Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
98. EXT. GANG KOMPLEKS PERUMAHAN ADIPATI — MALAM
Pemain: Rani, Wira, Adipati.
Rani berjalan semakin menjauh dari rumah Adipati. Ia memeluk dirinya yang kedinginan. Gerimis mulai berjatuhan. Rani lupa memakai sepatu setelah diusir ibunya Adipati. Untungnya ia belum sempat melepas coatnya.
Air matanya terus bercucuran. Di persimpangan gang menuju jalan raya, saat Rani mulai merasa kering dan tak bertenaga, sebuah mobil berlaju pelan berpapasan dengannya. Namun begitu lemahnya Rani, hingga untuk menepi pun ia tak sanggup lagi. Ia berserah diri jika memang harus mati malam ini. Namun kendaraan itu memilih berhenti. Lampunya yang menyala terang menyorot tepat ke arah Rani. Matanya pun sontak menyipit ngeri.
Tak berapa lama, lampu mobilnya mati. Sekitar satu menit berselang, si pengendara keluar dan langsung mengudarakan namanya dengan nada terkejut.
Rani segera mengerjapkan mata, memperjelas penglihatannya, dan langsung terkejut melihat Wira di hadapannya.
Sembari tercengang-cengang, pria itu tersenyum senang. Dia mendekat, memegangi kedua sisi wajah Rani.
Rani termangu-mangu mencerna pertemuan ini. Sampai Wira beralih menciumi seluruh bagian wajahnya, Rani semakin tak mengerti dengan keadaan ini. Pipinya, kening, hidung, dan bahkan juga dengan bibirnya, satu inci pun tak luput dari kecupan bibir pria itu.
Cepat-cepat Rani menyadarkan diri dan menyudahi adegan cengeng ini dengan mendorong dada sang suami.
Dahi Rani mengerut tebal.
Betapa indah rangkaian kalimatnya. Terucap janji yang selalu ingin Rani dengar belakangan ini, semenjak seluruh keluarga pria itu mengintimidasi Rani. Namun entah mengapa ... kini mendengarnya ... Rani tak merasa senang?
Seolah tak memerlukan jawaban, pria itu bergegas melepas mantelnya yang kemudian dia lingkupkan ke badan Rani. Mendapati kaki Rani yang telanjang, kembali mengejutkan pria dengan keharuman khas maskulin yang Rani rindukan. Tanpa banyak tanya, Wira melepas sepatu pantofel hitamnya yang super mengilap, dan meminta Rani memakainya. Sementara Wira sendiri membiarkan kakinya beralas kaos kaki. Rani tak menolaknya sebab kakinya memang sangat membutuhkan kehangatan meskipun sepatu suaminya terlalu besar untuknya.
Ketika Wira menggandeng tangan Rani menuju ke mobilnya—sambil terus menoleh ke belakang mengawasi istrinya ini, Rani melihat Adipati di kejauhan sana, di belakang mobil Wira yang terparkir di pinggir jalan. Pria itu berdiri di dekat mobilnya, mengikuti langkah Rani dengan pandangannya yang datar.
Wira membukakan pintu dan memintanya untuk masuk, akan tetapi Rani merasakan kecemasan yang tidak beralasan. Seluruh hidupnya seakan tengah dipertaruhkan. Akhirnya setelah banyak pertimbangan dalam waktu sesingkat itu, Rani masuk ke dalam mobil Wira.
Cut to.
99. INT. DI DALAM MOBIL WIRA — MALAM
Pemain: Rani, Wira, Adipati.
Wira menjalankan mobilnya menyusuri gang yang baru saja Rani tinggalkan. Dia membawa Rani kembali ke rumah Adipati. Ia kaget dan langsung panik.
Mereka benar-benar berhenti di depan sebuah rumah minimalis yang berhadapan dengan rumah Adipati.
Tak lagi menggigil, Rani kini terserang panas dingin hanya dengan melihat pintu gerbang rumah Adipati di seberang. Belum mereda ngiangan teriakan ibu Adipati di telinganya. Belum juga teredam sesak panas di dadanya, sekarang Rani harus mengalami sebuah tekanan dan kecemasan berlebih yang mungkin bisa disebut trauma, lagi.
Keduanya pun turun dari mobil. Seperti malam-malam sebelumnya, suasana di jalan permukiman itu selalu sepi. Rani hendak mengikuti Wira yang berjalan lebih dulu untuk membuka pagar rumah sewanya. Dilihatnya sebuah mobil lain melaju ke arah mereka. Kendati masih jauh dari kediaman Ara, Rani sangat tahu Adipati-lah yang ada di dalam sana. Kendaraan mewah yang katanya milik kantor menjadi penanda bagi Rani.
Adipati tidak keluar dari sana, padahal mesin dan semua lampu mobilnya telah dimatikan, terparkir di depan rumah orang lain. Rani terus mengawasi mobilnya itu, dan ia yakin Adipati pun melakukan hal yang sama padanya.
Rani tidak punya pilihan lain lagi, selain menuruti arahan sang suami. Hari sudah gelap, hujan pun semakin deras. Di saat Rani tak punya tujuan, bukan hal buruk jika malam ini ia bisa bermalam di tempat tinggal suaminya.
Cut to.
100. INT. RUMAH KONTRAKAN WIRA — MALAM
Pemain: Rani, Wira.
