ayo bantu bawa semua ini ke atas.

TITA
Hah? Aku lagi?

RANI
Kenapa? Bukankah aku menggaji kamu untuk itu?

TITA
Ah iya, baiklah ....

CUT TO.


131. DI DALAM LIFT APARTEMEN — PAGI

Pemain: Rani, Adipati, Tita

Mereka masuk ke dalam lift dengan sedikit beban. Tita yang menenteng empat tas berisi potongan-potongan kain, juga mendekap satu roll kain sepanjang 50 meter dengan lebar 150 senti—yang tergulung utuh pada pipa sepanjang satu setengah meter, masih harus menarik satu koper berisi perlengkapan lainnya. Sedangkan Rani membawa enam tumpukan kotak persegi besar berisi manik-manik dan bahan untuk dekor lainnya di depan dada, sambil menggandeng tas besar di pundaknya.


Lift yang tadinya hanya berisi mereka berdua, terasa penuh saat seseorang masuk, dan Rani yang tadinya berdiri tepat di tengah-tengah pun harus bergeser mencari posisi aman.


Rani tidak menyangka semua barang yang dimintanya akan sebanyak ini. Rencananya, ia memang akan merancang busana di apartemennya. Namun tidak seperti alasan yang dikatakannya kepada Tita, Rani hanya merasa sedang tidak ingin ke mana-mana. Ia ingin bekerja dari rumah.


RANI
Tita, ayo pencet tombolnya. Aku nggak bisa gerak dan ngelihat apa pun di depanku!

TITA
Aah, tanganku juga udah penuh.

ADIPATI
Biar saya bantu.


Suara seorang pria tak asing di lift yang sama sontak menarik pandangan Rani ke arah seberang Tita. Benar saja, Rani baru mengetahui bahwa orang yang baru saja masuk adalah Adipati.


TITA
(menyambut ceria)
Ah, terima kasih. Tolong tekan tombol ke lantai tiga.

ADIPATI
Oh, kebetulan sekali saya juga mau ke sana. 
(Adipati menekan tombol angka tiga dan pintu lift pun mulai menutup otomatis)
Saya bisa bantu bawakan barang-barangmu juga. Karena sepertinya semua ini sangat menyulitkanmu.
(berujar sambil melirik ke arah Rani yang menggeragap membuang muka ke depan)

TITA
Ah, iya benar.

RANI
(menyahut)
Tita, kamu bisa membawanya sendiri!

ADIPATI
(menyela)
Kamu kelihatan sangat kerepotan. Sini, biar saya bantu bawakan. Saya nggak keberatan.


Adipati langsung mengambil alih tas-tas berbahan kertas dengan ukuran jumbo dan juga gulungan kain dari tangan Tita yang kebingungan.


TITA
Jadi ngerepotin.

ADIPATI
(meringis)
Nggak sama sekali. Saya nggak tega membiarkan seorang perempuan membawa beban sebanyak ini. Lagi pula apartemen saya juga di lantai tiga.

TITA
Wah, terima kasih banyak!

ADIPATI
Nggak perlu sungkan.

TITA
(memandang Rani, berbisik)
Dia sangat baik.


Rani langsung menggeram, lalu berpaling dengan amat dongkol. Ia menahan diri agar tak bergerak, tapi bola matanya tak mampu dicegah untuk mengerling ke arah dua orang di sebelahnya yang terlihat mengobrol sungkan-sungkan. Ketika Adipati mencuri-curi pandang padanya, Rani langsung membuang muka dengan sinisnya.


Tita membiarkan Adipati membawa semua barang-barang yang tadi diangkutnya, dan hanya menyisakan koper. 


RANI (V.O.)
Nyebelin banget. Bisa-bisanya dia berkata nggak tega melihat ada perempuan yang sedang kesusahan, tapi dia bahkan nggak mempedulikanku yang lebih kerepotan. Ini pasti caranya membuktikan bahwa aku nggak membutuhkan bantuan. Baik, aku akan perlihatkan bahwa aku mampu melakukan apa pun sendirian!

