Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
30. TPR skrip #30

96. INT. KAMAR ADIPATI — MALAM

Pemain: Rani, Ibunya Adipati, Ara.

Rani menjaga Ara yang sudah tertidur di kasur. Sesekali dirinya memandang arah pintu dan menatap jarum jam dinding, menanti kedatangan Adipati


Rani
Pergi ke mana dia? Udah dua jam. Ada urusan apa emangnya?
Kalau nggak ada Pati, aku jadi nggak enak mau ngapa-ngapain di sini.

Rani (V.O)
Aku juga mau melanjutkan obrolan tadi. Aku nggak peduli Pati menganggap ini terlalu cepat, atau bahkan aku ini nggak tahu diri. Apa pun yang Pati pikirkan, semoga dia tahu aku melakukannya juga demi Ara. Kita akan tinggal bersama selamanya, atau meresmikan hubungan, aku akan menyerahkan segala keputusan pada Pati sebagai tuntutan pertanggungjawaban. Urusan ibunya, mungkin bisa kita usahakan setelah ada kepastian.


Mengingat bagaimana cara pria itu menatapnya tadi, juga senyumnya yang malu-malu, Rani meyakini hal baik. 


Tiba-tiba ibunya Pati datang. Dari ambang pintu, matanya melotot ke arah Rani. Beliau mendekati Rani yang langsung tegang, dan menarik tangan Rani dengan kasar.


Rani
Tante?

Ibu
Sini kamu!

CUT TO.


97. EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH — MALAM

Pemain: Rani, Ibunya Adipati,

Ibunya Pati menyeret Rani keluar dari kamar. Rani panik sampai dibawa ke halaman depan. Ia dilempar dengan kasar hingga terpelanting.


Rani
Ada apa, Tante? Kenapa Tante kasar banget?
(Memegangi pergelangan tangannya yang merah dan sakit)

Ibu
(Menceletuk)
Jawab pertanyaan saya! Sampai kapan kamu teh akan tinggal di rumah saya ini?

Rani
Tante ...


Ibu
Sampai kapan kamu teh akan menjadi penghalang kebahagiaan putraku, hah?


Rani gelagapan, takut menghadapinya.

Rani
Apa maksud Tante? Aku cuma ingin bertemu anakku.

Ibu
Anakmu? Hanya karena kamu yang melahirkannya, kamu sebut dirimu ibu tanpa harus menjalani peranmu yang sesungguhnya? 


Rani tak kuasa meluncurkan air matanya.


Ibu
Memasuki kehidupan Ara, sama artinya teh dengan kembali mengungkit luka ayahnya! Apa kamu sadar sudah menghancurkan hidup putraku, hah?!


Rani merasa dadanya terentak dan tersengal.


Ibu
Setelah kamu bangun harapannya untuk membentuk sebuah keluarga, kamu tinggalkan dia begitu saja tanpa memikirkan bagaimana dia akan hidup bersama anakmu nanti! Sekian lama kamu nggak mempedulikan kesulitannya, kamu malah datang menghentikan semua harapannya lagi!

Rani
Apa maksud Tante?

Ibu
(Marah)
Putraku juga berhak bahagia. Adi juga berhak memiliki kehidupannya sendiri. Dengan keberadaanmu di sini, bikin Adi nggak ingin melangkah lagi. Satu per satu kesempatan teh jadi menjauhinya!
Lihatlah, anakku jadi mulai jarang pergi bekerja, dia juga sudah berani menentangku, bahkan menolak wanita yang tulus padanya!

Rani
Aku bersedia bertanggung jawab untuk semua itu, Tante. Aku sudah katakan itu pada Adipati, tapi dia memintaku untuk menunggu waktu yang tepat.

Ibu
(Berteriak-teriak)
Bagaimana mungkin kamu teh akan mempertanggungjawabkannya? Dengan cara apa? Memangnya kamu mampu mengembalikan waktu dan semua pengorbanan Adi?


Rani
Aku memang nggak tahu, Tante. Tapi aku bisa pastiin, aku janji akan melakukan apa pun yang Adipati minta.

Ibu
Aaakh, tentu saja Adi nggak langsung membiarkanmu melakukannya! Kamu mah hanya membual! Putraku juga nggak membutuhkan apa pun darimu! Baguslah kalau dia nggak memberimu waktu, karena dia tahu kamu teh nggak akan bertahan lama di sini!


Rani terkejut seolah mendapat jawaban dari ucapan Adipati saat di alun-alun tadi.


Ibu
Kamu itu benar-benar wanita nggak punya malu. Adipati teh tahu kamu hanya akan datang kalau ada maunya saja! Apalagi kalau kamu sedang dalam masalah. Kamu selalu datang dan pergi sesuka hatimu. Sekarang teh apa lagi yang kamu inginkan dari putraku? Apa suamimu nggak bisa memberimu keturunan, sampai-sampai kamu nggak punya malu kembali ke sini, lalu kamu berencana mengambil Ara dari kami, hah?!

Rani
(Sambil menangis keras)
Tante, aku minta maaf kalau pernah bikin Tante sakit hati. Tapi Tante juga harus mengerti kenapa saat itu aku nggak bisa menikah dengan putra Tante. Aku dan Adipati nggak saling cinta, aku berpikir bagaimana kami bisa menjalani rumah tangga yang seperti itu?


Ibu
(Memicingkan mata)
Nggak saling cinta? Mungkin maksudmu, cuma kamu yang nggak cinta sama putraku!
Adipati-ku mah bukan pemuda mata keranjang apalagi hidung belang yang akan lari setelah nidurin kamu! Putraku bertanggung jawab dan dia berani bersumpah, cuma kamu satu-satunya! Dia nggak akan mungkin melakukan semua itu jika bukan karena cinta!


Rani
Aku tahu Adipati adalah lelaki yang baik, Tante. Tapi dia nggak pernah mengatakan apa pun padaku. Aku berpikir, itu hanya kenakalan kami aja.

Ibu
(Menceletuk geram)
Jadi selama ini kamu berpikir kalau cinta itu teh harus diungkapkan?


Tiba-tiba mendekat, ibunya Adipati mencengkeram kedua lengan Rani. Beliau mengunci tatapannya yang menyeramkan ke mata Rani dengan menyiratkan ancaman.


Ibu
Aku kasih tahu sama kamu, apa itu cinta yang nggak pernah diajarkan oleh ayahmu!


Sebisa mungkin Rani bertahan meski pundaknya berguncang karena tangisan. Ia ketakutan.


Ibu
Cinta mah hanya sebuah nama. Bagaimana kamu merasakannya, kamu sendiri nggak akan bisa menjelaskan itu! Kamu hanya bisa menilainya dari tindakan saja. Jadi, apakah kamu teh yakin putraku nggak pernah melakukan apa pun untuk kamu sehingga itu layak disebut cinta?!
(Membentak dan mengentakkan tangan Rani)
Hanya orang bodoh yang mempertanyakan cinta setelah dua orang memilih hidup bersama!
Tapi lupain aja. Saya teh yakin sekarang ini Adi pasti juga sudah mati rasa sama kamu!


Mata Rani melebar.


Ibu
Sekarang saya mohon sama kamu, jangan mengganggu dan merusak kehidupan kami lagi. Untuk bisa bertahan sampai detik ini, banyak keringat dan air mata yang harus kami peras. Kami pernah hampir diusir dari sini oleh warga karena status Ara! Semua orang teh mengucilkan kami. Adi kesulitan mendapat kepercayaan dan pekerjaan, bahkan Ara pun takut bermain di luar karena semua orang mempertanyakan ibunya!


Rani menelan ludah masih sambil terus berair mata.


Ibu
Jadi saya mohon, biarkan kami hidup dengan tenang. Jangan beri Ara harapan kosong. Dan jangan pernah berpikir untuk bertanggung jawab dengan kembali kepada putraku. Karena bagaimanapun juga, kamu dan Adipati nggak akan pernah bersatu. Kamu sudah nggak memiliki apa pun untuk bisa membahagiakannya. Semuanya sudah kamu persembahkan untuk pria lain! Aku nggak sudi dan nggak rela putraku sampai mendapatkan wanita bekas orang lain!


Dari semua tuduhan dan anggapan buruk wanita paruh baya itu terhadap Rani, pernyataan itulah yang paling membuat Rani terpukul.


Ibu
Semakin lama Ara tahu, dia akan semakin kecewa. Pikirkan masa depannya. Kalau kamu nggak bisa mengakuinya di depan orang-orang di lingkunganmu, setidaknya mah jangan memberinya harapan palsu dengan berpura-pura melengkapi keutuhan keluarganya. Pergilah dan jangan pernah kembali lagi kalau benar kamu memang menyayangi putrimu!


Setelah menekankan permintaan kejinya, wanita itu berbalik meninggalkan Rani. Sampai hati beliau menutup pintu utama rumahnya dan juga semua jendela, membiarkan Rani tercampakkan di luar sendirian.

Cut to.




Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar