41. EXT. DI TERAS RUMAH ADIPATI — MALAM
Pemain: Adipati, Rani, Ibunya Adipati
Rani sedang duduk di teras depan rumah Adipati dengan perasaan tenang. Adipati datang dan langsung duduk di sampingnya. Adipati membawa segelas minuman jernih berwarna merah. Itu seperti sirup.
ADIPATI
Ini, Ibu buatin ramuan untuk kamu. Minumlah.
Rani memandang minuman itu dengan pandangan ragu, kemudian menerimanya.
RANI
Apa ini?
ADIPATI
Chamomile. Kata Ibu, ini berkhasiat membantu menenangkan wanita yang sedang hamil, supaya lebih rileks dan nggak stres.
RANI
Oh.
(Sebelum menyesapnya, Rani mencium aroma wangi yang dihasilkan oleh bunga cantik itu.)
Ini enak. Rasanya kayak teh.
ADIPATI
(berkata sambil tersenyum)
Ibu tahu kamu nggak akan suka minum ramuan rempah yang pahit dan menyengat.
RANI
(menjawab sambil tersipu)
Ibu kamu sangat baik.
ADIPATI
Begitulah. Walaupun ... sedikit cerewet. Tapi dia akan jadi ibu mertua kamu yang menyenangkan.
RANI
Sepertinya ibu kamu begitu menginginkan seorang cucu.
ADIPATI
Aku juga baru tahu. Pasti karena terlalu lama kesepian. Syukurlah, Ibu jadi nggak perlu mencari suami baru.
RANI
(terkekeh pelan)
Kamu dan ibu kamu tuh lucu banget. Aku nggak nyangka akan berjodoh sama kamu.
ADIPATI
Kamu nggak nyangka suamimu akan seganteng aku?
Rani tergelak mendengar celotehan Adipati
ADIPATI
Senang bisa kembali melihat kamu tertawa.
Rani tersipu saat Adipati menatapnya. Rani menyesap minumannya hingga tandas dan ternyata, Adipati mengelap bibirnya hingga mereka berciuman kemudian. Namun, saat bibir mereka masih saling menempel, ibunya Adipati datang dan memergoki mereka.
IBUNYA ADIPATI
Eh, eh! Apa yang kalian lakukan di situ?
Rani dan Adipati hampir terjengkang begitu ibunya berteriak kencang. Sekonyong-konyong keduanya menjauhkan diri dan berpaling saling memunggungi.
IBUNYA ADIPATI
Ya Gusti!
(berteriak sambil menepuk-nepuk tembok)
Kenapa Engkau menghukumku seperti ini, Ya Gusti?
Rani meringis cemas.
IBUNYA ADIPATI
Kalian dengar, ya! Ibu teh merestui kalian, bukan berarti sekarang ini kalian boleh berbuat macam-macam lagi sampai kalian resmi menikah!
(menunjuk Adipati sambil melotot)
Eh kamu, Adipati! Kamu nggak lihat apa perut kekasih kamu sudah sebesar itu? Bukannya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan pekerjaan, atau mengurus pernikahan, kamu teh malah menjadi-jadi! Dasar anak nggak tahu diri!
Rani melirik sejenak ke arah Adipati yang hanya menggaruk-garuk kepala.
IBUNYA ADIPATI
Mulai malam ini mah kamu tidur di luar, Adi. Biar Rani yang menempati kamarmu! Tapi ingat, ya Rani, jangan sampe kamu teh biarin anak ini masuk. Kalau Adi maksa kamu, tendang aja miliknya! Ngerti kamu?
Ibu berlalu ke dalam dan terus merutuk.
IBUNYA ADIPATI
Oh ya Tuhan, rasanya teh baru kemarin aku melahirkannya, sekarang dia sudah mau memberiku cucu!
CUT TO.
42. INT. RUANG TENGAH RUMAH ADIPATI — PAGI
Pemain: Adipati, Rani
Rani keluar dari kamar dengan ceria karena tidurnya semalam nyenyak. Rani memegang perutnya karena pergerakan bayinya semakin terasa. Rani melihat Adipati yang tengah duduk lesehan di ruang tengah dengan beberapa berkas di atas meja.
ADIPATI
Ah, kamu udah bangun! Gimana tidur kamu semalam?
RANI
Karena terlalu nyenyak, aku jadi bangun kesiangan.
Rani melewati Adipati dan menuju ke dapur terbuka untuk menghampiri ibunya Adipati yang tengah memasak.
CUT TO.
43. INT. RUANG MAKAN RUMAH ADIPATI — PAGI
Pemain: Rani, Adipati, Ibunya Adipati
Ibu dan Rani selesai memasak. Rani hendak membawa makanan yang sudah dimasak ke ruang makan dan Adipati menyambutnya.
RANI
Biar aku yang bawa semua ini ke meja.
IBUNYA ADIPATI
Tidak, jangan. Kamu duduk aja.
RANI
Kenapa Tante melarangku terus dari kemarin? Apa Tante masih marah sama aku?
IBUNYA ADIPATI
Kamu sedang hamil. Sebaiknya nggak membebani dirimu dengan pekerjaan. Jangan lakukan pekerjaan yang membuatmu lelah.
(Tangan ibu Adipati masih sibuk merapikan meja dapur)
Ah tapi baiklah, kamu pasti bosan. Kalau begitu bantu bawa yang ringan-ringan saja, ya.
Rani memperhatikan kesibukan wanita itu dengan banyak penilaian.
RANI
Tante, kenapa Tante baik banget sama aku? Padahal aku udah bikin Tante dalam masalah.
Ibunya Adipati menoleh padanya, sama halnya dengan Adipati yang tadinya fokus menulis data di kertas.
IBUNYA ADIPATI
Kita teh nggak mungkin menyesali hal seperti ini terus menerus. Bagaimanapun juga, bayi ini berhak mendapatkan hidup yang layak. Nantinya kan kita akan berbahagia menyambut kelahirannya.
RANI
Tante bahagia?
IBUNYA ADIPATI
Tindakan kalian memang salah, tapi bayi ini mah tidak berdosa. Dia cucu pertama saya, tentu saja saya bahagia!
RANI
Kenapa Tante bisa yakin? Gimana kalau ternyata aku bohong?
IBUNYA ADIPATI
Adipati pernah bercerita, ada tetangga barunya yang sangat baik, bahkan sampai merawatnya saat sakit. Itu kamu, kan?
RANI
Oh?
IBUNYA ADIPATI
Sejak kamu menjadi teman dekatnya, Adi menyuruh saya untuk nggak sering-sering menelepon..
RANI
Eh, kenapa?
ADIPATI
(menyahut cemas)
Ibu, udah jangan diterusin!
IBUNYA ADIPATI
Karena katanya, di sana kamu sudah seperti ibu yang sering mengomelinya untuk hal sekecil apa pun itu.
Tawa Rani pecah seketika. Pundak dan perutnya yang besar ikut berguncang.
ADIPATI
(memekik kesal)
Ibu ini, nggak bisa dipercaya sama sekali!
IBUNYA RANI
Aku sangat mengenal putraku.
Dia nggak akan mungkin mau melakukan hal macam-macam kalau bukan karena dia sangat menyukainya.
Ibunya Adipati langsung memandang Rani setelah melihat anaknya yang salah tingkah.
IBUNYA ADIPATI
Dan kamu, kenapa memilih pemuda seperti dia? Bukankah banyak pemuda yang lebih darinya di sekitar kamu? Pasti karena alasan yang sama, kan!
Rani mematung dan memikirkan jawaban untuk pertanyaan ibunya Adipati.
IBUNYA ADIPATI
Oh ya, jangan panggil “Tante” terus atuh. Kamu boleh panggil “Ibu” saja. Sekarang kamu teh juga anakku.
RANI
Oh? Baik, terima kasih.
Ibu, Rani dan Adipati duduk di kursi meja makan dan mulai menyantap sarapannya. Setelah beberapa lama, Adipati mengambil olahan sayur dengan sumpitnya dan memasukkannya ke mangkuk Rani.
ADIPATI
Ini, makan yang banyak.
RANI
Pati, aku udah kenyang.
ADIPATI
Kamu cuma makan nasi. Coba sayurnya juga!
RANI
Kamu tahu aku nggak suka.
ADIPATI
Ya, aku tahu. Tapi mulai sekarang kamu harus belajar menyukainya. Banyak makan sayur juga bisa menambah stamina. Anak kita pasti akan terlahir sehat!
RANI
(mengulang kalimat itu dengan nada meledek)
Anak kita?
ADIPATI
Ya, anak kita!
RANI
Anak kita?
ADIPATI
Kamu ini!
Sadar tengah digoda, Adipati bereaksi. Ia mengelitik perut Rani yang memekik di sela tawa gelinya.
IBUNYA ADIPATI
(mendeham dan membuat Rani dan Adipati terdiam)
Ehem!
(bertutur datar)
Jangan bercanda saat makan!
Rani dan juga Adipati segera merapikan duduknya seperti semula.
IBUNYA ADIPATI
Bagaimana kalian akan menjadi orang tua nantinya atuh? Melihat kalian seperti ini mah, rasanya sulit untuk dibayangkan.
ADIPATI
Ibu tenang aja, kami akan belajar seiring waktu.
IBUNYA ADIPATI
Kalau begitu, segeralah daftarkan pernikahan kalian. Kamu bisa pakai tabungan Ibu dulu untuk mengurus semua biayanya.
ADIPATI
Baiklah, Bu.
Di tengah obrolan anak dan ibu yang mulai hangat, ponsel Rani bergetar. Ia melihat ponselnya yang memperlihatkan panggilan video dari ayahnya.
RANI
Ayah?
Satu kata terlepas dari mulutnya, langsung mengagetkan Adipati dan ibunya juga.
ADIPATI
Apa?
RANI
Aduh, bagaimana ini?
(Mengambil ponselnya dengan tangan gemetar)
Pati, apa yang harus aku katakan?
IBUNYA ADIPATI
(menimpali)
Jawab aja atuh! Katakan seperti apa yang sudah kalian rencakan kemarin.
RANI
Ayah akan melihatku seperti ini.
ADIPATI
Tenanglah, tunggu sampai ayahmu mematikannya, lalu kamu bisa meneleponnya kembali.
RANI
Ya udah.
Sampai sang ayah benar-benar mematikan teleponnya, Rani cepat-cepat meneleponnya baik sebelum orang tuanya itu melakukan panggilan video lagi. Rani menyapakan speker ponselnya
RANI
Ha-halo, Ayah. Maaf aku lagi makan tadi.
AYAH
(Suara di telepon)Iya nggak apa-apa, Nak. Semoga kamu selalu bersama malaikat pelidung-Nya
CUT TO.