TITA
(berbisik)
Mbak, sini aku bawain sebagian.

RANI
(menceletuk)
Nggak usah, aku bisa sendiri!

TITA
Ya sudah.


Setibanya di lantai tujuan, Rani yang masih harus berjaga-jaga agar tumpukan kotaknya tak jatuh saat dirinya melangkah, kembali dibuat kesal oleh Tita dan Adipati yang keluar lift mendahuluinya. Keduanya terlihat semakin akrab dan terus mengobral senyuman.

CUT TO.


132. DI DALAM UNIT APARTEMEN RANI — PAGI

Pemain: Rani, Adipati, Tita

Rani membiarkan Tita yang membuka pintu apartemennya karena dia satu-satunya orang yang tahu pin kuncinya, selain Adipati. Kali ini ia menyerobot masuk terlebih dulu lantaran tak tahan dengan kedua lengannya yang mulai tegang.


TITA
(berseru pada Adipati dengan nada bersalah)
Ah, maaf merepotkan Anda!

ADIPATI
Nggak apa. Saya akan bawa masuk sekalian.

TITA
Oh boleh, silakan.


Rani yang baru saja meletakkan seluruh barang bawaannya ke meja pun melotot mendengar Tita membiarkan Adipati masuk, dan pria itu dengan santainya menginjakkan kaki ke dalam apartemen Rani.


TITA
Iya, Anda bisa letakkan di situ saja.
(mengikuti Adipati menunjuk ke arah lantai) 
Terima kasih banyak. Sekarang ini jarang sekali ada orang yang masih peduli pada kesulitan orang lain semacam ini.


Adipati mesem.


TITA
Namaku Tita, dan ini Mbak Rani, atasan di tempatku bekerja. Tapi kami sudah seperti teman dekat.

RANI
(berseru)
Tita!


ADIPATI
Ah, iya. Aku Adipati! 
(kembali menceletuk)
Jadi kamu bekerja untuknya?

TITA
Ya, di sebuah perusahaan desain pakaian.

TITA
Ah, itu sangat menarik!


Rani geram karena mereka berkenalan akrab dengan tetap mengabaikan Rani sebagai atasan dan pemilik unit apartemen yang saat ini mereka jadikan tempat mengobrol.

RANI
(meninggikan suaranya)
Tita, kamu bisa lanjutin ngobrolnya di luar!


Tita akhirnya menoleh ke arahnya bersama Adipati pun malah menceletuk. 

TITA
Mbak, nggak sopan tahu bicara seperti itu! Dia sudah baik membantu kita.
(kembali memandang Adipati)
Maaf, apa Anda ingin minum sesuatu?


Kedua mata Rani sontak membelalak. Beraninya sang karyawan menasihatinya dan malah menjadi-jadi. 

RANI
(memekik)
Tita! Aku ini bos kamu, dan ini adalah apartemenku! Jangan sembarangan membawa orang masuk, apalagi mengajaknya minum!!

TITA
(berbisik)
Mbak, kenapa Mbak nggak bisa menjaga sikap?

RANI
Untuk apa?!


Tak menggubris kemarahan Rani, Tita kembali memandang Adipati sambil menyunggingkan senyum. 

TITA
Maaf, dia memang begini orangnya.

RANI
(menyahut dengan emosi)
Apa maksudmu begini?


Adipati yang sedari tadi tampak menahan tawa pun menyela.

ADIPATI
Terima kasih untuk tawarannya. Aku akan langsung pergi aja. Tapi kamu bisa simpan nomorku kalau mau.

TITA
Oh, tentu saja!

ADIPATI
0203.

TITA
Oh? Nomor apa itu?

ADIPATI
Itu pin apartemenku, tepat di depan apartemen ini. Kamu bisa langsung masuk kalau ingin menemuiku.


Rani membeliak untuk apa yang didengarnya dari mulut pria itu. Baru saja Adipati memberitahu kode kunci apartemennya pada Tita yang baru dikenalnya tanpa banyak pertimbangan.


TITA
Wah, oke.

ADIPATI
Kalau begitu sampai jumpa lagi!


Adipati mengerling ke arah Rani yang masih tercengang, sebelum akhirnya benar-benar keluar dari apartemennya. 

RANI (V.O.)
Bisa-bisanya dia memberikan informasi sepenting itu kepada orang lain. Aku bahkan nggak tahu berapa nomor ponselnya saat ini. 

TITA
Aaah, ya ampuuun!! Kayaknya dia tertarik sama aku, deh!


Tita berseru antusias, menyadarkan Rani bahwa ada sesuatu yang panas di bagian dalam dadanya.


TITA
Mbak, dia cukup manis, kan? Sepertinya dia juga pria yang mapan dan baik. Ah, aku nggak nyangka akan bertemu jodohku dengan cara seperti ini! Aku juga langsung suka sama dia. Inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?


Respon dan reaksi girang sang asisten tentu semakin membakar sekujur tubuh Rani. Dia merasa berbunga-bunga, bahkan mengakui adanya sebuah cinta, yang justru mendidihkan amarah Rani.

RANI
Tita, cepat kembalilah ke butik dan bekerjalah dengan benar!

TITA
Oh, apa?

RANI
Ayo cepat sana pergi ke butik! Aku udah nggak butuh kamu lagi di sini!

TITA
Tapi, Mbak, aku baru aja nyampe!

RANI
Aku tiba-tiba sakit kepala, jadi aku mohon pergilah!


Ia memaksa asistennya hengkang dari apartemennya dengan sebuah dorongan keras sampai ke depan pintu. Ingin rasanya murka, akan tetapi ia sadar itu hanya akan mempermalukannya. Tita tidak mengerti siapa Adipati bagi Rani, jadi mungkin sikapnya itu bisa dianggap wajar di hadapan orang lain. Sayangnya, antara Rani dan Adipati bukanlah sekadar tetangga lagi.


TITA
Eeeuh, ada apa denganmu, Mbak?

RANI
Sudah, sana cepat!

TITA
Iya, iya, aku pergi! Aneh sekali. Selalu aja kesal tanpa alasan!

CUT TO. 


133. DI DEPAN UNIT APARTEMEN RANI DAN ADIPATI — PAGI

Rani berjaga di depan pintu mengawasi asistennya sampai benar-benar menghilang dari penglihatannya. Belum semenit bayangan gadis itu lenyap dari tikungan lorong, Adipati keluar semakin menambah kegeraman Rani.


ADIPATI
(bertanya dengan wajah polos)
Dia udah pergi? 
Akh, gadis yang lugu.


Rani sudah tak tahan ingin menceletuknya. 

RANI
Apa kamu suka sama dia, dan berpikir untuk bisa mengencaninya, hah?

ADIPATI
Eh? Kenapa kamu marah? Memang apa urusannya sama kamu?

RANI
Ya jelas itu berpengaruh banget ke aku!
(berteriak dengan emosi meluap-luap)
Gimana mungkin aku bisa biarin lelaki yang menjadi ayah putriku mendekati pegawaiku, hah? Itu konyol banget!

ADIPATI
(menggoda)
Aah, kamu nggak rela, ya?

RANI
Nggak rela? Aku cuma nggak mau orang-orang yang bekerja sama aku jadi membicarakan aku karena perbuatan kamu itu! Ngasih pin apartemen ke orang yang baru dikenal, gimana kalau Tita benar-benar datang dan masuk ke apartemenmu? Apa kamu nggak memikirkannya?

ADIPATI
Aku, kan, kasih pin apartemenku, bukan apartemen kamu!


Ternganga, Rani tak jera menegaskan kendati samar-samar ia merasakan malu. 

RANI
Kamu tahu apa akibat dari tindakan kamu itu? Aah, apa kamu memang udah terbiasa melakukannya pada setiap perempuan yang baru kamu kenal? Sudah berapa banyak perempuan yang mendatangimu, atau tiba-tiba muncul di kamarmu seperti yang kamu harapkan padaku kemarin, hah?


Rani menentang Adipati dengan berani. Kini ia sudah berada dekat dengan pria itu hanya berjarak dua jengkal. Tak lagi tanggap merespon, pria itu mengheningkan suasana dengan tindakan menyelami mata Rani terang-terangan. Apalah yang di pikirkannya, tiba-tiba bibirnya berangsur mengembang, kemudian tawa kekehnya keluar dengan irama yang kian mengeras.


RANI
Ngapain kamu ketawa? Ayo jawab!


Seolah lelucon, gertakan Rani justru membuat tawa pria itu makin menjadi-jadi. Dia terbahak-bahak memekakkan telinga Rani.


RANI
Pokoknya aku nggak mau tahu! Ganti pin kuncimu sekarang juga!

ADIPATI
Eh?

RANI
Atau aku akan merusaknya!


Rani sungguh-sungguh dengan ancamannya, tetapi Adipati tak jera menjadikannya lelucon dengan kembali tergelak. Untuk membuatnya berhenti mentertawakannya, Rani langsung membuktikan ucapannya saat itu juga. Ia mendekati perangkat persegi panjang yang terpasang di sebelah gagang pintu. Tanpa benar-benar berpikir, ia memukuli benda itu secara brutal dengan tangan kosong.


ADIPATI
Eeh, apa yang kamu lakuin?
(Adipati mendekat untuk menghalau)
Rani! Hentikan!


Adipati berupaya mencegah tangan Rani yang terus memberontak, tapi Rani kukuh ingin merusaknya. Adipati menarik paksa kedua tangan itu, hingga tubuh Rani berbalik ke arahnya. Sedikit dorongan dari Adipati pun mampu mengentak punggung Rani sampai membentur daun pintu. Dia mencengkeram kedua pergelangan Rani yang direntangkannya di kedua sisi pintu, mengunci pergerakannya dan Rani pun benar-benar tak bisa berkutik lagi.


ADIPATI
Apa kamu cemburu, hm?
(mencetus)
Bukannya ... kamu ingin aku kembali ke duniaku, tanpa melibatkan kamu? Tapi kenapa yang aku lakukan, harus dengan mendengar pendapatmu? Kenapa ... kamu masih ingin mencoba mengatur hidupku?


Saat Adipati mendesaknya dengan berbagai pertanyaan, Rani hanya bisa bungkam. Dengan jarak sejengkal tangan, kedua mata saling menentang dan seakan berbicara dengan bahasa isyarat. Dia mencoba menggali arti dari kekesalan Rani, sementara Rani tetap menjaga gengsi meskipun pria itu terlalu peka menilai sikapnya.


Saat mereka saling menatap, Rani seolah terbius dengan jarak mereka yang semakin dekat. Rani ingin hanyut, tapi beribu alasan menampiknya. Ia membuat Adipati tersentak saat Rani menurunkan tangan dari genggamannya. Tanpa ingin bersuara, ia memutuskan pergi dari hadapan pria itu.

CUT TO.


134. DI DALAM APARTEMEN RANI — PAGI

Pemain: Rani, Adipati

Di belakang pintu, ada sesal yang menggebu-gebu. Rani pun berbalik melihat sosok pujaannya itu dari monitor interkom. Adipati masih di sana, di balik pintu. Terang-terangan pria itu menatap kamera, seolah tahu Rani sedang memantaunya.


RANI (V.O)
Seandainya aku mampu, perasaan yang meluap dari dalam hatiku tentu nggak akan tertahan sampai di mulut aja. Tapi mengatakannya, aku sadar akan menjadi banyak masalah.


Adipati melambaikan satu tangan, kemudian membuat bentuk hati dari seluruh jari tangannya di depan dada. Ulah konyolnya berlanjut dengan melempar sebuah ciuman dengan mengayunkan bibir ke arah kamera. Tawa geli Rani terlepas seketika. Dia paling tahu caranya menghibur Rani setelah emosi menguasai.


RANI
Dasar gila!




Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar