Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
110. INT. RUMAH WIRA — BEGIN MONTAGE
Pemain: Wira, Rani, Ibunya Wira
- Karena ibunya Wira sakit jantung dan tidak boleh stres, Wira meminta Rani untuk pindah kembali ke rumah ibunya.
- Rani tak punya pilihan lain selain mengalah dan menuruti permintaan Wira.
- Ibunya Wira belum sepenuhnya pulih, tetapi masih tak mau dirawat Rani.
-Rani tak bisa berbuat apa pun. Hanya bisa melihat seluruh waktu suaminya tersita untuk merawat ibunya.
END MONTAGE
111. EXT. DI PINGGIR PANTAI — MALAM
Pemain: Rani, Wira, Teman-temann Wira (Pria dan Wanita)
Wira mengajak Rani pergi ke pesta perayaan tahun baru di sebuah villa di pinggir pantai. Ada puluhan orang teman Wira dan Rani yang sedang menikmati pesta. Ada api unggun yang dinyalakan, juga banyak makanan dan minuman yang disajikan. Rani dan Wira datang dan dihampiri teman-temannya. Hampir semua memakai mantel dan syal karena angin laut yang dingin.
Pandangan Rani beralih cepat pada Wira yang melontarkan kalimat bernada remeh tersebut.
Teman-temannya tergelak.
Rani tak menjawab, juga tak mengangguk mengiyakan. Rani merasa sakit hati karena ucapan Wira.
Mereka semua terbahak-bahak di hadapan Rani. Candaan seperti itu seharusnya sudah menjadi kebiasaan mereka, dan Rani tak pernah keberatan. Namun kini, semua terasa berbeda. Cara Wira dan teman-temannya menyangkal pentingnya anak dalam kehidupan pernikahan mereka, sangat berbanding terbalik dengan kenyataannya ketika mereka berhadapan dengan keluarga di rumah.
Rani hanya tersenyum dengan perlakuan suaminya. Wira berlalu, Rani dan teman-temannya pun beranjak untuk bergabung dengan yang lainnya.
CUT TO.
112. EXT. TEPIAN PANTAI — MALAM
Pemain: Rani, Wira, Teman-teman Rani, Adipati
Rani memilih berdiri di tepian pantai menikmati ombak kecil yang dinaungi gelap malam. Seorang teman wanita menyuguhkan sebotol minuman favoritnya, akan tetapi ia menolak.
Mereka meninggalkan Rani seorang diri untuk mulai memeriahkan pesta. Ia pun kemudian melempar pandangan ke lautan yang membentang di hadapannya. Sesekali tangannya bergerak merapatkan syal baru yang melilit di lehernya.
Wira kembali. Rani berbalik tanpa paksaan. Namun seseorang yang datang bersama Wira kini membuat Rani menyesal sudah datang ke pesta ini.
Rani hanya diam saja. Rani menatap pria itu, dan sama, Adipati pun memandangnya dengan mata dan senyuman yang layu. Ia menundukkan kepala memberi salam, tapi Rani sedang tidak berselera diajak berpura-pura.
Pengakuan sang suami seketika mengejutkan Rani. Tangannya langsung terangkat tanpa kendali menyentuh syal merah muda berhias bordir bunga-bunga cantik yang melingkar di lehernya kini. Kembali Rani memandang Adipati ragu-ragu, pria itu hanya mengulas senyuman tipis.
Wira manggut-manggut mencoba menerima alasannya.
Adipati mengangguk.
Wira pun meninggalkan Rani bersama Adipati dengan menaruh kepercayaan penuh. Begitu berbaur dengan teman-temannya, Rani melihat jati diri sang suami yang sebenarnya. Dari mulut salah seorang teman, Wira mengambil rokok menyala yang tengah diisap untuk dipindahkan ke mulutnya. Dari tangan temannya yang lain pula, dia merampas segelas bir tanpa mendapat protes dari mereka. Mereka bersenang-senang. Rani selalu bisa melihat kebahagiaan suaminya di saat seperti ini.
Biarlah Adipati melihatnya juga, sebagai alasan mengapa Rani ingin menjadi bagian dari kebahagiaan Wira, pikir Rani. Kepalanya perlahan berputar ke arah depan. Ia tersentak begitu mendapati pria di hadapannya tengah mengawasinya dengan tatapan yang dalam. Sejak kapan Adipati memperhatikan dirinya seperti itu? Mendadak resah, Rani pun melempar pandangan kembali ke arah lautan sembari memperlancar pernapasannya.
Adipati mengulurkan tas kotak berbahan kertas kepada Rani. Sejenak tercenung, Rani pun menerimanya tanpa membukanya.
Rani kembali memandang pria itu, kali ini agak terkejut.
Adipati kembali meneruskan sebelum Rani sempat mengutarakan pemikirannya.
Adipati tersenyum sinis.
Seandainya dia tahu, Rani sakit hati mendengarnya.
Rani mengembuskan napas yang ditahannya sedari tadi. Membayangkan kondisi Ara membuat Rani tak kuasa membendung air mata.
Ia pun menodongkan satu tangannya kepada Adipati tanpa ingin melibatkan emosi, apalagi berlaku gengsi. Tertegun sesaat, pria itu lantas mengeluarkan ponselnya dari balik mantel dan memberikannya ke tangan Rani.
Saat membuka ponsel Adipati yang tak dikunci, gambar Ara mengenakan syal yang sama persis dengan milik Rani pun menghiasi layar utama, menegunnya untuk waktu yang lama. Di situ Ara tidak mengulas senyum, tampak murung dan kosong pandangannya. Tentu saja foto itu diambil setelah kepergian Rani. Namun meski tak bisa melihat senyumnya, kerinduan Rani lumayan terbayar.
Jangankan hanya suara, Rani tak segan untuk merekam dirinya dalam bentuk video. Ia menghadapkan layar ponsel tepat ke wajahnya, kemudian siap untuk bicara setelah menekan tombol bulat di tengah layar.
Rani terdiam sejenak, lalu kembali meneruskan.
Ia berikan bentuk hati dari jari telunjuk dan jempolnya ke arah kamera. Dilebarkan senyumnya di tengah kesedihan dan rasa pilu. Usai mematikan videonya yang otomatis tersimpan, Rani tak dapat memaksakan senyumnya lagi. Satu tangannya yang masih terangkat pun meremas syalnya di bagian dada.
Sadar bukan saat yang tepat untuk merana, Rani berbalik ke arah Adipati. Ia kembalikan ponsel milik pria itu dengan harapan itu saja bisa membantunya membujuk Ara.
Dan sebuah tanya yang tak dapat Rani pendam lagi setelah sekian lama, akhirnya meluncur juga dari mulutnya.
Pandangan Adipati yang semula tertunduk—fokus menyimpan ponselnya di balik mantel, pun langsung terangkat pelan-pelan kemudian terkunci di mata Rani. Rani tak memalingkan mata sedetik pun darinya.
CUT TO.