Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
26. TPR skrip #26

83. INT. DAPUR RUMAH ADIPATI — PAGI

Pemain: Rani, Adipati, Ara, Ibunya Adipati

Rani baru keluar dari kamar, mendatangi Ara yang sedang memasak bersama neneknya. Ara naik ke kursi pendek supaya bisa menjangkau tinggi meja dapur setinggi perut orang dewasa.


Rani
Waaah, anak Mama lagi bikin apa?

Ara
(Berseru cerah)
Mama! Ara dan Oma mau bikin kue bolu.

Rani
Oh ya? Itu kesukaan papa kamu.

Ara
Benar. Ayo Mama ikut bikin juga, Papa pasti senang!

Rani
Boleh.

Ibunya Adipati
(Menggerutu sendiri sambil memasak)
Aakh, selalu ikut campur!


Rani berusaha tetap ceria di depan putrinya meski merasa tidak enak hati pada ibunya Adipati.


Ara
Mama, ayo tuang tepungnya, aku yang akan memecahkan telurnya.

Rani
Wah, kamu bisa, Sayang?

Ara
Bisa dong, Ma.

Rani
Oke.


Rani melakukan permintaan Ara.


Ara
Mama suka memasak, nggak?

Rani
Itu dulu, saat Papa dan Mama masih kuliah, Mama juga sering sekali memasak untuk papa kamu.

Ibunya Adipati
(Menyahuti kesal)
Cerita yang nggak berguna!


Mendengar ibu Adipati mencelanya dengan nada menggumam, Rani tak bisa mencegah matanya untuk tidak menatap punggung wanita itu. Dia mengumpat pada Rani sambil menangani masakan yang lainnya. Apa pun itu, Rani tidak bisa marah atau sekadar ingin menyapanya. Ia menyadari dirinya yang salah. Rani tidak akan membantah walau apa pun yang coba wanita itu katakan untuk menilainya. Bicara pada nenek Ara, hanya akan memperkeruh keadaan. Demi putrinya, Rani akan bertahan.


Ara
Sekarang bagaimana?

Rani
Sejak sibuk merancang busana, Mama jadi lupa caranya memasak. Jadi Mama lebih sering makan makanan dari luar.

Ibunya Adipati
(Nyinyir)
Sudah menikah, tapi nggak bisa masak! Rumah tangga macam apa itu mah?


Namun lagi-lagi demi sang putri, ia harus mampu berbesar hati. Adipati keluar dari kamar, tampak kerepotan memasang kausnya di badan sambil menerima telepon.


Adipati
(Kesal pada rekan kerjanya)
Saya sudah bilang akan mengambil cuti panjang, kenapa kamu masih menghubungi saya dan membicarakan soal pekerjaan?
(Terus mengomel sendiri)
Kamu ini nggak bisa diandalkan!


Kekesalan dari caranya bicara tentu saja menarik perhatian para perempuan yang ada di dapur. Sekilas dari yang Rani tangkap, Adipati sedang memarahi rekan kerjanya untuk urusan yang dia lalaikan, sungguh pria pemberani. Rani jadi khawatir Adipati akan kehilangan pekerjaannya setelah ini.


Ara
(Mengadu)
Papa suka sekali mengomel.


Rani tertawa.


Dalam hitungan detik saja, pria yang dibicarakan putrinya sudah berdiri di sebelah Rani. Diacak-acaknya puncak kepala Ara sambil terus bicara pada telepon. Tangan Adipati kemudian bergerak memetik sebutir anggur yang ada di meja itu. Dia melahapnya sambil mengarahkan pandangannya ke mata Rani yang juga tengah menatapnya.


Begitu melihat rambutnya yang basah kuyup karena sehabis keramas, Rani mendengkus. Ia beranjak masuk ke kamar. 

CUT TO.


84. INT. DI DALAM KAMAR — PAGI

Pemain: Rani

Lantaran tak menemukan handuk bekas Adipati di meja maupun gantungan dinding, ia berinisiatif mencarinya di laci pakaian. Benar seperti yang diingatnya dari masa lalu saat masih mengandung dan tinggal di rumah ini, Rani menemukan tumpukan handuk yang begitu rapi di dalam sana. Handuk biru di barisan paling atas pun ia tarik kemudian, lalu tiba-tiba sebuah benda jatuh ke lantai di saat yang bersamaan, dari dalam lipatan handuknya.


Rani
Oh?


Itu kotak perhiasan. Rani memungutnya tanpa berpikir panjang. 


Rani (V.O.)
Benda seperti ini disimpan di dalam laci handuk? 


Rani membukanya. Dua buah cincin emas polos berbeda ukuran terpajang berjejer di situ, sepasang cincin pernikahan.


Rani
(Bergumam)
Apa ini milik Pati? Nggak mungkin milik ibunya. Jadi, apakah Pati sedang merencanakan pernikahan?


Rani tercenung mempelajari dugaannya.


Rani
Kayaknya nggak, deh. Ibunya kan lagi jodohin Pati sama tetangganya yang make up-nya tebal itu.


Rani kembali keluar setelah meletakkan kotak cincin itu ke tempatnya semula. 

CUT TO.


85. INT. DAPUR RUMAH ADIPATI — PAGI

Pemain: Rani, Adipati, Ibunya Adipati

Tanpa canggung ataupun permisi, Rani mengeringkan rambut Adipati dengan handuk itu. Adipati tepekur mencerna perbuatan Rani. Adipati terus menatapnya dalam-dalam.


Rani
Kamu masih sama aja seperti dulu.
Pati, ada saatnya kamu harus meninggalkan kebiasaan buruk kamu untuk perubahan yang lebih baik.

Adipati
(Berujar lembut)
Itu betul. Tetapi ada beberapa orang yang sengaja mempertahankan semua kebiasaannya itu, karena ingin mengulang kisah di masa lalu.


Rani tersentak. Namun Adipati malah tersenyum penuh arti. Perlahan kening Rani mengerut. Tersungging senyumnya yang ragu-ragu. Agaknya ia tahu ke mana jalan pikiran pria itu, akan tetapi Rani takut terlalu percaya diri. Ketika Adipati mengangkat kedua alisnya mengisyaratkan sesuatu yang tidak Rani mengerti, ia malah merasa sedang digoda. Rani mengangkat dagunya singkat guna mempertanyakan.


Tiba-tiba ibunya sudah berdiri di antara mereka, melepaskan tangan Rani yang melingkar di leher Adipati. Rani dan Adipati pun kaget.


Adipati
Ibu?

Ibu
Eh, Rani!
(Melototi Rani)
Kamu teh jangan coba-coba mengatur kehidupan putraku lagi!


Rani
(Mengernyit)
Apa?

Ibu
Adi saja membiarkanmu memilih jalan hidupmu sendiri, kenapa kamu teh masih berupaya mengendalikannya?

Adipati
(Membentak gusar)
Ibu!!


Ibu
Dengar, ya! Saya membiarkan kamu tinggal di sini teh karena Adi yang meminta. Dia melakukannya demi putrinya. Walaupun begitu, kamu teh jangan pernah mencoba berpikir untuk mengambil keuntungan apa pun dari semua itu!

Adipati
Ibu teh ngomong apa?


Mata Rani mulai berkaca-kaca.


Ibu
Adi, putraku, Ibu teh curiga dia ingin mengambil Ara dari kamu pelan-pelan! Seperti bagaimana cara dia merayumu, pasti lebih mudah baginya membuat Ara bergantung padanya!


Adipati
(Mendengkus kesal)
Ibu mah tolong singkirin prasangka buruk kayak gitu dari pikiran Ibu!

Ibu
Firasat seorang ibu mah nggak akan salah.

Adipati
Apa Ibu teh lupa? Rani juga seorang ibu. Kedekatan antara dirinya dan Ara, terjadi karena ikatan batin keduanya, bukan karena adanya rayuan apalagi tipuan.


Rani menahan diri dari kesedihan.


Ibu
Di sini Ibu teh belain kamu, tapi kamu selalu saja membela wanita ini! Kalau kamu lebih memilih dia yang ada di sini, Ibu akan pergi saja! Ibu akan bawa cucu Ibu juga!
(Beranjak pergi)

Rani
(Menahan ibunya Adipati dengan menarik tangannya)
Tante!


Ibu
(Menampik tangan Rani dengan kasar)
Lepas! Gara-gara kamu, saya dan Adi jadi berdebat terus!

Rani
Tante, maaf kalau aku sudah melukai perasaan Tante di masa lalu.
Maaf kalau gara-gara aku, Adipati jadi sering membantah Tante.
Aku minta maaf, aku mengaku salah.


Ibunya Adipati membuang muka.


Rani
Aku mohon jangan jauhkan aku dari anakku, Tante. Aku akan pergi dari sini, tapi izinkan aku datang kapan pun untuk menemui putriku. Aku berjanji nggak akan mengambilnya dari kalian.

Ibu
Saya mah udah nggak percaya lagi sama kata-katamu!
Pada saatnya, Ara akan tahu bagaimana dirimu yang sebenarnya!
Saya akan menceritakan semua padanya saat cucuku dewasa nanti.
Kamu teh sudah meninggalkan dia demi keegoisanmu sendiri. Siap-siap aja menghadapi bagaimana putrimu akan membencimu!


Adipati
(Geram)
Ibu, sudah cukup!

Cepat-cepat Adipati mengajak ibunya masuk ke kamar sebelum semakin banyak ancaman yang ditebarkannya kepada Rani.


Bahkan air mata yang Rani jatuhkan tak juga mencairkan kebekuan hati wanita itu. Kata-katanya begitu memukul. Rani sakit sekali mendengarnya. Ia merasa sudah seperti wanita terkutuk yang membawa kesialan bagi orang-orang itu.


Ara berlari memeluk Rani.

Ara
Mamaaaa, apa yang Oma bilang, Ma? Kenapa Oma selalu aja marah sama Mama?

Rani
(Menyeka air mata)
Nggak, Nak. Bukan apa-apa, ini hanya salah paham.


Cut to.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar