39. INT. DI RUANG TAMU RUMAH ADIPATI — SIANG
Pemain: Adipati, Rani, Ibunya Adipati
Setelah mengurus cuti kuliah mereka dan juga Adipati resign dari pekerjaannya, mereka berangkat ke rumah Adipati di Bandung. Saat tiba di rumahnya, Adipati menjelaskan semuanya dan ibunya Adipati tampak murka.
IBUNYA ADIPATI
Dasar anak nggak tahu diri kamu teh, hah!
Ibunya Adipati marah dan memukuli punggung Adipati sambil terus mengumpat.
ADIPATI
Aw aw aw! Sakit atuh, Bu!
Rani hanya meringis dan mundur dari duduknya karena melihat Adipati dipukuli ibunya.
IBUNYA ADIPATI
Di sini Ibu teh kerja keras siang dan malam biar bisa nyekolahin kamu tinggi-tinggi, tapi kamu tiba-tiba pulang dan malah bawa aib keluarga!
ADIPATI
(membantah sambil melindungi kepalanya dari serangan sang ibu)
Aku pulang bawa keluarga baru buat Ibu.
IBUNYA ADIPATI
Keluarga baru kamu bilang? Memangnya kamu bisa menafkahi mereka, hah? Sekolah kamu aja teh juga belum lulus!
ADIPATI
Aduh, duh, aw!
RANI
(memekik sambil berusaha melerai)
Ibu, Ibu, aku mohon hentikan!
Adipati dan ibunya tertegun mendengar suara Rani.
IBUNYA ADIPATI
Kamu manggil saya apa?
RANI
(menjawab gugup)
I-Ibu.
IBUNYA ADIPATI
Kamu teh belum jadi mantu saya, kalian belum menikah!
ADIPATI
(menyela)
Ibu ini! Memangnya kenapa Rani nggak boleh panggil Ibu juga? Ibunya udah meninggal saat melahirkan dia. Lagi pula dia sedang mengandung cucu Ibu, kan!
Begitu Adipati menjelaskan kondisi Rani, ibunya tampak tercenung. Dia beralih memandang Rani, memperhatikannya dengan saksama hingga pandangannya menurun ke perut Rani, membuat Rani tertunduk malu dan sedih.
IBUNYA ADIPATI
(menunjuk-nunjuk Rani)
Aaakh, saya masih nggak habis pikir ini mah! Gadis macam apa kamu ini? Kenapa mau-maunya tidur dengan pemuda pengangguran seperti dia!
ADIPATI
(menimpali sambil sedikit berteriak)
Aku janji setelah ini aku akan cari kerja!
IBUNYA ADIPATI
(membentak anaknya)
Diam kamu!
Lihat, dia ini geulis pisan. Butuh berapa untuk biaya perawatannya? Apa kamu teh sanggup membiayai semua kebutuhannya, hah? Pakaiannya, nyalon, bedak, lisptik, skincare! Untuk makan aja kamu mah masih minta sama Ibu!
ADIPATI
Rani bukan gadis yang seperti itu, Bu! Kami tinggal di kosan yang sama. Dia yang aku ceritakan waktu itu ke Ibu.
Pandangan Rani berputar cepat pada Adipati sambil berpikir heran.
ADIPATI
(menggerutu)
Lagian ... Aku, kan lumayan kasep juga untuk jadi suaminya mah.
IBUNYA ADIPATI
Dasar anak kurang ajar! Kamu berani nidurin anak orang, dan sekarang kamu bawa dia pulang! Sudah berapa banyak atuh gadis yang kamu—
ADIPATI
Ibu ini ngomong apa, sih?!?
(Adipati memotong kalimat ibunya dengan geram)
Cuma Rani satu-satunya! Apa Ibu nggak percaya sama anak Ibu sendiri?
IBUNYA ADIPATI
Gimana Ibu bisa percaya? Di telepon kamu selalu bilang lagi belajar, tapi apa ini? Belajar bikin anak maksud kamu, hah?!? Ya Gustiii, apa salah dan dosaku?
CUT TO.
40. INT. DI RUANG TENGAH RUMAH ADIPATI — SIANG
Pemain: Adipati, Rani, Ibunya Adipati
Untuk beberapa saat, ibu dan anak itu masih ribut hingga amarah ibunya Adipati mulai reda. Ibunya Adipati mengajak mereka duduk di ruang tengah.
IBUNYA ADIPATI
(memperhatikan Adipati dan Rani bergantian)
Gimana dengan ayahmu?
ADIPATI
(menceletuk)
Ayahnya sangat kejam. Rani pernah dipukuli habis-habisan hanya karena terlambat pulang.
IBUNYA ADIPATI
Pantas saja kamu ajak dia pulang kemari. Kalau nggak, kepalamu teh pasti sudah dipenggal ayahnya!
Adipati cemberut.
RANI
Aku meminta maaf untuk masalah yang udah terjadi.
IBUNYA ADIPATI
Kenapa kamu minta maaf? Kalian melakukannya karena saling mencintai, kan?
Tapi walaupun cinta, bukan berarti bisa membenarkan semua cara. Cinta juga punya batasan. Kalian masih muda, kenapa pola berpikir kalian teh begitu pendek?
Rani hanya menunduk dan dalam hatinya ia membenarkan perkataan Ibu. Namun, semua memang sudah terjadi.
IBUNYA ADIPATI
Sudahlah. Jadi kamu mah akan tinggal dan melahirkan di sini?
ADIPATI
(menimpali)
Benar. Kami berharap Ibu mau membantu merawat anak kami nanti.
(menggerutu begitu ibunya melototinya)
Itu, kan cucu Ibu juga!
IBUNYA ADIPATI
(bertanya pada Rani yang masih menunduk dengan napas yang tersengal-sengal karena menahan emosi)
Sudah diperiksakan ke dokter?
Rani menggeleng singkat.
IBUNYA ADIPATI
(memerintah)
Berbaringlah, biar saya lihat.
RANI
Oh?
ADIPATI
Ibu akan memeriksamu.
RANI
Me-memeriksa apa?
ADIPATI
Kandungan kamu.
RANI
Apa?
ADIPATI
Tenang aja, ibuku seorang bidan dulunya. Dia sudah banyak menangani pasien hamil. Persalinan beberapa warga di sini juga dibantu olehnya.
Rani mengangguk. Ia tidur berbaring di tengah ruangan itu di atas matras yang dibawa Adipati dari kamar.
RANI
Ah!
Begitu Rani mengerang saat sang ibu memerikssa perutnya, Adipati langsung panik.
ADIPATI
Ibu bikin Rani sakit!
IBUNYA ADIPATI
Memangnya kamu tahu apa? Mendingan diam aja kamu teh.
Rani tidak tahu apa yang dilakukan wanita itu. Lama-lama ia meragukannya karena dirinya merasa mual lantaran perutnya ditekan-tekan.
IBUNYA ADIPATI
Sudah dua puluh satu minggu. Ukurannya sekitar dua puluh lima senti.
Rani melongo, sedangkan Adipati terbengong heran mendengar informasi yang diberikan ibunya terkait kondisi janin yang dikandung Rani saat ini.
Sebagai langkah selanjutnya, Ibunya Adipati lantas mengambil fetal doppler dari kotak yang diambilnya tadi. Ibu menempelkan bagian probe benda itu di perut Rani setelah mengoleskan gel bening di permukaan perut Rani, dan mulai menggeser-geser benda tersebut. Terdengar bunyi seperti gemuruh yang disusul bunyi detakan kencang dan cepat.
ADIPATI
(Bertanya dengan penasaran)
Suara apa itu?
IBUNYA ADIPATI
Ini teh suara detak jangtungnya.
ADIPATI
Woah
(berseru senang sambil tersenyum pada Rani)
Benar-benar ada kehidupan di dalam perut kamu!
Rani dan ibu Adipati tergelak bersamaan akibat kekonyolannya.
IBUNYA ADIPATI
Nggak ada masalah sama janinnya. Semuanya normal. Tapi sebaiknya lakukan pemeriksaan ulang ke rumah sakit. Di sana kamu akan diminta untuk melakukan serangkaian tes. Biar Adi yang mengantar kamu.
Rani mengangguk senang.
IBUNYA ADIPATI
Kalian harus menikah. Secepatnya.
CUT TO.