89. INT. RESTORAN SIAP SAJI — SIANG
Pemain: Rani, Adipati, Ara.
Mereka duduk di sebuah meja yang telah dipenuhi makanan. Ara duduk di samping Rani, dan Adipati duduk di hadapan Rani.
Adipati
Sayang, minum tehnya supaya badan kamu jadi lebih hangat. Akhir-akhir ini cuaca hujan terus.
Rani
(Menimpali)
Betul. Udara jadi lebih dingin.
Ara
Siap, Papa!
Mereka bertiga pun mulai menyantap makanan.
Ara
Mama, aku seneng banget deh akhirnya bisa pergi jalan-jalan sama Mama. Sekarang jadi ada yang megangin tangan Ara di sebelah kiri dan kanan.
(Meringis senang)
Rani dan Adipati tertawa kecil.
Rani
(Menatap Adipati)
Nggak apa, kita pergi tanpa ibu kamu?
Adipati
Tadi kita udah mengajak Ibu, tapi Ibu tetap menolak, kan?
Rani
(Murung)
Aku jadi nggak enak sendiri.
Adipati
Nggak usah dipikirin. Nanti kita akan bungkusin makanan buat Ibu, ya.
Rani
Ya udah.
CUT TO.
90. INT. BEGIN MONTAGE TIMEZONE DI DALAM MAL — SIANG
- Mereka bertiga mencoba beberapa permainan ringan seperti street basketball, capit boneka, dan lainnya.
- Ara sangat bersemangat dan terus mengobral tawa.
- Rani dan Adipati selalu berdampingan menjaga putri mereka.
- Ara menggandeng tangan Rani dan Adipati di kedua sisi sambil berjalan-jalan di dalam mal.
- Mereka juga berkaraoke ria.
END MONTAGE
91. EXT. TAMAN ALUN-ALUN — SORE MENJELANG SENJA
Pemain: Rani, Adipati, Ara.
Rani dan Adipati duduk di sebuah bangku berdampingan, memperhatikan Ara yang sedang meniup gelembung di tengah lapangan.
Rani
Pati.
Adipati
(Menoleh)
Hm?
Rani
Aku ingin kamu menjelaskan satu hal dari pernyataanmu malam itu.
Adipati
Eh? Yang mana?
Rani
Tentang dirimu yang paling kecewa dan berhak mendapat pertanggungjawaban dariku.
Adipati
Kamu masih mikirin itu. Apa itu mengganggu pikiranmu?
Rani
Aku nggak ingin ada hal buruk yang kita pendam untuk menjaga hubungan baik ini.
Adipati
Itu juga yang aku lakukan selama ini. Selama kamu pergi dan nggak pernah kembali.
Rani
Aku sangat berterima kasih sama kamu, karena nggak bikin Ara membenciku. Meski aku tahu, pasti nggak mudah bagi kamu menerima keadaan selepas kepergianku. Semuanya tentu terasa sulit untuk kamu jalani.
Aku udah jadi orang yang tega ke kamu. Kamu kecewa sama aku karena itu, kan? Kenapa kamu nggak pernah bilang ke aku, Pati?
Adipati hanya terdiam menatap mata Rani dalam-dalam.
Rani
Bodohnya aku, menganggap semuanya baik-baik saja.
Dan bodohnya lagi, sampai kemarin aku masih aja berpikir kalau hukuman yang aku tanggung saat ini adalah karena aku terlalu ingin menjadi seperti Wira dan teman-temannya. Aku terjerumus ke dalam dunia mereka. Aku menganggap ini suatu ujian dalam rumah tangga. Rupanya ... ini adalah karma.
Adipati
(Menyela dengan halus)
Jangan berkata yang tidak-tidak!
Rani
(Tidak peduli)
Dulu aku meninggalkan anakku, sekarang aku ditinggalkan karena nggak bisa memberi mereka anak. Kenapa ... aku baru menyadari ini?
Mungkin kamu sudah menyadari ini. Mungkin juga, ibu kamu akan berpikir sama begitu tahu kondisiku yang sebenarnya.
Adipati
Sedikit pun aku nggak pernah punya pemikiran semacam itu. Apalagi menjadikannya sebagai alasan untuk menghakimi kamu.
Keduanya saling menyelami bola mata satu sama lain.
Rani
Pati.
(Menggenggam tangan Adipati yang tertopang di paha)
Adipati menatap genggaman tangannya.
Rani
Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan semua itu?
Pandangan Adipati kembali terangkat.
Rani
Kamu mungkin bertanya-tanya mengapa aku tiba-tiba menginginkannya. Aku berpikir ... aku nggak tahu sampai kapan aku akan bertahan hidup seperti ini. Mengejar kebahagiaan, nggak akan pernah ada cukupnya, karena nyatanya kebahagiaan nggak selalu menjamin akan menuntas seluruh penderitaan. Tapi dengan bertanggung jawab, satu per satu beban pasti akan habis. Aku harap kamu sependapat denganku. Jadi, izinkan aku memperbaiki semuanya.
Rani semakin mempererat genggamannya.
Rani
Seperti yang sudah kamu lakukan selama ini untukku, aku pun ingin melakukan hal yang sama ke kamu. Aku akan bertanggung jawab. Apakah bisa ... hanya dengan tetap menjadi Rani-mu?
Adipati membisu mempelajari permintaan tulus Rani dengan memasuki matanya secara intens.
Adipati
Kamu selalu menjadi Rani-ku. Tapi nggak pernah benar-benar menjadi milik aku.
Genggaman tangan Rani terlepas dengan lemas.
Rani
Pati, apa baru aja kamu meragukan aku?
Adipati
Justru karena aku sangat mengenal kamu, aku tahu bagaimana dirimu.
(Menatap datar, lalu berpaling mengawasi Ara)
Rani
Apakah itu artinya ... kamu ingin aku benar-benar menjadi milik kamu?
Adipati kembali menatap Rani. Giliran dia menggenggam tangan Rani dan menautkan jari-jarinya.
Adipati
Aku nggak mau serakah.
Rani
Apa yang kamu pikirkan tentang diriku?
Adipati menghela napas dalam-dalam, diembuskannya perlahan.
Adipati
Kita lihat aja dalam satu minggu ke depan. Kalau kamu masih bisa tetap menjadi Rani-ku, maka aku akan memberitahumu bagaimana kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatan kamu di masa lalu.
Rani tersenyum sinis.
Rani
Oke. Aku nggak akan ke mana-mana bahkan sampai kemarau tiba!
(Mengomel sendiri)
Memangnya aku mau pergi ke mana dalam waktu dekat ini? Sok tahu banget!
Adipati tersenyum.
Adipati
Aku nggak pengen kamu melakukan apa pun untuk menebus perasaan bersalahmu itu. Kamu menyadarinya, juga nggak membuatku puas, Ran. Aku sangat tahu, kamu pun terpaksa melakukannya di masa lalu. Tapi sekarang hanya dengan melihat Ara bahagia sama kamu, itu saja sudah cukup mengganti kekecewaanku.
Rani
(Memelas)
Pati, jangan membuatku terus dihantui perasaan bersalah ini.
Adipati
Ya udah kalau memang karena itu, aku nggak akan menolak niat baik kamu. Memangnya ... apa yang akan kamu lakukan seandainya bukan aku yang memintamu, hm?
Rani bergeming sejenak, serius memikirkannya.
Rani
Kalau kamu merasa kekecewaanmu terbayar melihat kebersamaanku dengan Ara, jadi ... aku ingin bisa mempertahankan itu.
Adipati mengernyit. Bukannya menjelaskan maksudnya, Rani melebarkan mata sambil menggigit bibir bawahnya, sengaja memberi kode. Senyum Adipati pun tersungging heran.
Cut to.
92. INT. DALAM MOBIL PRIBADI — SORE MENJELANG MALAM
Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah, di dalam mobil, Adipati tak henti-hentinya melempar senyuman ketika sesekali berpaling pada Rani yang duduk di sebelahnya. Sementara Ara ada di jok belakang bersama banyak mainan barunya.
Rani pun tak dapat menahan bibirnya untuk tidak balas tersenyum. Kendati tak terungkap secara jelas ungkapan Rani beberapa menit yang lalu, sepertinya mereka memiliki pemikiran yang sama. Tersipu mendapat respon antusias dari pria itu, Rani mengetuk-ngetuk pipi Adipati yang tengah menyetir untuk mengalihkan dirinya yang salah tingkah. Adipati menyingkirkan tangan Rani dengan menggengamnya, sampai tiba di rumah.
Cut to.