Rani duduk di tepian kasur dalam kamar yang asing dan agak remang. Wira datang membawakan secangkir teh hangat.
Wira memalingkan wajah Rani ke samping, ke arahnya, dengan sentuhan hangat dari satu tangannya. Dia mendekatkan wajahnya dan langsung menekankan bibirnya ke bibir Rani yang terkatup.
Mulai bergairah, Wira melumat bibir Rani yang lemah. Merasa bukan saat yang tepat, Rani berpaling dari hasrat sang suami.
Wira tertegun memperhatikan Rani yang gugup dan salah tingkah.
Wira benar-benar memeluknya, mencurahkan kerinduannya dengan menyandarkan kepalanya di dada Rani. Betapa Rani dibuat serba salah oleh keadaan ini. Seharusnya Wira memang berhak melakukannya pada istrinya ini. Namun ketiadaan gairah dalam diri Rani membuat hal itu terasa menggelikan, dan Rani tidak berselera. Entah mengapa, dan ini adalah yang pertama kalinya.
Cut to.
101. INT. RUANG UTAMA RUMAH ADIPATI — MALAM
Pemain: Adipati, Ibunya Adipati, Ara.
Adipati berdiri di depan pintu, menatap gusar pemandangan luar dari dalam. Merasa pilu juga mendengar Ara terus menangis mencari keberadaan Rani. Dia terbangun dan tak mendapati Rani di sisinya, bahkan di seluruh sudut ruang.
Adipati bertengger di kusen pintu utama, merenung, mengingat kejadian di persimpangan jalan, di mana Wira menciumi wajah Rani.
CUT TO FLASHBACK
102. EXT. PERSIMPANGAN JALAN BESAR — MALAM
Pemain: Adipati, Rani, Wira.
Saat itu, dirinya dan Wira keluar dari kafe bersamaan. Meski satu arah, Adipati membiarkan pria itu berkendara mendahuluinya. Adipati mengikuti di belakangnya, tapi ia yakin menjadi orang pertama yang melihat keberadaan Rani di ujung persimpangan. Tak berselang lama, Wira menghentikan mobilnya justru setelah Adipati melakukan hal serupa lebih dulu, akan tetapi ia tidak bisa langsung turun dari mobilnya karena alasan tertentu.
Wira menyadari itu adalah orang yang sedang dicarinya, maka terjadilah pertemuan antara suami istri yang mengharukan. Mendapati kondisi Rani yang menyedihkan, sungguh membuat Adipati bertanya-tanya dan cemas. Segenap hati ia pun ingin menghampiri wanita itu. Namun ia sadar Wira-lah yang lebih berhak mengkhawatirkannya.
Melihat pria itu menciumi setiap bagian dari wajah Rani, Adipati membeku.
Sampai Wira menyelimuti istrinya dengan coat yang dikenakannya, juga memberikan sepatunya untuk dipakai Rani yang tak beralas kaki, lalu membawa wanita itu pergi, lenyaplah semua harapan Adipati sekaligus.
END OF FLASHBACK
103. INT. RUANG UTAMA RUMAH ADIPATI — MALAM
Pemain: Adipati, Ibunya Adipati, Ara.
Geram karena tidak juga mau mengerti, Adipati bergegas masuk ke kamarnya untuk membuat putrinya diam.
Ara langsung gelagapan, tercengang tak berkutik dan juga gemetaran. Ini adalah yang pertama kalinya Adipati bersikap kasar pada putrinya. Ia lepas emosi, karena tak punya cara lagi.
Bibir Ara kembali bergetar. Air matanya semakin mengalir deras, tapi dia berusaha menahan suara tangisnya. Melihatnya seperti itu, kebekuan Adipati langsung meluruh. Ia dientak kesadaran atas sikapnya yang tak pantas dan tentu melukai anaknya. Ara pun membuang muka darinya, kemudian menjatuhkan dirinya di kasur, membelakangi Adipati dengan memeluk gulingnya sambil sesenggukan.
Sadar sudah menjadikan putrinya korban dari sakit hatinya, Adipati lekas-lekas naik ke kasur putrinya.
Adipati berpaling dari ibunya. Seisi kepalanya hampir meledak lantaran terlalu penuh dengan banyak permasalahan. Ibunya pun semakin memperkeruh keadaan Adipati dengan terus menyalahkan dirinya maupun Rani. Sungguh Adipati penat. Ingin sekali rasanya meninju sesuatu.
Adipati memicingkan mata menatap tak percaya pada ibunya.
Pandangan sang ibu mengikuti arah telunjuknya. Kedua mata wanita yang telah melahirkannya itu membeliak. Namun tak ada lagi yang dilontarkannya untuk membantah. Adipati rasa benda itu sudah cukup membuktikan kesalahan ibunya.
Mendapati mata Adipati yang berkaca-kaca, pandangan ibunya meluluh. Adipati sangat berharap wanita itu sadar dan mau mengerti posisinya.
Kening sang ibu berkerut samar. Adipati yakin ibunya sudah mulai mengerti ke mana arah pembicaraannya. Namun Adipati tidak akan bicara lebih banyak lagi. Mengungkit masa lalu keluarganya, sama dengan membangkitkan kesakitan ibunya. Walau dirinya telah menemukan alasan untuk bisa berdamai dengan masa itu, nyatanya ia menyadari sang ibu masihlah menyimpan luka.
CUT TO.