67. EXT. LUAR TOKO — SIANG - BEGIN MONTAGE
Pemain: Adipati, Rani
Karena mengkhawatirkan Rani yang semalam bertingkah aneh, Adipati mengikuti ke mana Rani pergi.
Ternyata Rani pergi ke toko baju untuk membeli beberapa baju.
Lalu, Rani juga pergi ke toko mainan dan membeli beberapa mainan.
Terakhir, Rani membeli es krim.
Adipati hanya memperhatikannya dari luar toko.
END MONTAGE
68. EXT. PELATARAN JALAN DEKAT RUMAH ADIPATI — SIANG
Pemain: Rani, Adipati, Ibunya Adipati, Seorang Gadis
Rani baru pulang berbelanja dan memelankan langkahnya saat melihat ibunya Adipati sedang menyapa seorang gadis di depan gerbang.
IBUNYA ADIPATI
Aah, calon menantuku!
SEORANG GADIS
Calon ibu mertua!
Rani agak terperangah mendengar sapaan keduanya dan keakraban mereka berdua.
IBUNYA ADIPATI
Kamu teh datang buat ketemu Adipati?
SEORANG GADIS
Iya, Bu, ini saya buatkan bekal untuknya. Sebentar lagi dia akan berangkat bekerja, kan?
IBUNYA ADIPATI
Oh iya atuh! Apa yang kamu masak untuk Adi hari ini?
SEORANG GADIS
Ini capcay dan perkedel.
IBUNYA ADIPATI
Waah, kamu teh memang calon istri idaman! Nggak salah Ibu memilih kamu buat jadi mantu! Ayo masuk dulu atuh, Ibu mau kamu juga mencicipi masakan Ibu.
SEORANG GADIS
Siapa dia?
(bertanya sambil berbalik memandang Rani di belakangnya)
IBUNYA ADIPATI
(menatap sinis Rani)
Entahlah, penjual balon.
Bengong, Rani lantas beralih pandang pada sekumpulan balon yang sedari tadi dipegangnya. Sementara barang belanjaan lain ia tenteng di tangan yang satunya.
SEORANG GADIS
(mengusir dengan angkuh)
Pergilah, anak kecil di sini mah nggak suka balon!
IBUNYA ADIPATI
Sudah biarkan saja, ayo kita masuk!
Rani ditinggalkan seorang diri dengan tentengan belanjaan dan juga balon-balon. Rani akhirnya meletakkan belanjaannya di bangku panjang di dekatnya dan mengikat balon-balon itu di kaki bangku. Ia hendak pergi, tetapi ada suara Adipati menahannya.
ADIPATI
Kenapa semua barang-barang itu kamu tinggalkan di sini?
RANI
Pati! Kamu dari mana? Bukannya kamu di rumah? Itu, calon istri kamu ada di dalam.
ADIPATI
Calon istri? Siapa yang akan menikah?
RANI
Kamu, dan dia.
(Rani menunjuk ke arah rumah Adipati sambil kebingungan.)
ADIPATI
Itu tadi? Hanya tetangga sebelah.
RANI
Oh?
ADIPATI
Kamu membelikan semua itu untuk Ara, kan? Dia pasti sangat senang. Ayo kita masuk!
RANI
Nggak!
(Rani mencegah saat Adipati hendak mengambil semua barang-barang yang baru Rani beli.)
ADIPATI
Kenapa?
RANI
Aku belum mau masuk. Aku ingin jalan-jalan lagi. Kamu bisa membawa semua ini masuk setelah aku pergi.
Mata Adipati menyipit seakan mencoba mempelajari keanehan sikap Rani. Adipati mengembuskan napas besar seraya berkacak pinggang.
ADIPATI
Kalau begitu, aku akan ikut denganmu!
RANI
Jangan, kamu sedang ditunggu ibu dan calon istrimu, kan!
ADIPATI
Kamu ini bicara apa sih dari tadi? Calon istri, calon istri! Aku tegaskan sekali lagi sama kamu, calon istriku sedang pergi ke Hollywood!
Rani tertawa mendengarnya.
RANI
Ara akan mencari kita.
ADIPATI
Ibu pasti punya banyak alasan untuk membujuknya. Ayo!
Adipati menarik satu tangan Rani untuk memulai perjalanan.
CUT TO.
69. INT. KAFE — SIANG
Pemain: Adipati, Rani
Adipati membawa Rani ke sebuah kafe yang cukup padat pengunjung. Mereka memesan minuman lemon dan kopi susu sambil menikmati pemandangan jalan raya yang cukup ramai. Rani mengambil rokok dari tas kecilnya.
RANI
Apa aku boleh?
(Bertanya Rani menunjukkan rokok yang kini ia apit dengan kedua jari untuk meminta izin)
Adipati menggeleng mantap.
RANI
Aku mohon, aku nggak bisa kalau nggak merokok!
Adipati menarik punggung dari sandaran, agak mencodongkan badan, lalu berbisik,
ADIPATI
Semua orang akan melihat kamu!
RANI
Aku nggak peduli. Jangan atur aku untuk urusan ini.
ADIPATI
Baiklah. Kamu yang memutuskan ingin seperti apa, silakan saja!
Adipati kembali menjauhkan badan dari meja. Dia berlagak tak peduli padahal sedang memendam kesal. Berdecak, Rani meletakkan rokoknya beserta korek api elektrik kesayangannya di atas meja dengan pasrah.
RANI
Aku akan menjadi Rani-mu kalau sedang bersamamu saja.
Adipati mengeluarkan satu permen lolipop yang dia ambil dari saku celananya, dan meletakkannya di atas meja.
ADIPATI
Ah! Makan ini aaja.
Rani pun memakannya.
ADIPATI
Rasa manis akan membuat perasaan lebih rileks.
RANI
Tapi apa kamu tahu, Pati? Terlalu sering makan makanan manis, akan merusak gigi. Begitu juga dengan hidup. Semua yang terasa manis, itu juga yang nantinya akan membuat rasa sakit menjadi lebih pedih.
ADIPATI
Benar juga. Jadi ... apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?
RANI
Nggak ada.
ADIPATI
Aku nggak jadi berangkat kerja karena menemanimu, dan kamu bilang nggak ada yang bisa aku lakukan untuk kamu?
RANI
Aku udah bilang nggak usah, kan? Pergilah, kamu harus bekerja untuk Ara! Kamu bisa dipecat kalau membolos terus!
ADIPATI
Nggak akan ada yang berani memecatku. Sekarang katakan, aku akan membantumu.
RANI
Jangan memaksaku.
ADIPATI
Ah iya, lupakan kamu pernah meminta tolong padaku untuk menjadi Rani-ku lagi!
RANI
Aku berkata seperti itu padamu?
ADIPATI
Oh ya, tentu saja. Kita bisa lihat rekaman ulang CCTV di jalan itu untuk membuktikannya.
Rani tertawa lirih.
ADIPATI
Masih nggak percaya?
RANI
Ya udah, aku ngaku.
(Rani mengeluarkan lolipop dari mulutnya)
Pati, aku ke sini hanya ingin meyakinkan diri bahwa aku pernah hamil dan punya anak. Aku butuh pengakuan untuk diri sendiri bahwa setidaknya aku pernah menjadi wanita yang ... menurut mereka itu baru bisa disebut sempurna. Aku adalah seorang ibu, ya ... walaupun pada kenyataannya aku nggak pernah benar-benar menjadi seperti seorang ibu yang selalu ada untuk anaknya.
(menjeda ucapannya dengan menghela napas)
Aku masih nggak bisa terima mereka mengecamku nggak akan pernah bisa hamil, apalagi sebagai wanita yang nggak berguna. Hanya itu. Sidang perceraian mungkin sedang berlangsung, aku nggak akan melakukan apa pun lagi untuk mempertahankan pernikahan kami.
Adipati bersuara usai mengembuskan napas besarnya.
ADIPATI
Kamu dan Wira saling mencintai. Seharusnya perkara itu nggak jadi alasan kalian berpisah. Kalian masih bisa mengusahakannya.
RANI
Ya, tapi mereka juga punya banyak pertimbangan. Dan aku pun juga sudah telanjur malu untuk kembali ke lingkungan mereka. Orang-orang mereka sudah tahu kondisiku. Mereka semua mengejekku. Dan setiap kali aku inginkan sebuah pembelaan dari suamiku, dia akan marah karena merasa lebih malu. Jadi sejak tahu kondisiku seperti ini, kami sering bertengkar dan selalu berselisih pendapat.
(termenung sedih)
Sudahlah, aku nggak ingin membicarakan ini lagi. Aku udah lelah. Lagi pula, kejadian ini akhirnya membuatku tahu. Orang yang sangat aku inginkan, mungkin saja akan membuat hidupku lebih baik jika tidak bersamanya.
ADIPATI
Kamu merasa lebih baik begini?
RANI
Iya. Aku merasa sedikit lebih tenang. Bersamanya, melihatnya mendapat tekanan terus menerus dari keluarga, membuatku semakin merasa bersalah.
Adipati hanya diam dan memandang Rani lamat-lamat.
RANI
Pati, aku nggak pernah mendapatkan cinta dari seorang ibu sejak kecil. Mungkin itu kenapa terkadang aku jadi sulit memahami diriku sendiri. Aku melakukan apa yang aku inginkan tanpa berpikir panjang, lalu nggak berapa lama aku menyesalinya. Seandainya ada sosok wanita yang menjadi temanku sejak kecil dan mengajarkanku untuk bisa menempatkan diri sebagai seorang perempuan, pasti aku akan bisa lebih berhati-hati dalam memilih dan bertindak.
PATI
Itu benar sekali. Aku nggak menyangka pemikiranmu jadi lebih dewasa sekarang ini.
Rani tersenyum kecut begitu Adipati melontarkan pujian yang justru terdengar ledekan di telinganya.
ADIPATI
Jadi sudah dipastikan kamu nggak akan kembali padanya?
RANI
Hm!
(mengangguk mantap)
Aku nggak ingin kejadian yang sama terjadi juga pada putriku. Aku ingin mengajarkan banyak hal pada Ara untuk bisa menjadi wanita yang tangguh.
Adipati membalasnya dengan senyuman lembut yang penuh arti.
RANI
(melanjutkan)
Aku harus bisa mengajarkan putriku menjadi gadis yang pintar menjaga dirinya. Dan itu nggak akan bisa aku lakukan kalau aku masih tetap bersama Wira.
ADIPATI
Bagus sekali!
RANI
Hah? Apanya?
ADIPATI
Itu, harapanmu untuk Ara!
RANI
Ah, iya. Kamu ... akan memberiku kebebasan untuk bertemu dengannya, kan?
ADIPATI
Tentu saja! Ara sangat menyukai kamu, pasti akan mudah membuatnya mau mendengarkan semua perintahmu.
Rani meringis sombong.
RANI
Terima kasih ya, Pati! Aku nggak tahu gimana caramu mengajarkan pada Ara sampai dia bisa mengenali siapa aku. Aku nggak pernah berada di sampingnya, tapi Ara bisa langsung memanggilku Mama dan memelukku seperti sudah lama merindukanku.
Adipati mesem.
ADIPATI
Aku hanya memperlihatkan fotomu padanya setiap hari sehingga hanya wajahmu saja yang ada di ingatannya. Ketika dia mulai mengerti apa itu ibu, tugasku hanya tinggal menanamkan cinta padanya untuk kamu.
RANI
Itu manis sekali, Pati. Pasti nggak mudah bagi kamu. Aku sungguh berterima kasih pada kamu!
ADIPATI
Aku melakukannya dengan senang hati, Rani.
Keduanya pun saling bertukar senyum.
ADIPATI
Ah, kalau begitu ayo kita pulang, dan beristirahatlah. Biasanya Ara tidur bersama Ibu. Tapi selama kamu di sini, kamu bisa tidur bersama Ara di kamarku.
RANI
Dan kamu tidur di luar?
ADIPATI
Ya, seperti dulu.
Rani tertawa.
CUT TO.
70. EXT. TEPI JALAN — SIANG
Pemain: Adipati, Rani
Rani dan Adipati pulang dari kafe dan menyusuri jalan beriringan. Punggung tangan mereka bersentuhan. Adipati mengambil tangan Rani itu dan menggenggamnya. Rani merasa konyol dan melirik Adipati yang pura-pura santai. Rani mengingat masa lalu mereka.
RANI
Apa-apaan, sih, kamu ini!
Adipati menoleh dengan seulas senyum.
ADIPATI
Kenapa?
RANI
Lepasin tangan aku!
ADIPATI
Nggak mau!
Rani mengernyit memperhatikan pria yang sampai kini wajahnya tidak berubah itu, justru semakin tampak muda. Adipati masih suka bercanda, terbukti dia kian menjadi-jadi dengan menautkan jari-jarinya pada jemari Rani.
RANI
Eh? Semua orang akan melihat kita!
ADIPATI
Biarin aja.
RANI
Kenapa kamu keras kepala?
ADIPATI
Kalau aku ngelepasin kamu lagi, aku takut kamu akan jatuh lagi.
Rani tertegun sejenak mendengarnya.
CUT TO.