114. EXT. DI TEMPAT PARKIR — MALAM
Pemain: Adipati, Rani, Wira
Adipati sudah ada di belakang kemudi dan bersiap untuk pulang dari pestanya Wira dan teman-temannya. Wira ada di dekat mobilnya dan Rani ada di dekat Wira.
WIRA
Mau langsung pulang ke Bandung?
ADIPATI
Iya, putriku sedang menungguku. Aku udah berjanji akan mengajaknya melihat kembang api, tapi aku nggak menepatinya.
WIRA
Ah, aku jadi nggak enak sendiri.
ADIPATI
Nggak apa. Aku udah dapetin hadiah yang istimewa untuknya. Dia pasti sangat suka dan lupa sama kembang apinya.
Adipati melirik ke arah Rani yang masih membekukan hati. Ya, Adipati telah mengantongi video dari Rani di ponselnya.
WIRA
Ah iya, baguslah. Kapan-kapan ajaklah dia kemari. Aku ingin sekali melihatnya.
ADIPATI
Ya.
WIRA
Baiklah, hati-hati di jalan.
ADIPATI
Terima kasih.
Setelah menanggapi perkataan Wira, Adipati mengangguk kepada Rani yang bergeming angkuh di belakang suaminya dengan menundukkan kepala. Wanita itu tak memberikan balasan serupa, bahkan malah membuang muka.
Adipati pun menjalankan mobilnya. Dari kaca spion yang kian menjauh, ia melihat Wira meninggalkan Rani untuk mengambil mobilnya yang masih terparkir. Wanita itu masih tak berkutik sama sekali. Dia mematung menatap jalanan di bawahnya.
Adipati ingin sekali kembali dan berbicara dengan Rani juga meluruskan semuanya, tetapi ia berusaha sekuat tenaga dan membiarkan Rani kembali pada Wira.
CUT TO.
115. EXT. DI TEMPAT PARKIR — MALAM
Pemain: Rani, Wira, Teman-teman Wira dan Rani
Wira sudah membukakan pintu mobilnya dan mempersilakan Rani masuk, tapi Rani benar-benar mengeluarkan keputusan yang menegun suaminya secara tiba-tiba.
RANI
Batalin rencana untuk menyewa ibu pengganti.
WIRA
Apa? Kenapa?
RANI
Aku berubah pikiran.
WIRA
Bukannya kamu sangat menginginkan anak dari aku?
RANI
Lalu, apa kamu nggak menginginkan anak dari aku?
Pertanyaan Rani membuat Wira berkernyit.
WIRA
Sayang, apa maksudmu?
RANI
Aku tahu, rahimku bermasalah dan itu membuatku akan sulit hamil. Tapi walaupun begitu, aku masih percaya pada sebuah keajaiban. Karena itu aku nggak mau melakukan pengangkatan. Tidakkah sedikit saja ada kepercayaan yang sama di hatimu untuk aku?
WIRA
Rani—
RANI
(menyela)
Nggak bisakah kamu berpura-pura mengharapkannya untuk membuatku sedikit lebih berharga?
Karena mungkin dengan begitu, ada alasan yang membuatku mau bertahan dan berjuang.
WIRA
Sayang, apa yang kamu katakan?
RANI
Kamu nggak benar-benar membutuhkan aku, Wira!
Kamu ingin aku tetap ada di sampingmu, hanya untuk menemanimu bersenang-senang. Tapi kamu nggak mau berharap lagi padaku karena kamu merasa aku ini sudah nggak berguna!
WIRA
(membela diri)
Aku nggak mau menekanmu!
RANI
Omong kosong!
WIRA
(panik)
Sayang, kamu mulai nggak percaya sama aku?
RANI
Aku nggak bisa hidup dalam pernikahan yang seperti itu. Kamu memang selalu menjanjikan aku kesenangan, tapi kamu lupa, ada saatnya kita harus bersusah payah menyelesaikan permasalahan kita!
WIRA
Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan?
Wira tampak cemas.
RANI
Kamu nggak mau mengusahakan kesembuhan untukku. Jadi mungkin sebaiknya ... kamu mencari istri baru saja.
WIRA
Apa? Rani, bukan aku nggak mau, tapi semua dokter sudah memberi solusi padamu, bahwa jalan satu-satunya adalah dengan—
RANI
(memekik dan menyela)
Lihatlah!
Kamu putus asa sebelum mencoba!
WIRA
Oh?
RANI
Bukanlah usaha yang sebenarnya ingin aku lihat dari kamu, tapi keyakinan. Hanya keyakinan, Wira!
WIRA
Rani, aku harus bagaimana menurutmu?
RANI
Mamamu benar ketika menolak saranku untuk membayar wanita yang mau melahirkan cucunya. Kamu masih muda. Kamu masih harus memberinya banyak keturunan, setidaknya untuk mempertahankan keturunan keluargamu. Kamu mungkin nggak akan bisa mendapatkan banyak anak dari satu ibu pengganti saja.
WIRA
Lalu ... bagaimana denganmu?
RANI
Ceraikan aku!
Wira tampak terkejut.
RANI
Aku merasa ... hubungan kita ini sudah sangat menerorku. Kamu pun terancam kehilangan banyak kerja kerasmu selama ini.
WIRA
Tapi aku mencintaimu, Rani! Nggak akan ada yang bisa mencintaimu sebesar aku! Hanya aku, hanya aku!
RANI
Apa kamu sedang memberitahuku, bahwa nggak akan ada yang mau menerimaku setelah tahu keadaanku yang sebenarnya selain dirimu?
Wira mendadak panik.
WIRA
Tidak, tidak, bukan itu maksudku, Rani. Aku hanya ingin memberitahu kamu tentang cinta yang aku miliki untuk kamu!
RANI
Tapi ini bukan lagi soal cinta, Wira! Sejak masalah ini terjadi sampai detik ini, akhirnya aku tahu ... cinta bukanlah segalanya dalam pernikahan.
(tertegun sejenak)
Semua ini soal tanggung jawab.
Ketika kita menikah, kamu nggak hanya bertanggung jawab atas diriku, tetapi juga janjimu yang nggak akan pernah mengecewakan orang tuamu dengan memilih aku.
(berucap serius)
Kamu nggak perlu bertanggung jawab padaku yang sudah nggak bisa diharapkan. Aku sadar dalam perkara ini, akulah yang menjadi penyebabnya. Nggak ada jalan keluarnya. Sementara mamamu sudah sangat kecewa karena aku nggak bisa memberinya cucu. Jadi jangan membuatnya lebih hancur lagi dengan kehilangan putra satu-satunya.
WIRA
Aku bersedia menerima kekuranganmu, Rani. Apa itu saja nggak cukup membuatmu mau mempertahankan aku?
RANI
Ya, kamu mau menerima aku, tapi nggak bisa mengerti aku.
WIRA
Aku harus bagaimana lagi? Aku mohon, beri aku petunjuk.
RANI
Nggak ada. Suatu hubungan yang didasari kebohongan, nggak akan pernah bisa bertahan lama.
WIRA
Apa? Apa maksudmu? Aku berbohong apa ke kamu?
Rani menatap suaminya lurus-lurus dengan usaha menahan cairan di pelupuk matanya.
RANI (V.O)
Apakah aku harus berterus terang mengenai keberadaan Ara?
RANI
Perasaan yang selama ini aku pikir cinta, ternyata hanya sekadar kekaguman saja. Aku ... nggak benar-benar cinta kamu, Wira.
WIRA
Enggak!
(menggeleng tak percaya)
Jangan bilang seperti itu untuk membuatku membenci kamu!
RANI
Terserah. Aku tetap ingin kamu tinggalin aku, lalu kembalilah pada ibumu.
WIRA
(memekik tak terima)
Kamu nggak bisa memerintahku kayak gini!
Aku nggak mau bercerai dari kamu!
Aku nggak akan pernah membiarkanmu pergi lagi!
Beberapa teman yang hendak menuju parkir pun kaget mendengar suara kerasnya. Keberadaan Wira dan Rani di depan mobil-mobil yang berderet rapi akhirnya menyita perhatian mereka. Apalagi dengan kalimat yang Wira teriakan, sontak membuat kawan-kawannya menunda perjalanan ke kendaraan masing-masing yang terparkir di belakang Wira, lantaran tercengang-cengang dibuatnya.
RANI
(tetap pada pendiriannya)
Aku nggak peduli.
Ia baru akan melangkah pergi, tapi secepat itu tangan Wira menariknya dan langsung mendekapnya erat-erat.
RANI
Wira, lepasin!
WIRA
Aku nggak akan ngelepasin kamu, Rani!
RANI
Biarin aku pergi!
WIRA
Nggak, aku nggak mau!
RANI
Wira, lepasin!
WIRA
Aku nggak akan membiarkan kamu. Aku nggak ingin kita bercerai!!
CUT TO.