64. INT. RUANG TENGAH RUMAH ADIPATI — PAGI
Pemain: Rani, Adipati, Ibunya Adipati, Ara
Rani bangun dan sudah kembali sadar. Matanya sudah terbuka dan ia ingat kalau dirinya tengah ada di rumah Adipati.
ARA
(berteriak senang)
Mama udah bangun?
Rani menoleh dan menyadari ternyata semalam dirinya tidur di ruang tengah. Di dapur, Adipati memandangnya dengan senyuman cerah. Dia tampak sedang mengaduk masakan di atas kompor dengan setelan kemeja yang rapi dan lengan panjangnya yang tersingsing.
ADIPATI
Syukurlah, kita bisa makan bersama.
Ibu keluar dari kamarnya.
IBUNYA ADIPATI
Ya, kalian makanlah seperti keluarga yang bahagia. Ibu akan makan di luar sajalah!
(Ibu menceletuk masih tak sudi memandang Rani. Wanita itu benar-benar pergi keluar)
Tiba-tiba Adipati sudah duduk di depan Rani dengan secangkir teh hangat.
ADIPATI
Minum ini.
Bergeming sejenak menatap minuman yang diracik oleh pria itu, Rani pun tak mau menolak. Ia mengambil alih cangkir tersebut dan segera menyesapnya, karena tenggorokannya memang terasa kering, juga berbau alkohol. Ah, lega sekali, dan hangat. Perhatian Adipati ini mengingatkan Rani pada kebiasaan Wira yang kerap membawakannya sarapan di kala pagi tiba.
ADIPATI
Masih pusing?
Semalam badan kamu panas banget. Jadi aku siapin air hangat untuk mandi kamu.
ARA
Apa Mama baik-baik aja?
Ayo kita makan! Mama akan cepat sembuh kalau makan yang banyak!
ADIPATI
Oya? Itu berarti kamu juga harus makan yang banyak supaya nggak demam lagi.
Mereka akhirnya makan bersama di ruang tengah.
ADIPATI
Ara, kasih sayurnya ke Mama, Nak!
ARA
Baik, Pa. Mama, makan ini, ya!
RANI
Terima kasih, Sayang.
(beralih menatap Adipati)
Kamu akan pergi bekerja setelah ini?
ADIPATI
Ngg? Entahlah.
ARA
Mama. Papa akan pergi bekerja sesuka hatinya.
RANI
Oh ya? Dasar pemalas!
ARA
Tempat Papa bekerja sangat besar, Papa nggak butuh uang lagi!
RANI
Kamu pernah diajak ke tempat kerjanya?
ARA
Iya, kapan-kapan Mama harus lihat! Tempatnya sangat tinggi dan bagus!
RANI
Kalau papamu nggak keberatan.
Adipati cengar-cengir saja.
ADIPATI
Sudah ceritanya. Ara, pergi gosok gigi kamu! Cokelat di lemari berkurang satu, Oma bilang tadi pagi-pagi kamu yang memakannya.
Ara meringis. Dia bergegas melakukan perintah ayahnya. Rani terus tertawa melihat putrinya.
RANI
Aku akan kembali ke Jakarta aja.
ADIPATI
Kenapa? Kamu baru satu hari di sini.
RANI
Ibu kamu ....
ADIPATI
Ibu kenapa? Bukannya kamu udah biasa melihatnya seperti itu? Dulu kamu selalu bisa menghadapinya.
RANI
Sekarang ini semua sudah berubah. Sebaiknya aku pulang aja, ya?
Terdiam beberapa detik menatap lurus mata Rani, Adipati kemudian menggerakkan bola matanya ke arah belakang Rani. Rani menoleh dan melihat Ara sedang menangis karena mendengarkan perkataannya.
ADIPATI
Kamu lihat, kan?
(membawa dan memeluk Ara)
Sayang ....
ARA
(menjerit sambil menangis)
Papaaaa! Kenapa Mama mau pergi lagi? Kenapa Mama mau meninggalkan kita lagi? Aku nggak berbuat nakal, kan? Apa Mama nggak suka sama Ara? Apa aku udah ngerepotin Mama?
ADIPATI
Bukan begitu, Nak.
ARA
Aku janji nggak akan makan cokelat lagi, dan menggosok gigi setiap hari, asal Mama mau lebih lama tinggal sama kita. Papa bujuk Mama, dong! Bukannya Papa dan Mama harus selalu bersamaku?
ADIPATI
Iya, Sayang ... Iya, Papa akan coba bicarakan ini sama mama kamu.
Rani merasa terharu melihat putrinya yang begitu menyayanginya.
CUT TO.
65. EXT. PEKARANGAN RUMAH ADIPATI — PAGI MENUJU SIANG
Pemain: Adipati, Rani, Ibunya Adipati
Sarapan pagi tak berlanjut. Suasana berubah gara-gara Rani, selera makan jadi menguap. Di pekarangan rumah, Rani berjalan-jalan dengan langkah pendek. Sesekali menatap ke langit tanpa tujuan.
ADIPATI
Aakh, anak gadis nggak mau keluar kamar.
(Adipati datang menarik perhatian Rani)
Begitulah kalau dia udah kesal.
Rani cemberut merasa bersalah.
RANI
Pasti sangat sulit jadi kamu. Kalau begitu aku akan tetap di sini.
ADIPATI
Ara pasti senang mendengarnya.
Rani mengangguk lega.
RANI
Semalam ....
Adipati ... ada yang ingin aku tanyakan ke kamu.
Adipati tak segera merespon, menoleh pun tidak. Dia menatap lurus ke sembarang arah setelah menghela dan mengembuskan napas besar.
RANI
(sedikit berteriak)
Adi!
Pati! Aku manggil kamu!!
ADIPATI
Oh?
(menoleh)
Kamu manggil aku? Rani-ku nggak pernah memanggilku dengan nama depan, lho.
RANI
Iiikh, Pati!
(melayangkan pukulan ringan di lengan pria itu)
Adipati terkekeh.
ADIPATI
Ya udah, katakan apa?!
RANI
Ngg? Ara ... bener dia anakku?
ADIPATI
Eh?
RANI
Apa benar dia lahir dari rahimku?
ADIPATI
Apa yang kamu pikirin? Tentu saja dia anak kamu, anak kita! Kamu ingat? Aku yang menemani persalinan kamu. Aku melihat sendiri bagaimana Ara keluar dari rahim kamu! Bukan dari yang lain, dan nggak ada tuh ketuker sama bayi lain!
RANI
Ya, tentu saja. Aku masih bisa merasakan betul bagaimana saat kaki kecil itu menendang di dalam perutku.
ADIPATI
Nah!
(mengangguk mantap)
Lalu, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Apa Wira udah tahu tentang ini? Apa dia marah dan menyakiti kamu?
RANI
Ah, enggak. Semuanya masih aman.
ADIPATI
Lalu, kenapa kamu tiba-tiba datang dan nggak ingin pulang? Apa Wira nggak nyariin kamu? Aah, dia mengusir kamu karena tahu tentang Ara, kan?
Rani tergelak.
RANI
Kamu masih sama aja ternyata, nggak pernah berubah!
ADIPATI
Eeh, ayo bilang ke aku!
Adipati terus mencolek-colek perut Rani yang tak bisa berhenti tertawa. Di saat seperti ini, masih bisanya mereka bersenda gurau.
RANI
Pati, hentikan!
Puas mencairkan suasana, usaha keduanya untuk meredakan tawa pun berhasil. Rani menatap serius Adipati yang juga menatapnya lurus-lurus.
RANI
Pati ..., aku dan Wira akan bercerai.
ADIPATI
Bercerai?
RANI
Ya. Aku sudah menyerahkan perkara ini pada kuasa hukumku. Dia yang akan menyelesaikan semuanya.
ADIPATI
Bagaimana mungkin? Bukannya kamu sangat bahagia dengan dia? Kamu bilang semua tentang Ara masih aman, lalu kenapa? Bukannya dia sangat mencintai kamu?
RANI
Ya, itu dulu sebelum ibunya menuntut anak dari kami.
ADIPATI
Ayolah, Rani! Itu bukan hal yang sulit!
RANI
Enggak, Pati. Aku nggak seperti dulu lagi. Semua dokter telah memberitahuku, aku nggak akan bisa hamil.
ADIPATI
Apa?
Rani, itu nggak mungkin! Kamu pernah mengandung Ara, kamu yang melahirkannya!
RANI
Aku sendiri nggak pernah menyangka kebahagiaan yang aku rasakan selama hidup bersama Wira akan menjadi musibah seperti ini. Aku pikir dengan mengikuti gaya hidupnya akan membuat kami sama, dan akan selalu bersama. Itu benar. Setiap hari, setiap malam, kami bersenang-senang. Aku sangat menikmati dunia malamnya, sampai-sampai aku merasa dunia ini hanya milik kami berdua aja.
RANI
Dua tahun terakhir, keluarganya terus menuntut anak dari kami jika Wira masih ingin mengelola semua aset peninggalan ayahnya. Mereka inginkan keturunan dari darah daging mereka. Pati, aku juga berpikir itu hal yang mudah. Tapi sungguh kami nggak mengira semua kesenangan itu diam-diam merusak kondisiku dan merenggut harapanku sebagai seorang wanita, juga seorang istri.
Adipati mematung tanpa suara.
RANI
Aku nggak akan bisa hamil lagi. Rahimku harus diangkat.
(suaranya bergetar dan hampir menangis)
Setiap hari ibunya mengintimidasiku. Aku ... aku, aku merasa seperti penjahat kalau masih bertahan di rumah itu yang akan menghancurkan masa depan mereka, dan Wira hanya diam aja.
(semakin kehilangan suara sambil meneteskan air mata)
Dia sama sekali nggak keberatan mengorbankan pernikahan kami. Dia merelakanku, dia mencampakkan aku, Pati ...!
Adipati langsung memeluk Rani.
RANI
Mungkin ini hukuman bagiku yang rela berubah demi dirinya. Aku benar-benar menjadi seperti mereka demi bisa bersamanya. Dulu kamu udah sangat sering memperingatkan aku soal ini, tapi aku ngaak mau mendengarkan kamu. Sekarang aku malu banget sama kamu.
ADIPATI
Nggak, nggak! Selalu ada masalah dalam kehidupan. Kamu akan temukan jalan keluarnya nanti. Aku nggak menganggap ini hukuman untuk kamu, Rani. Ini adalah cobaan dari Tuhan, dan setiap orang pasti mendapatkannya. Setiap pengalaman pun nantinya akan memberimu pelajaran yang berharga!
RANI
Hidupku udah hancur, Pati! Aku nggak punya siapa-siapa lagi. Butuh keberanian untuk datang ke sini dan kembali pada kamu. Benar kata ibumu, aku ini nggak tahu diri!
ADIPATI
Jangan bilang kamu nggak punya siapa-siapa, kamu masih punya aku dan Ara! Hidupmu akan baik-baik aja, Rani. Kamu adalah wanita yang sempurna. Kamu sudah menjadi ibu yang baik!
RANI
(menangis)
Pati, aku hancur ....
ADIPATI
Udah, jangan nangis lagi.
Aku membiarkan kamu menikah dengannya, tapi bukan ini yang ingin aku lihat dari kamu!
(masih memeluk sambil menenangkan Rani)
Sudah, nggak apa. Kamu datang kemari pasti inginkan sebuah dukungan. Kamu akan mendapatkannya dariku!
Tangisan Rani kian keras di dada padat pria itu. Dia masih saja berupaya menghibur Rani. Diusap-usapnya punggung Rani kendati ia tahu Adipati sendiri tampak masih tak percaya dengan apa yang menimpa Rani.
Tiba-tiba Ibu datang dari luar di saat Rani sudah sedikit lebih tenang.
IBUNYA ADIPATI
Eeeh! Apa-apaan kalian teh? Apa yang sedang kalian lakukan, hm?!?
Cepat-cepat Rani melepas pelukan Adipati, segera berpaling menyeka air matanya.
IBUNYA ADIPATI
Heh, Rani! Apa kamu teh sedang mencoba merayu putraku lagi?
ADIPATI
Apa yang Ibu pikirkan?
IBUNYA ADIPATI
Lalu kenapa kalian malah bermesraan seperti itu? Dia ini teh, kan sudah bersuami! Apa kalian sedang mengenang masa-masa indah di masa lalu? Ingat atuh, Adi, dia ini hanya akan datang padamu kalau ada maunya aja! Dia mah nggak pernah benar-benar memikirkanmu! Jadi jangan percaya lagi padanya!
ADIPATI
Ibu!! Sudah, sebaiknya Ibu masuk dan tidur saja!
IBUNYA ADIPATI
Wanita macam apa dia? Anaknya saja nggak pernah dijenguk!
ADIPATI
Ibu masuklah, atau aku akan pergi bersama Rani!
(mengancam sembari menggiring ibunya ke dalam rumah)
RANI
Nggak apa. Aku baik-baik aja. Jangan cemasin aku.
ADIPATI
Ini hanya salah paham. Bukan berarti Ibu nggak suka sama kamu. Aku nggak pernah mengatakan apa pun padanya. Dan aku mohon padamu untuk enggak sakit hati pada ucapannya.
RANI
Ya, aku tahu.
Aku akan keluar sebentar untuk membeli sesuatu.
ADIPATI
Aku akan mengantarmu!
RANI
Nggak usah. Aku ingin pergi sendiri.
ADIPATI
Kamu yakin? Nggak akan membeli minuman keras lagi?
RANI
Ya, aku janji sama kamu. Bilang pada Ara kalau dia mencariku, aku hanya sebentar. Aku nggak akan lama.
ADIPATI
Baiklah.
RANI
Aku ambil tasku dulu.
CUT TO.