93. EXT. GANG DEPAN RUMAH ADIPATI — MALAM
Pemain: Adipati, Wira, Rani, Ara.
Rani dan Ara turun dari mobil yang terparkir di depan gerbang rumah dengan wajah ceria. Keduanya langsung masuk, sementara Adipati masih harus mengamankan mobilnya.
Sambil berjalan menuju pintu gerbang, pandangannya tersita pada sebuah mobil yang melaju dari awah berlawanan dan berhenti tepat di depan rumah bergaya minimalis yang ada di seberang rumahnya.
Adipati (V.O)
Apa itu tetangga baru yang Ibu bilang jadi idola para perempuan di sini? Seperti apa dia?
Adipati memelankan jalannya, menunggu sampai si pengemudi mobil keluar karena penasaran. Sampai dia keluar, Adipati membelalak terkejut melihat itu adalah Wira. Ia baru akan buru-baru masuk ke dalam rumah, tapi Wira menoleh dan menyadari keberadaanya.
Wira
Hey! Kamu ... Adipati, kan?
(Tangannya menunjuk Adipati)
Adipati panik seketika.
Adipati
Ah, iya.
(Gugup)
Akhirnya dengan wajah berseri, Wira berjalan menghampirinya. Adipati sangat berharap ini tidak pernah terjadi, tapi pria itu benar-benar nyata di depannya.
Wira
Nggak disangka kita bertemu lagi di sini.
(Berseru senang dan tak menyangka)
Adipati
(Tersenyum kaku)
Bagaimana kondisimu?
(Melirik ke arah gerbang rumahnya, takut Rani akan keluar)
Wira
Jalanku sudah kembali normal.
Adipati
Syukurlah. Apa yang kamu lakukan di sini?
Sejenak menoleh ke belakang ke arah mobilnya, Wira kembali memandang Adipati.
Wira
Aku menyewa rumah ini selama tinggal di Bandung. Mungkin ... sampai aku menemukan apa yang aku cari.
Adipati terkejut bukan main.
Wira
Ini rumahmu?
(Menunjuk rumah Adipati)
Adipati
(Bingung)
Ngg, ya.
Wira
(Berseri-seri)
Wah, kita tetanggaan rupanya!
Adipati tersenyum cemas.
Wira
Bisa kita minum bareng di rumahmu?
Adipati
(Membentak)
Nggak!
Wira tersentak heran.
Adipati
(Gugup)
Maksudku, enggak untuk saat ini. Aku baru aja mau keluar. Aku akan beli syal untuk putriku. Iya, syal. Aku udah janji sama dia. Seisi rumah bisa hancur kalau dia marah. Jadi aku harus pergi sekarang juga.
Wira
Kamu sudah punya anak?
(Tercengang)
Adipati
Ya, enam tahun usianya.
Wira
(Berseru takjub)
Woah, kamu masih terlihat muda, lho!
Adipati
Aku harus buru-buru.
Wira
Kalau begitu aku ikut denganmu!
Setelah itu kita bisa minum bersama, bagaimana? Beberapa hari kemarin, aku merasa kesepian nggak ada teman minum.
Adipati
Oh, boleh. Ide yang bagus.
Wira
Kita bawa mobil sendiri-sendiri aja ya, karena satu jam lagi aku ada urusan di luar. Aku juga khawatir istrimu tiba-tiba memintamu pulang cepat.
Adipati
(Terkekeh hambar)
Nggak masalah.
Mereka pun masuk ke mobil masing-masing.
Cut to.
94. INT. TOKO PAKAIAN — MALAM
Pemain: Adipati, Wira
Saat Adipati berpura-pura sibuk memilih syal yang digantung berjejer di dinding, ia memperhatikan Wira yang turut melihat-lihat sarung tangan di etalase. Ia kebingungan dengan situasi menjebak ini.
Pandangan Adipati berhenti pada sebuah manekin perempuan dewasa dan anak perempuan di sisinya. Kedua patung itu didandani dengan mantel yang sama persis dan tentunya berbeda ukuran. Di bagian leher melingkar syal berwarna merah muda dengan bordir cantik berbentuk bunga-bunga kecil di tengahnya. Kedua patung boneka anak dan ibu itu langsung mengingatkan Adipati pada Rani dan juga putri mereka. Membayangkan kedua perempuan itu mengenakannya saja membuat Adipati tersenyum geli.
Wira
(Tiba-tiba sudah berdiri di samping Adipati)
Wah, sepasang syal yang cantik untuk istri dan putrimu. Mereka pasti akan terlihat kompak!
Adipati
Aku nggak punya istri.
Senyum Wira langsung lenyap.
Wira
Apa?
Adipati
Maksudku, kami sudah berpisah.
Wira
Sorry, sorry.
Adipati
Nggak perlu minta maaf. Semua itu sudah menjadi cerita lama.
Usai mendapatkan sebuah senyuman, Adipati lalu mendapat tepukan di punggung dari pria itu, seolah-olah ingin menegarkannya. Wira belum tahu saja, bahwa dirinyalah yang menjadi alasan Adipati dan Rani berpisah.
Adipati
(Menatap kedua syal)
Ini manis. Tapi sayangnya nggak dijual terpisah.
Wira
Ah, bagaimana kalau yang besar ini untukku saja?
Adipati mengernyit.
Wira
Untuk istriku.
Kamu ... juga nggak menyangka aku sudah menikah, ya?
Adipati memaksakan bibirnya yang kaku untuk kembali tersenyum.
Wira
Tapi kami belum punya anak.
Adipati
(Bergurau)
Oh, kamu ... dan istrimu jadi bisa berpacaran lebih lama.
Wira terkekeh sejenak. Lalu memanggil pegawai toko dengan hanya sekali lambaian tangan.
Wira
Tolong bungkus kedua syal ini.
Adipati
Biar aku yang membayarnya!
Wira
Oh?
Adipati
Aku menghadiahkannya untuk istrimu, sebagai salam perkenalan dariku.
Wira
Oh, oke aku terima.
95. INT. KAFE DEKAT TOKO — MALAM
Pemain: Adipati, Wira.
Mereka duduk berhadapan di sebuah meja dekat jendela yang menawarkan pemandangan jalan raya. Wira menawarkan rokok pada Adipati, tapi Adipati menolaknya. Wira menyalakan rokoknya dan sedikit membuat Adipati tidak nyaman mencium asapnya.
Adipati
Tentang orang yang sedang kamu cari saat ini ...
Wira
(Menyela cepat)
Istriku.
Terjadi kesalahpahaman yang membuatnya kesal, lalu nggak mau pulang.
Sementara Adipati terpegun lantaran bingung harus berkata apa untuk menimpalinya, sedangkan sebenarnya ia sudah tahu semuanya. Berpura-pura menanyakan dan mengulik lebih jauh lagi, rasanya terlalu lancang.
Wira
Tapi tenang aja, hadiah darimu ini pasti akan sampai padanya!
(Mengangkat kantong kertas berisi syal dari Adipati)
Adipati pun tak dapat menahan bibirnya untuk tersenyum.
Adipati (V.O)
Itu artinya dia yakin bisa menemukan Rani.
Adipati
Dari mana kamu tahu dia pergi ke Bandung?
Wira
(Sesekali mengisap rokoknya)
Aku melacak lokasi terakhirnya dari GPS. Malam itu, ketika aku meneleponnya. Tepat di depan rumah yang aku sewa.
Adipati kaget.
Adipati
Ah, begitu.
Wira
Entah di mana dia sekarang ini. Tetangga yang aku temui di situ nggak pernah melihatnya.
Adipati (V.O)
Itu karena Rani selalu di dalam rumah bersama Ara. Untung saja Rani membanting ponselnya malam itu.
Tiba-tiba mengeluarkan ponselnya, Wira tak ragu menunjukkan foto Rani yang dijadikan latar layar kunci ponsel keluaran terbaru tersebut.
Wira
Coba kamu lihat. Apa kamu pernah ketemu sama dia? Atau pernah melihatnya di sekitar rumahmu?
Adipati (V.O)
(Termenung menatap foto Rani di ponsel Wira)
Bagaimana mungkin aku nggak pernah melihatnya? Semua bagian dari wajah dan tubuhnya, aku masih mengingatnya semua. Bahkan aku pun pernah menghamilinya.
Adipati
Enggak.
Wira
Mungkin dia udah pergi malam itu juga. Entah apa yang dilakukannya di sana. Setahuku dia nggak punya saudara di sini. Nomor teleponnya juga udah nggak aktif. Dia pasti marah banget.
Adipati
Kamu sangat mencintainya? Maksudku, kamu pasti sangat mencemaskannya!
Wira
Ya. Aku tahu aku yang salah, karena itu aku ingin meminta maaf dan membawanya kembali ke rumah. Dia satu-satunya wanita yang bisa memahamiku. Saat dia nggak di sampingku, aku jadi nggak tahu harus berjalan ke mana.
Adipati terperangah.
Adipati (V.O)
Sepertinya dia sangat mencintai Rani. Tapi apakah itu artinya sidang perceraian mereka belum berjalan? Kalau Rani sampai tahu ini, apa dia akan membatalkan niatnya untuk bertanggung jawab padaku? Kenapa aku jadi resah begini?
Wira
Akh, kenapa aku jadi cengeng begini?
Adipati
(Tersenyum)
Semoga kamu bisa cepat temukan dia.
Wira
Besok aku akan kembali ke Jakarta. Karena itu aku ingin mengajakmu minum bersamaku.
Adipati
Eh? Kenapa buru-buru? Bukannya kamu belum menemukan istrimu?
Wira
Aku nggak bisa meninggalkan pekerjaanku terlalu lama. Aku harus mengatur waktu lagi untuk mencarinya. Mungkin ... di tempat lain.
Adipati lumayan terkejut saat tahu Wira akan kembali sebelum menemukan Rani.
Wira
Besok sebelum pergi, aku ingin sekali melihat putrimu.
Adipati
(Terkejut)
Apa?
Wira
Dia nggak takut sama orang baru, kan?
Adipati
(Tersenyum kaku)
Entahlah.
Cut to.