80. EXT. RUANG TAMU RUMAH ADIPATI — MENJELANG SIANG
Pemain: Rani, Adipati, Ara, Ibunya Adipati
Rani bangun saat hari sudah siang karena semalaman ia menahan sakit. Kondisinya sudah lebih baik. Rani melihat keluar rumah dan di sana ada Ara tengah menyirami tanaman sedangkan Adipati sedang menjemur pakaian Rani yang kemarin.
RANI (V.O)
Pati ... kenapa dia masih mau melakukannya untukku?
ADIPATI
(mengulas senyum sambil menghampiri Rani)
Kenapa kamu bangun? Istirahat aja seharian ini. Aku yang akan mengambilkan semua kebutuhan kamu. Kamu lapar, ya? Aku udah siapin makanan buat kamu. Semalam kamu belum makan, aku sengaja nggak bangunin karena aku lihat tidurmu sangat nyenyak. Ah, aku juga udah buatin minuman khusus untuk kamu. Aku akan menyiapkannya. Kamu tunggu di sini, ya.
Adipati bergegas masuk entah untuk mengambilkan apa. Ara menghampiri Rani dengan wajah ceria dan langsung memeluknya.
ARA
Mamaaa!
RANI
Aaah, sayangku!
ARA
Apa Mama sudah lebih baik?
RANI
Ya, maafin Mama ya, Ara karena semalam nggak bisa nemenin kamu bermain lebih lama lagi.
ARA
Nggak masalah, Ma. Yang terpenting Mama bisa sehat kembali!
RANI
Kamu memang anak yang baik!
Sementara Adipati masih sibuk di dapur entah sedang apa, Ara menemani Rani sambil bercengkerama dan bersanda gurau. Sampai Adipati datang membawa seporsi makanan dalam nampan, lengkap dengan segelas minuman berwarna cokelat keruh yang tadi disaringnya dari panci.
ADIPATI
Nah, walaupun aku dan Ara sudah makan lebih dulu, kami akan tetap di sini untuk memastikan kamu menghabiskan makanan ini!
Rani mencibir disertai senyuman kecil.
Adipati mengangkat minuman buatannya untuk diletakkan di depan Rani.
ADIPATI
Sebelum itu, minum ini dulu. Ini ramuan khusus yang terbuat dari rempah-rempah.
RANI
Apa? Untuk apa?
ADIPATI
Ini semacam ... detox. Ya, untuk membersihkan racun dari rahimmu.
Rani seketika mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.
ADIPATI
Ayo, minumlah!
Ragu-ragu Rani mengambil gelas berisi cairan kental racikan Adipati itu. Hanya mencium aromanya yang tidak sedap, langsung membuat Rani mual dan menjauhkan wajah.
RANI
Baunya menyengat banget! Ini seperti cairan pembersih toilet!
ARA
(cekikikan)
Hihi.
ADIPATI
A-apa?
ARA
Ara udah bilang kan, Pa! Mama nggak akan suka!
ADIPATI
(mengomel kesal)
Aku berkeliling pasar untuk mencari semua bahan-bahannya, dan kamu bilang itu seperti pembersih toilet?
RANI
Apa pun itu, seharusnya kamu dengar apa kata putri kita. Aku nggak suka aromanya!
ADIPATI
Ada dua belas rempah yang dicampur dengan ketumbar dan kapulaga. Aku memasaknya selama satu jam untuk mendapatkan kekentalan sarinya yang pas! Aku juga sudah mencatat semua bahan dan takarannya supaya kamu bisa meraciknya sendiri nanti.
RANI
Aku nggak mau!
ADIPATI
Aakh, kamu ini. Nurut sama aku coba! Atau kalau nggak, suatu saat kamu akan bilang kalau kamu menyesal nggak dengerin perkataanku!
(meninggikan suaranya)
Ayo habisin. Aku akan menutup hidung kamu.
(Satu tangan Adipati memegangi munuman, satunya lagi bersiap menjepit hidung Rani)
RANI
Pati, aku nggak mau!
ADIPATI
Aku akan memaksa kamu!
ARA
Ayo, Ma! Habiskan!
Rani terus melakukan penolakan, dan Adipati tak mau berbelas kasihan. Dia memaksa Rani meneguk minuman menjijikkan itu hingga habis tak tersisa. Guna memastikan Rani menelan dan tak memuntahkannya, Adipati masih harus membungkam mulut Rani rapat-rapat dengan tangan.
ADIPATI
(berseru puas)
Nah, bagus!
(memasukkan sepotong udang saus tiram ke mulut Rani)
Makan ini biar nggak mual!
Rani menurut saja. Ia memang membutuhkan apa pun untuk bisa menghilangkan rasa getir yang masih melekat di lidah.
RANI
Sayang, bilang sama papa kamu, Mama akan kembali ke Jakarta kalau dia terus memaksa Mama meminumnya lagi!
Bukannya gentar, Adipati dan Ara kompak mentertawakan.
ARA
Mama nggak akan ke mana-mana! Papa bilang, Mama boleh keluar rumah setelah Mama sembuh!
RANI
Apa? Papamu bilang begitu?
ADIPATI
Sudahlah, ayo makanlah ini.
RANI
Aku nggak mau!
ADIPATI
Kamu ingin aku suapi juga?
Meski dengan cemberut, Rani akhirnya memakan apa yang disajikan Adipati. Rani juga sibuk memikirkan Adipati yang masih sendiri sampai saat ini.
RANI
Pati.
ADIPATI
Hm?
RANI
(berucap dengan nada takut-takut)
Aku punya banyak kenalan gadis yang cantik dan dari keluarga baik-baik. Apa ... kamu tertarik kalau aku kenalin kamu kepada salah satunya?
ADIPATI
(menatap Rani datar)
Kalau kamu nggak keberatan Ara punya ibu tiri, ya boleh aja.
Rani terperangah dan mengingat kenyataan itu.
ADIPATI
(meneruskan)
Secantik apa mereka memangnya?
Apakah ada di antara mereka yang memiliki mata besar? Bagaimana dengan bibirnya? Aku suka yang agak tebal karena menurutku itu sangat seksi!
(masih meneruskan ucapannya)
Untuk ukuran dadanya, minimal tiga puluh empat. Jangan terlalu pendek atau terlalu tinggi dariku. Ah, bagaimana dengan kulitnya? Aku suka wanita yang putih dan sedikit berbulu—
Semakin lama, telinga Rani panas mendengar Adipati terus berceloteh menjabarkan kriteria wanita idamannya yang menurut Rani sangat konyol.
RANI
Akh, udah lupain aja! Kamu cari sendiri aja wanita yang sesuai kriteriamu itu!
ADIPATI
Eeh, kenapa malah langsung berubah pikiran? Sudah lama rasanya aku nggak mendapatkan sentuhan wanita. Ide yang bagus kalau aku bisa berkencan pada tahun baru nanti.
Rani memberikan cibiran tanpa komentar. Sungguh muak mendengar bualan pria itu, terlebih ekspresinya yang sangat menjijikkan seolah-olah tengah membayangkan hal yang menyenangkan. Rani jadi menyesali ucapannya sendiri.
ADIPATI
Kapan ya, terakhir kali aku melewati malam bersama wanita?
Melihatnya terus berfantasi sendiri sembari menatap ke langit-langit ruangan, selera makan Rani menipis.
RANI
Pati! Jaga bicaramu di depan Ara!
ADIPATI
Memangnya kenapa? Kamu yang mulai, bukan?
RANI
Lupain aja.
(melanjutkan makan meski dengan enggan)
ADIPATI
Kenapa kamu jadi kesal?
RANI
Aku berpikir, aku baru saja merajut hubungan baik dengan putriku. Aku rasa aku nggak akan rela kalau harus berbagi posisi dengan wanita lain. Aku nggak mau ada orang lain yang menyayanginya melebihi aku. Apalagi kalau sampai Ara menyanyangi wanita itu lebih dari kepadaku!
ADIPATI
Begitu. Tapi ... aku kan baru menjelaskan kriteria fisik wanita yang aku mau. Aku nggak pernah bilang wanita itu harus bagaimana pada Ara!
Rani merasa tertampar dan malu sendiri mendengar perkataan Adipati. Adipati menopang dagu dengan satu tangan, menanti sesuatu keluar dari mulut Rani, seolah memintanya untuk memberikan klarifikasi.
RANI
Apa? Jangan melihatku seperti itu!
ADIPATI
(mendengkus keras)
Kira-kira sampai kapan kamu akan seperti itu? Aku, kan, jadi nggak bisa menikah karena pemikiranmu itu!
Rani menyetujuinya dalam hati.
ADIPATI
Untuk saat ini, baiklah aku mengalah. Lagi pula Ara belum tahu hubungan kita seperti apa sebenarnya. Dia hanya tahu mamanya bekerja di tempat yang jauh. Entah sampai kapan aku akan merahasiakannya. Sulit menjelaskan soal Wira padanya. Aku khawatir Ara nggak bisa menerimanya.
(berbisik, sesekali mengawasi Ara di sampingnya)
RANI
Nggak perlu dijelasin lagi. Semua itu udah berakhir!
ADIPATI
Lalu, bagaimana kamu akan menjelaskan pada putri kita kalau nanti aku menikah dengan wanita lain?
RANI
Ara akan ikut denganku. Kamu bisa menemuinya asal nggak bersama wanita lain.
ADIPATI
Bagaimana mungkin bisa begitu?
RANI
Bisa saja. Aku berhak memutuskannya!
Adipati membuka mulut, hendak protes namun tertahan saat ibunya datang dari arah luar sambil mengeluh panjang.
IBUNYA ADIPATI
Aaaakh, ya ampun! Dia teh ternyata sama saja dengan mereka! Mudah sekali berpaling kalau udah liat pria tampan yang lain mah!
Adipati mengernyit.
ADIPATI
Siapa yang Ibu bicarakan?
RANI
Itu, si Santi! Rumah di sebelah kita yang disewakan teh sudah mendapatkan penghuni baru. Seorang pria muda yang sangat rupawan, dan sepertinya mah orang kaya! Semua tetangga ramai-ramai melihatnya, dan semuanya dibuat tergila-gila olehnya, termasuk si Santi itu!
Adipati menahan tawanya.
ADIPATI
Baguslah, sekarang Ibu jadi tahu, kan bagaimana sifat aslinya?
IBUNYA ADIPATI
Awas, liat aja nanti! Ibu nggak akan termakan rayuannya lagi!
(Ibu bersumpah sambil berlalu ke kamarnya)
RANI
(meledek Adipati)
Sayang sekali kamu nggak jadi menikah dengannya.
ADIPATI
Dia bukan tipeku.
(membalas enteng seraya mengambil segelas air putih milik Rani untuk diteguknya)
RANI
Aku berani bertaruh ukuran dadanya hanya tiga puluh!
Tiba-tiba saja Adipati tersedak mendengarnya.
CUT TO.