Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
2. TPR Skrip #2

4. INT. RUANGAN DOKTER — PAGI

Pemain: Rani - Dokter (SPoG) 

Rani sendirian pergi ke salah satu rumah sakit ternama di Jakarta. Rani mendatangi seorang dokter kandungan pria (40) yang terakhir kali memeriksanya untuk menanyakan kembali pertanyaan yang selalu diulanginya (bahkan di hadapan suami dan mertuanya).


RANI
(mencecar dengan tak sabar)
Apa Dokter yakin udah nggak ada peluang sekecil apa pun agar aku bisa hamil?


DOKTER
(tercenung beberapa saat)
Kamu sudah melihat sendiri hasil USG-nya. Rahimmu mengalami kerusakan hebat. Beruntung kita mengetahuinya sebelum kerusakan itu berkembang menjadi penyakit yang berbahaya. Walaupun kamu berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol dan segala kebiasaan tidak sehat, kenyataannya semua kebiasaan di masa lalu itu sudah berdampak buruk pada sistem reproduksimu.
(menjeda ucapan)
Kamu harus siap menerima kemungkinan untuk melakukan Histerektomi. Setelah itu, baru kamu bisa sepenuhnya sehat dengan tetap menjaga pola hidupmu. Kalau kamu memaksakan diri untuk hamil dan andaikan itu berhasil, besar kemungkinan bayimu akan lahir cacat.


Rani menghela napas panjang sambil menyisipkan sekumpulan rambutnya yang terurai sepanjang bahu ke belakang telinga. Mendengar penjelasan dokter barusan membuat Rani merasa sesak. Napasnya bergetar, antara marah dan takut. Rani diam saja untuk beberapa saat sambil menahan sakit di hatinya.


DOKTER
Rani, bukan hanya sekali kamu mengalami pendarahan. Itu adalah awal gejala kerusakannya. Mungkin kamu merasa baik-baik saja sampai detik ini, tapi saya sarankan untuk tidak menunggu sampai kondisimu benar-benar lemah.


Rani tersenyum sinis mendengar saran menyakitkan si dokter.

RANI (V.O.)
Mengangkat rahim? Diagnosis ini saja telah membuatku kehilangan hak sebagai seorang istri. Apakah aku harus kehilangan hak juga sebagai seorang wanita jika tanpa rahim di dalam tubuhku?

RANI
(berbicara dengan nada agak sinis)
Aku meragukan pengetahuan Dokter tentang itu. Pengalamanmu sebagai dokter obstetri dan ginekologi pasti belum banyak, karena itu Dokter nggak bisa memberiku solusi lain selain hanya pengangkatan rahim.


DOKTER
Kamu bisa datangi dokter ahli kandungan lain. Semoga mereka bisa membantu dengan cara lain.


RANI
Aku terima saran Dokter kali ini.

CUT TO


5. FLASHBACK — PERJALANAN DARI RUMAH SAKIT KE RUMAH

Rani mengingat kembali hari-hari yang sudah dilewatinya bersama Wira setelah mereka menikah. Ia tidak ingin menyesal karena semuanya sudah terjadi.

Rani sangat menikmati saat-saat itu selama masa pernikahan. Saat-saat yang akhirnya membawa petaka bagi rumah tangganya kini. Bersama Wira, sosok pujaan hatinya sejak berkuliah, setiap hari ... setiap malam ... mereka menghabiskan waktu dengan bersenang-senang.

Mengisap puluhan batang rokok ditemani sebotol minuman keras, Rani melakukannya demi mengimbangi kebiasaan—bisa dikatakan hobi—sang suami. Tak hanya di bar-bar, di rumah pun keduanya kerap berpesta ria dan tak jera menghabiskan banyak harta.

Sekarang Rani harus menerima akibatnya. Haruskah ia marah? Pada siapa? Semua ia lakukan lantaran suka. Wira tidak pernah memaksa Rani mengikutinya. Karena tak ingin jauh-jauh dari sang suami, Rani melakukan apa pun agar bisa selalu berada di dekat pria itu. Entah dari mana pemikiran itu bisa timbul di benaknya. Ia melihat sang suami begitu bahagia saat berpesta. Sebab itulah Rani ingin menjadi bagian dari kebahagiaannya.


END FLASHBACK


6. INT. RUANG TAMU RUMAH KELUARGA WIRA — SIANG

Pemain: Rani, Wira, Ibunya Wira, Teman Ibunya Wira, Seorang Gadis

Rani baru masuk ke rumah suaminya dan berdiri di ambang pintu ruang tamu. Langkahnya tertahan karena mendengar ibu mertuanya sedang berbicara (memuji seseorang) di sana. Rupanya di sana ada teman ibu mertuanya bersama seorang gadis berbadan langsing dengan rambut panjang tergerai dan pakaian modis.


IBUNYA WIRA
Ah, ya ampun. Kamu ini cantik sekali. Masih muda lagi.


TEMAN IBUNYA WIRA
(menyahut)
Dia memang hobi berolahraga.


IBUNYA WIRA
(memuji)
Pantas saja tubuhmu sangat bagus dan bugar.


Rani merasa dibandingkan dan seketika dia merasa minder. Rani mengingat kalau kini tubuhnya tak selangsing dulu dan pipinya pun lebih berisi. Rani kemudian melihat Wira yang tidak menyadari kedatangannya dan hanya diam saja.


TEMAN IBUNYA WIRA
(menyahut kembali dengan ekspresi bangga)
Iya, dia juga sangat pemilih untuk urusan makanan.


IBUNYA WIRA
(menimpali dengan mata berbinar)
Oh ya? Bagus sekali. Mulai sekarang kamu juga harus sering-sering mengajak Wira berolahraga dan ajari dia supaya bisa menjalani kebiasaan yang sehat, ya!


SI GADIS
(bertanya dengan sungkan)
Tapi ... bagaimana dengan istrinya, Tante?


Rani hanya diam saja dan tak ingin beranjak ataupun menegur. Ia hanya menajamkan telinga untuk mendengar percakapan mereka lebih lanjut.


IBUNYA WIRA
Surat gugatan perceraiannya sudah terdaftar di pengadilan. Tidak lama lagi akan masuk ke persidangan. Pengacara kami memastikan semuanya akan selesai dalam waktu singkat, dan kalian bisa segera melangsungkan pernikahan.


Rani menghela napas menyadari bahwa ibu mertuanya memang sudah merencanakan skenario untuk menghancurkan rumah tangganya dengan Wira.


WIRA
(berbicara dengan nada terkejut)
Rani?


Semua orang di ruang tamu langsung melihat Rani yang masih berdiri di ambang pintu. Wira berlari kecil untuk menghampiri istrinya.


WIRA
(bertanya cemas)
Kamu dari mana aja? Kenapa nggak angkat telepon dari aku?


RANI
(berkata dengan nada sinis)
Kita bahkan belum bercerai, tapi kamu udah punya calon istri baru?
(memandang mertua yang membuang muka, lalu kembali menatap Wira)
Mana dulu yang ingin kamu dengar? Salam perpisahan, atau kata selamat?


WIRA
(berbisik dengan mata sayu dan berkaca-kaca)
Rani ....


Rani berputar arah dan kembali keluar dari rumah agar tak terlihat lemah.

CUT TO


7. EXT. DI TERAS DEPAN RUMAH — SIANG

Pemain: Rani, Wira

Wira menyusul Rani sambil memanggil-manggil nama istrinya hingga dia berhasil menahan Rani di teras depan.

WIRA
Sayang, Sayang, dengerin aku!


Rani memberontak dari genggaman tangan sang suami di lengannya. Rani tak bisa menahan diri untuk tidak menangis karena suaminya pun sedang menangis.

RANI
(bertanya dengan nada tinggi)
Apa lagi?
Apa yang bisa kamu lakukan, hah? Kamu terlalu berbakti pada ibu kamu, sampai-sampai kamu rela mencampakkan istrimu sendiri.


WIRA
Aku nggak bisa menolak keinginan Mama, apa pun itu, karena kamu tahu aku udah berjanji untuk itu sejak papaku meninggal dunia. Dan kamu pun nggak pernah keberatan sejak kita memutuskan untuk menikah.


RANI
Ya, tapi bukan berarti untuk keinginannya yang satu ini!


WIRA
Tapi alasan Mama benar. Mama hanya ingin menjaga apa yang ditinggalkan oleh Papa. Coba pikirkan beberapa tahun ke depan. Kita akan kesulitan kalau nggak memiliki keturunan, dan semua itu akan semakin rumit kalau keturunan itu bukanlah dari darah dagingku. Beberapa orang akan mempertanyakan, atau mungkin memanfaatkan. Sayang, kita harus berpikir logis!


Rani menyelami mata suaminya untuk beberapa saat. Wira yang ada di hadapannya seperti bukan suaminya lagi. Hampir seluruh pemikirannya sudah terpengaruh oleh ibunya.

RANI
Itu artinya kamu setuju kalau kita berpisah.
Seandainya aja kamu mau berusaha lagi denganku, seandainya aja kamu yakin padaku ... aku pasti bisa memberimu anak.


WIRA
(menangis dengan bibir bergetar)
Rani ... aku tahu ini nggak mudah bagimu, tapi lambat laun kamu harus bisa menerima bahwa—


RANI
(menyela dengan berang)
Aku nggak mandul!
Aku tekankan padamu sekali lagi, Wira, aku bisa hamil!


Wira hanya menggeleng sambil terus menangis. Dia meraih kedua tangan Rani dan menyimpannya di dada. Wira lantas mencium tangan Rani dengan penuh penyesalan.


Rani sontak menarik tangannya hingga wajah Wira terangkat.

RANI
Tapi baiklah. 
Aku turuti kemauanmu dan mamamu.
Kita bercerai.


Rani melangkah pergi dengan rasa sakit hati yang kian terasa. Dia terus menangis, tetapi Wira tidak menyusulnya, hanya memanggil-manggil namanya begitu saja. Rani tidak memiliki alasan untuk berhenti.

CUT TO


8. FLASHBACK — JALAN

Pemain: Rani, Wira

Rani membayangkan masa-masa penuh kenikmatan dalam tiga tahun pertama pernikahannya dengan Wira yang dicintainya sejak kuliah. Kemesraan selalu mengukir hari-hari mereka berdua.

END FLASHBACK


9. INT. DALAM TAKSI ONLINE — SIANG

Pemain: Rani, Sopir Taksi Online

Rani masuk ke dalam sebuah mobil taksi online dan sesaat setelahnya, gerimis mengguyur kota. 


SOPIR
Alamat tujuan sesuai di aplikasi ya, Non?


Rani tidak lekas menjawab pertanyaan si sopir, tetapi ia malah mengusap layar di ponsel yang dipegangnya sedari tadi. Rani begitu cekatan membuka sebuah folder yang ada di ponselnya. Ada sebuah fail tersembunyi yang terletak di salah satu aplikasi penyimpanan online dengan kode rahasia yang hanya diketahui dirinya.

Rani menatap puluhan foto yang memenuhi isi map digital. Ada banyak potret seorang gadis kecil yang sama dengan gaun-gaun yang indah dan bermacam model, juga warna. Foto-foto yang ia unduh dari email masuk setiap bulan selama beberapa tahun kemarin.

Gadis yang lucu dan cantik, yang usianya bertambah satu bulan di setiap foto. Rani mengusap layar, memperhatikan foto-foto gadis yang kini berusia enam tahun itu bergantian. Entah mengapa senyum Rani selalu saja tersungging setiap kali melihat itu, sekalipun saat ini air mata sedang menghujani pipinya.


SOPIR
(kembali bertanya dengan nada cemas)
Kenapa, Non? Apa ada masalah?


Rani tersadar bahwa dia belum menjawab pertanyaan sopir sejak tadi sementara mobil sudah melaju membelah jalanan ibu kota. Dia tadi memesan taksi online untuk alamat asal yang diketiknya tanpa berpikir. Tapi sekarang, Rani sudah memutuskan ia akan pergi ke mana.

RANI
Bisa Bapak antarkan saya ke Bandung? Bapak bisa antarkan saya dulu ke alamat di aplikasi. Setelahnya, bisakah saya menyewa jasa Bapak untuk mengantar saya ke Bandung dengan mobil ini?


Sopir tampak membelalak untuk sejenak sebelum kemudian mengangguk menyetujui.


DISSOLVE TO


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar