Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
48. TPR skrip #48

149. INT. DI DALAM KAMAR UNIT APARTEMEN RANI — PAGI

Pemain: Adipati, Rani, Ara

Adipati baru saja keluar dari kamar mandi, dan Ara langsung meneriakkan kabar yang sontak membuat raut wajah pria itu dirundung kekhawatiran. Dia mempercepat langkahnya menuju kasur tempat Rani masih terduduk dengan setengah tenaga.


ARA
Papa, Mama lagi nggak enak badan!

ADIPATI
Apa?


Duduk di tepian ranjang, Adipati sigap memerika suhu tubuh Rani menggunakan tangan. Tak berkenan, Rani menyingkirkan tangan sang kekasih dari keningnya.


RANI
Aakh, Ara, udah Mama bilang jangan bilang-bilang ke papa kamu!


Ara malah meringis bandel.


RANI
Aku baik-baik aja. Cuma sedikit lemas dan meriang.

ADIPATI
Ini pasti karena kerja keras kamu seharian kemarin!

RANI
Aku nggak apa-apa.
Aku harus belanja dan memasak untuk kalian.


ADIPATI
Apa? Kamu akan beraktivitas? Enggak, biar aku yang keluar membeli makanan. Kamu istirahat aja di sini, dan berhenti memikirkan pekerjaan apa pun itu!

RANI
Tapi—

ADIPATI
Kamu nurut sama aku!


Rani merasa tidak enak pada ibu Adipati. Ia yang seharusnya bisa melayani nenek Ara itu dengan baik untuk dapat mengambil hatinya, malah terkendala keadaan. Namun Rani tidak memungkiri rasa lemah yang mengganggu staminanya kini. Mungkin benar, itu karena dirinya kelelahan. Sebenarnya semalam Rani sudah merasakan gejalanya, tapi ia tidak ingin berterus terang.


RANI
Ah, ya udah. Biar Ara ikut sama kamu. Ajak dia jalan-jalan keluar.

ARA
Mama nggak apa-apa sendirian di sini?

RANI
Nggak apa, Sayang. Maaf Mama nggak bisa nemenin Ara jalan-jalan kali ini. Tapi setelah mandi air hangat, Mama pasti akan kembali segar!

ARA
Aku akan pergi membelikan obat untuk Mama! Mama berjanjilah akan tetap di sini!

RANI
Selain cantik, kamu juga putriku yang baik hati! Mama berjanji akan menunggu kamu di sini! Sekarang pergilah mandi dan ambil pakaianmu di kamar Papa.

ARA
Oke, Ma!


Adipati tersenyum kecil sepanjang menyaksikan sang buah hati bercakap dengan Rani. Gadis itu berlalu meninggalkan orang tuanya berdua untuk pergi ke apartemen papanya.


ADIPATI
Kamu mau sesuatu? 


Rani berpikir keras. 

RANI
Semangkuk bubur ayam panas sepertinya akan membantu menghangatkan badan aku.

ADIPATI
Oke, aku akan pulang membawakannya buat kamu!


Sebuah kecupan singkat pun Adipati daratkan ke kening Rani tanpa permisi.

ADIPATI
(berbisik)
Terima kasih untuk semalam. Aku cinta kamu! 


Mereka saling melempar pandang, memperkuat perasaan sambil kembali mengingat kejadian semalam. 

CUT TO FLASHBACK.


150. INT. RUANG UTAMA UNIT APARTEMEN RANI — MALAM

Pemain: Rani, Adipati

Hampir saja terjadi sesuatu antara keduanya. Rani dan Adipati hampir kembali terjerumus untuk melakukan hubungan terlarang sebelum mereka sah menjadi suami istri. Namun, Adipati tiba-tiba berhenti saat kesadarannya mulai menipis.


RANI
Apa ada yang salah?

ADIPATI
Sebaiknya pergilah tidur. Jangan mendatangiku lagi malam ini.

RANI
Oh? Kenapa, Pati?

ADIPATI
Aku ingin menjaga kamu kali ini!


Sesuatu yang terdengar remeh, tapi Rani tak mengira akan sebahagia itu merasakannya. Dia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama di masa lalu dengan menodai Rani lagi. Walaupun kini keduanya saling mengungkap cinta dan setuju untuk menikah, Adipati sungguh-sungguh ingin menahan dirinya hingga hari itu tiba.

END OF FLASHBACK.


151. INT. DI KAMAR UNIT APARTEMEN RANI — PAGI

Pemain: Rani, Adipati

Rani menggengam tangan Adipati di pipinya, ingin merasakan ketulusan cintanya. 


RANI
(membalas ucapan Adipati sebelumnya)
Aku juga cinta sama kamu. Sangat, sangat mencintaimu, Pati!


Adipati pun beranjak meninggalkan Rani untuk pergi bersama Ara. Rani menunggu sambil merebahkan diri di ranjang selama beberapa saat ke depan.


RANI
Sempat nggak percaya bahagia itu ada, membuatku nggak ingin kembali mencoba menemukannya. Pati, kamu membuatku mengerti bahwa bahagia bukan hanya didapat dari seberapa besar cinta yang kita dapatkan, tetapi juga dari cara kita memaknai sesuatu yang kecil.


Sambil berbaring, Rani mengawasi gambar yang menjadi latar layar ponselnya. Satu potret yang memperlihatkan keharmonisan sebuah keluarga kecil. Di situ Ara menyunggingkan senyuman yang menampilkan seluruh barisan gigi ketika Rani dan Adipati menekankan kecupan di masing-masing pipi sang putri, tepatnya di hari ulang tahunnya kemarin. Rani tidak menyangka, keutuhan itu mampu membuatnya berbunga-bunga.


Renungan Rani dibuyarkan oleh bunyi bel yang berdenting nyaring. Sampai dua kali terdengar, ia baru mampu memaksakan dirinya bangkit. Ia terhuyung dalam perjalanannya menuju pintu utama.

CUT TO.


152. INT. RUANG TAMU UNIT APARTEMEN RANI — PAGI

Pemain: Rani, Adipati, Ara, Ibunya Adipati

Tanpa ingin mengecek monitor interkomnya dulu karena merasa ingin cepat kembali berbaring, Rani dikejutkan oleh sesuatu dari balik pintu. Sosok wanita yang belakangan ini sangat ia takuti, berdiri di hadapannya dengan raut wajah yang bisa dikatakan kaku. Mata memicing dan mulut meringis Rani sebagai usaha menahan sakit pun langsung memudar. Tangannya menurun perlahan, selambat waktu yang berjalan kini. Ya, itu ibu Adipati.


RANI
(terbata)
Tante?

IBUNYA ADIPATI
Ara bilang, kamu lagi sakit?


Rani menggeragap. 

RANI
Ah, hanya kelelahan aja, Tante.


Nenek Ara menyodorkan sebuah mangkuk yang katanya berisi bubur. Walaupun terdengar kaku, tapi suaranya lebih hangat dari sebelumnya.

IBUNYA ADIPATI
Ini, bubur.

RANI
Oh?


Tentu saja sikapnya yang tiba-tiba itu membuat Rani bingung di samping usaha menggali ingatan atas kesalahan yang mungkin saja ia lakukan, sehingga ibu Adipati itu sampai mendadak mendatanginya.


IBUNYA ADIPATI
Ayo, ambil! 

Rani masih terbengong-bengong menatap mangkuk di tangan wanita itu dan lantas segera mengambilnya dengan tangan gemetar.

RANI
Terima kasih.


Ia pikir setelah ini Rani bisa kembali merenungkan perubahan sikap sang calon ibu mertua. Kalau bisa, ia akan menghubungi Adipati untuk mengadukan keanehan ini. Namun wanita paruh baya itu kembali mengejutkan Rani dengan menyerobot masuk ke dalam dan duduk di sofa tanpa diminta.


RANI
Apa Tante mau minum sesuatu?

IBUNYA ADIPATI
Nggak. Makan buburnya sebelum dingin. Aku baru memasaknya.


Mendadak gagap, Rani mengangguk saja. Ia duduk di kursi depan nenek Ara. Karena di tutup mangkuk telah melekat sendok dengan warna yang senada, Rani jadi tak perlu lagi pergi ke dapur untuk mengambil alat itu. Uap yang menghantar aroma lezat langsung merebak begitu ia buka tutupnya. Makanan berbahan dasar nasi yang dihaluskan dengan irisan daging ayam itu seketika mengembangkan senyum Rani. Itu sama persis dengan bubur idaman yang ia pesan pada Adipati. 


IBUNYA ADIPATI
Ayo, makan. Apa kamu khawatir aku masukin sesuatu ke dalam buburnya?

RANI
Oh. Eng-enggak!

IBUNYA ADIPATI
Kalau gitu, ayo dimakan!


Rani mengangguk tanpa ragu-ragu. Kendati perubahan ini sangat aneh, Rani tidak ingin menaruh curiga pada sang calon mertua. Berkenan datang dan bicara padanya, adalah sesuatu yang sangat membahagiakannya. Tepat seperti yang pernah dikatakan Adipati. Jika Tuhan sudah berkehendak, tidak ada yang menduga apa yang akan terjadi dalam satu detik berikutnya.


RANI
(berseru jujur di suapan pertama)
Ini enak banget!

IBUNYA ADIPATI
Aku dengar dari Adipati, dia akan membeli bubur ayam buat kamu.

RANI
Oh, iya.

RANI (V.O.)
Jadi, apakah Ibu sengaja membuatkan bubur ini untukku? Astaga, ya Tuhan, mimpi apa aku semalam? 


Perubahan mencengangkan dalam semalam ini membuat Rani larut oleh berbagai perasaan yang bercampur aduk. Senang, terharu, Rani tak kuasa membendung air matanya, tapi juga tak dapat menahan senyumnya.


IBUNYA ADIPATI
Kamu cinta sama dia?


Tiba-tiba melontarkan pertanyaan itu, Rani yang sempat terperangah pun langsung mengangguk cepat.


IBUNYA ADIPATI
Seberapa besar? 

RANI
Aku nggak tahu, Tante. Tapi aku merasa ... hanya dia yang aku inginkan lebih dari apa pun.


Ibu Adipati terdiam sesaat. Tatapannya begitu menyelidik, seakan mencoba menemukan cela dalam mata Rani.

ADIPATI
Apa kamu memberi Adipati syarat untuk bisa bersama kamu? Atau sebaliknya?


Wanita itu terus bertanya, Rani jadi merasa sedang diinterogasi. Seluruh perhatian manusia di dunia seakan sedang berpusat padanya. 

RANI
Enggak. Hanya ... Pati ingin aku melayaninya setiap hari, pagi, siang dan malam.


Sedetik kemudian seolah tersadar itu bukanlah jawaban yang serius, Rani tersentak menutupi mulutnya sendiri dengan tangan.


Sang ibu mencibir. 

IBUNYA ADIPATI
Dasar anak itu!


Denyutan di sebelah kepala Rani lenyap tanpa ia sadari, berganti dengan debaran keras di balik dada yang tak terlatih.


Tak berselang lama saat ibu Adipati membuka suara—mungkin untuk memberikan pertanyaan berikutnya, pintu utama terbuka dan Ara bersama ayahnya masuk sambil membawa banyak kantong belanjaan.


ARA
Mama! 
Oh? Oma ada di sini?! 


Tak hanya putrinya, Adipati pun tertegun tak dapat berkata-kata hingga beberapa detik. 

ADIPATI
Ibu di sini? Ada apa?


Dia memalingkan pandangannya bergantian ke arah ibunya lalu ke arah Rani setelah meletakkan semua barang belanjaannya di lantai.


Tak lantas menjawab rasa penasaran putranya, ibu Adipati bangkit dari duduknya disusul Rani.

IBUNYA ADIPATI
Aku ingin kamu berikan padaku satu alasan kenapa kamu ingin kembali pada putraku.
Aku akan mempertimbangkan hubungan kalian kalau kamu berhasil memberikan jawaban terbaik kamu saat makan malam nanti.


Adipati masih penasaran sekaligus tercengang dalam satu waktu. Terlebih saat ibunya kembali dan meninggalkan mereka, Adipati masih bertanya-tanya.


RANI
Kamu dengar itu?

ADIPATI
Aku nggak percaya ini!


Tawa kecil pun Rani lepaskan untuk menggambarkan sisi kebahagiaan yang dirasakan, meski ia sendiri masih tak menyangka. 

RANI
Ibu kamu tiba-tiba datang dan bikinin bubur khusus buat aku! Pati, apa ini pertanda baik?


Secara mendadak, lemas dan meriang yang menerpanya sejak semalam menyingkir tak berjejak. Senyum Adipati berangsur merekah memikirkan perubahan baik pada ibunya. Tawa keduanya pecah bersamaan setelah sempat termangu-mangu. Dipegangnya kedua rahang Rani di sela napasnya yang tiba-tiba tersengal-sengal, seperti yang Rani rasakan lantaran terlalu senang.


ADIPATI
Tuhan menjawab doa kita, Rani!


Spontan, Rani memekik girang. Ia berloncatan sampai akhirnya tak kuasa menahan diri untuk memeluk sak kekasih. 

RANI
Aku senang banget, Pati!

ADIPATI
Sama, aku juga! Kita jadi menikah!

ARA
Kenapa Papa dan Mama gembira sekali?

ADIPATI
Karena kita nggak akan berpisah lagi! Mama akan tinggal bersama kita selamanya!

ARA
Benaran, Pa?


Begitu mendapat anggukan dari Rani, gadis itu berseru riang, lantas berlari ke atas ranjang dan meloncat-loncat kegirangan di sana.


RANI
Tapi ... aku harus jawab apa, Pati? Kenapa aku ingin kembali ke kamu ...?

ADIPATI
Apa lagi, Rani? Udah pasti karena kamu cinta sama aku, kan?


Pandangan Rani menurun lemah dari kedua mata Adipati yang melebar cerah.


Seakan tahu Rani tak meyakininya, Adipati menduga.

ADIPATI
Kenapa? Apa kamu nggak benar-benar cinta sama aku?


Tersentak, Rani menggeragap kembali memandang kekasihnya penuh rasa bersalah. 

RANI
Bukan gitu, Pati. Aku cinta sama kamu! Tapi ... aku merasa bukan itu yang ingin ibu kamu dengar dari aku.

ADIPATI
Lalu? Ah, kamu bisa bilang semua itu karena Ara!

RANI
Pati, apa kamu nggak berpikir, itu sama aja aku nggak tulus sama kamu?


Seraya bersedekap, Adipati menentang ke langit ruangan. Mereka terus memikirkan jawaban yang harus diberikan pada ibu bahkan hingga Adipati berangkat ke kantor.


RANI (CHAT)
Aakh, aku nggak bisa berpikir lagi!


Merasa frustrasi, keluhan itu Rani tulis dalam pesan chat yang ia kirimkan ke nomor Adipati. Sore hari, pria itu pamit pergi ke kantornya untuk menyelesaikan beberapa urusan dan berjanji akan pulang lebih awal untuk ikut makan malam bersama.


Tak lama, Adipati membalas pesannya. 

ADIPATI (CHAT)
Jangan terlalu dipikirkan. Kamu nggak harus memiliki alasan untuk bisa bersama orang yang kamu cintai. Cinta itu sendiri sudah menjadi alasan utama.

RANI (CHAT)
Pati, apa mungkin ibumu sengaja melakukan ini untuk membuatku meragukan diriku sendiri? Atau bisa jadi, supaya kamu pun meragukan aku juga.

ADIPATI (CHAT)
Kalau kamu cemas, tunggulah sampai aku datang, jangan bicara yang tidak-tidak. Aku nggak ke mana-mana.


Rani tersenyum geli.

CUT TO.




Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar