Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
31. TPR skrip #31

98. EXT. GANG KOMPLEKS PERUMAHAN ADIPATI — MALAM

Pemain: Rani, Wira, Adipati.

Rani berjalan semakin menjauh dari rumah Adipati. Ia memeluk dirinya yang kedinginan. Gerimis mulai berjatuhan. Rani lupa memakai sepatu setelah diusir ibunya Adipati. Untungnya ia belum sempat melepas coatnya.


Rani (V.O)
Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang ini? Ke mana aku akan pergi? Nggak ada. Nggak ada lagi persinggahan yang mau menerima diriku. Di sana aku dibuang karena nggak bisa memberikan keturunan. Di sini, aku diremehkan karena nggak bisa menjadi seorang ibu yang sepatutnya. Aku harus bagaimana lagi supaya bisa mendapatkan kepercayaan dari mereka kembali?
Sebesar itukah kesalahanku, sampai aku harus menanggung akibat sehina ini? Kesombongan apa yang pernah aku lakukan, sampai-sampai aku harus dihempas sebegini kerasnya?


Air matanya terus bercucuran. Di persimpangan gang menuju jalan raya, saat Rani mulai merasa kering dan tak bertenaga, sebuah mobil berlaju pelan berpapasan dengannya. Namun begitu lemahnya Rani, hingga untuk menepi pun ia tak sanggup lagi. Ia berserah diri jika memang harus mati malam ini. Namun kendaraan itu memilih berhenti. Lampunya yang menyala terang menyorot tepat ke arah Rani. Matanya pun sontak menyipit ngeri.


Tak berapa lama, lampu mobilnya mati. Sekitar satu menit berselang, si pengendara keluar dan langsung mengudarakan namanya dengan nada terkejut.


Wira
Rani?!


Rani segera mengerjapkan mata, memperjelas penglihatannya, dan langsung terkejut melihat Wira di hadapannya.


Rani
Wira?


Sembari tercengang-cengang, pria itu tersenyum senang. Dia mendekat, memegangi kedua sisi wajah Rani.


Wira
Benar ini Rani, istriku? Ya Tuhan, terima kasih!
(Menitikkan air mata)


Rani termangu-mangu mencerna pertemuan ini. Sampai Wira beralih menciumi seluruh bagian wajahnya, Rani semakin tak mengerti dengan keadaan ini. Pipinya, kening, hidung, dan bahkan juga dengan bibirnya, satu inci pun tak luput dari kecupan bibir pria itu.


Cepat-cepat Rani menyadarkan diri dan menyudahi adegan cengeng ini dengan mendorong dada sang suami.


Rani
A-apa yang kamu lakuin di sini?

Wira
Apa lagi, Sayang? Aku mencari kamu selama berhari-hari! Akhirnya aku benar-benar menemukan kamu di sini!


Dahi Rani mengerut tebal.

Rani
Wira, pergilah. Untuk apa lagi kamu nyariin aku?


Wira
Aku akan membawa kamu pulang, Sayang!
(Menggenggam kedua tangan Rani yang masih kebingungan)
Aku nggak akan membiarkan kamu pergi lagi. Maafin aku yang sangat payah, nggak bisa belain kamu. Mulai saat ini, aku nggak akan peduli apa pun yang mereka katakan. Aku hanya ingin kita bisa kembali bersama seperti dulu!


Betapa indah rangkaian kalimatnya. Terucap janji yang selalu ingin Rani dengar belakangan ini, semenjak seluruh keluarga pria itu mengintimidasi Rani. Namun entah mengapa ... kini mendengarnya ... Rani tak merasa senang?


Wira
Astaga, apa yang terjadi sama kamu, Sayang?
(Memperhatikan kondisi kacau Rani saat ini)


Seolah tak memerlukan jawaban, pria itu bergegas melepas mantelnya yang kemudian dia lingkupkan ke badan Rani. Mendapati kaki Rani yang telanjang, kembali mengejutkan pria dengan keharuman khas maskulin yang Rani rindukan. Tanpa banyak tanya, Wira melepas sepatu pantofel hitamnya yang super mengilap, dan meminta Rani memakainya. Sementara Wira sendiri membiarkan kakinya beralas kaos kaki. Rani tak menolaknya sebab kakinya memang sangat membutuhkan kehangatan meskipun sepatu suaminya terlalu besar untuknya.


Wira
Ayo kita pulang!

Rani
Apa?

Wira
Jangan bicara apa pun lagi. Wajah kamu pucat banget, kita akan menghangatkan badan kamu dulu.


Ketika Wira menggandeng tangan Rani menuju ke mobilnya—sambil terus menoleh ke belakang mengawasi istrinya ini, Rani melihat Adipati di kejauhan sana, di belakang mobil Wira yang terparkir di pinggir jalan. Pria itu berdiri di dekat mobilnya, mengikuti langkah Rani dengan pandangannya yang datar. 


Rani (V.O)
Pati?


Wira membukakan pintu dan memintanya untuk masuk, akan tetapi Rani merasakan kecemasan yang tidak beralasan. Seluruh hidupnya seakan tengah dipertaruhkan. Akhirnya setelah banyak pertimbangan dalam waktu sesingkat itu, Rani masuk ke dalam mobil Wira.

Cut to.


99. INT. DI DALAM MOBIL WIRA — MALAM

Pemain: Rani, Wira, Adipati.

Wira menjalankan mobilnya menyusuri gang yang baru saja Rani tinggalkan. Dia membawa Rani kembali ke rumah Adipati. Ia kaget dan langsung panik.


Rani
Kita mau apa ke sini?

Wira
Aku menyewa rumah selama mencari kamu di sini.

Rani
(Terkejut)
Apa?


Mereka benar-benar berhenti di depan sebuah rumah minimalis yang berhadapan dengan rumah Adipati.


Wira
Ayo, kita akan bermalam di sini sebelum kembali ke Jakarta besok pagi.


Tak lagi menggigil, Rani kini terserang panas dingin hanya dengan melihat pintu gerbang rumah Adipati di seberang. Belum mereda ngiangan teriakan ibu Adipati di telinganya. Belum juga teredam sesak panas di dadanya, sekarang Rani harus mengalami sebuah tekanan dan kecemasan berlebih yang mungkin bisa disebut trauma, lagi.


Keduanya pun turun dari mobil. Seperti malam-malam sebelumnya, suasana di jalan permukiman itu selalu sepi. Rani hendak mengikuti Wira yang berjalan lebih dulu untuk membuka pagar rumah sewanya. Dilihatnya sebuah mobil lain melaju ke arah mereka. Kendati masih jauh dari kediaman Ara, Rani sangat tahu Adipati-lah yang ada di dalam sana. Kendaraan mewah yang katanya milik kantor menjadi penanda bagi Rani. 


Adipati tidak keluar dari sana, padahal mesin dan semua lampu mobilnya telah dimatikan, terparkir di depan rumah orang lain. Rani terus mengawasi mobilnya itu, dan ia yakin Adipati pun melakukan hal yang sama padanya.


Rani (V.O)
Pati, baru saja aku ingin bertanggung jawab untuk membayar kepergianku selama ini, dan akhirnya kamu pun bersedia membuka hati. Tapi sekarang semua itu sepertinya hanya akan jadi angan-angan saja. Aku bisa saja menampik kedatangan Wira demi menepati janjiku, akan tetapi itu nggak mungkin terlaksana setelah ibu kamu menolakku mentah-mentah.

Wira
Sayang, ayo!


Rani tidak punya pilihan lain lagi, selain menuruti arahan sang suami. Hari sudah gelap, hujan pun semakin deras. Di saat Rani tak punya tujuan, bukan hal buruk jika malam ini ia bisa bermalam di tempat tinggal suaminya.

Cut to.


100. INT. RUMAH KONTRAKAN WIRA — MALAM

Pemain: Rani, Wira.

Rani duduk di tepian kasur dalam kamar yang asing dan agak remang. Wira datang membawakan secangkir teh hangat.


Wira
Minumlah.
(Duduk di sebelah Rani)
Kamu bilang sama aku, apa yang kamu lakuin di sini? Kenapa kamu kelihatan sangat kacau, Sayang?

Rani
(Menoleh setelah meletakkan gelasnya di meja dekat kasur, lalu menjawab ketus)
Tentu saja karena aku ingin menghilang dari kehidupan kamu!


Wira
(Tertegun, lalu memohon)
Jangan lakuin itu lagi, aku mohon. Aku nggak akan sanggup jauh dari kamu lagi.

Rani (V.O)
Entah apakah karena sudah terlalu sering mendengarnya berkata seperti itu, perasaanku jadi biasa saja? Wira selalu mengatakan dirinya tidak sanggup hidup tanpaku, nyatanya sikapnya sama sekali nggak mencerminkan itu. Di depan ibunya, pendiriannya selalu goyah dan berubah pikiran. Berbeda sekali dengan sikap Adipati yang mati-matian membelaku di depan ibunya, meskipun dia tahu akulah yang bersalah.


Wira memalingkan wajah Rani ke samping, ke arahnya, dengan sentuhan hangat dari satu tangannya. Dia mendekatkan wajahnya dan langsung menekankan bibirnya ke bibir Rani yang terkatup. 


Wira
(Berbisik penuh hasrat)
Aku kangen banget sama kamu.


Mulai bergairah, Wira melumat bibir Rani yang lemah. Merasa bukan saat yang tepat, Rani berpaling dari hasrat sang suami.


Wira
Kenapa? Mendekatlah, Sayang.
(Satu tangannya meraba dada Rani, dan berujung di lengan untuk mengunci pergerakan sang istri, lalu menyusupkan wajahnya ke sisi leher Rani untuk meninggalkan jejak di sana)


Rani
Oh!
(Langsung berdiri mengagetkan suaminya)

Wira
Ada apa?

Rani
A-aku merasa sedang nggak enak badan. Bisakah ... kita nggak melakukannya saat ini?


Wira tertegun memperhatikan Rani yang gugup dan salah tingkah.


Wira
Ah, aku mengerti.
(Mengangguk menyetujui)
Aku hanya ingin memeluk kamu, kemarilah!
(Menggapai tangan Rani, lalu mendudukkan Rani di pangkuannya)


Wira benar-benar memeluknya, mencurahkan kerinduannya dengan menyandarkan kepalanya di dada Rani. Betapa Rani dibuat serba salah oleh keadaan ini. Seharusnya Wira memang berhak melakukannya pada istrinya ini. Namun ketiadaan gairah dalam diri Rani membuat hal itu terasa menggelikan, dan Rani tidak berselera. Entah mengapa, dan ini adalah yang pertama kalinya.

Cut to.


101. INT. RUANG UTAMA RUMAH ADIPATI — MALAM

Pemain: Adipati, Ibunya Adipati, Ara.


Ara
(Berteriak sambil menangis)
Mamaaa!!


Adipati berdiri di depan pintu, menatap gusar pemandangan luar dari dalam. Merasa pilu juga mendengar Ara terus menangis mencari keberadaan Rani. Dia terbangun dan tak mendapati Rani di sisinya, bahkan di seluruh sudut ruang.


Ibu
(Berdiri di belakang Adipati, agak mengeraskan suaranya memandang Ara yang merajuk di dalam kamar dengan pintu terbuka)
Sudahlah, cucu Oma! Mamamu sudah pergi, dia nggak akan kembali lagi ke sini!


Ara
Kenapa, Oma? Kenapa Mama nggak kasih tahu Ara kalau mau pergi?


Adipati bertengger di kusen pintu utama, merenung, mengingat kejadian di persimpangan jalan, di mana Wira menciumi wajah Rani.

CUT TO FLASHBACK


102. EXT. PERSIMPANGAN JALAN BESAR — MALAM

Pemain: Adipati, Rani, Wira.

Saat itu, dirinya dan Wira keluar dari kafe bersamaan. Meski satu arah, Adipati membiarkan pria itu berkendara mendahuluinya. Adipati mengikuti di belakangnya, tapi ia yakin menjadi orang pertama yang melihat keberadaan Rani di ujung persimpangan. Tak berselang lama, Wira menghentikan mobilnya justru setelah Adipati melakukan hal serupa lebih dulu, akan tetapi ia tidak bisa langsung turun dari mobilnya karena alasan tertentu.


Wira menyadari itu adalah orang yang sedang dicarinya, maka terjadilah pertemuan antara suami istri yang mengharukan. Mendapati kondisi Rani yang menyedihkan, sungguh membuat Adipati bertanya-tanya dan cemas. Segenap hati ia pun ingin menghampiri wanita itu. Namun ia sadar Wira-lah yang lebih berhak mengkhawatirkannya.


Melihat pria itu menciumi setiap bagian dari wajah Rani, Adipati membeku.


Adipati (V.O)
Mereka adalah pasangan yang sah, sedangkan aku? Seberapa besar Rani memberiku harapan, semua itu akan kalah oleh kekuatan hukum. Bahkan anak kami pun nggak membuatnya mau bertahan.


Sampai Wira menyelimuti istrinya dengan coat yang dikenakannya, juga memberikan sepatunya untuk dipakai Rani yang tak beralas kaki, lalu membawa wanita itu pergi, lenyaplah semua harapan Adipati sekaligus.

END OF FLASHBACK


103. INT. RUANG UTAMA RUMAH ADIPATI — MALAM

Pemain: Adipati, Ibunya Adipati, Ara.


Ara
(Berteriak kencang)
Mamaaa! Aku mau mamaku, Oma! Aku mau Mama Rani ada di sini!


Geram karena tidak juga mau mengerti, Adipati bergegas masuk ke kamarnya untuk membuat putrinya diam.


Ara
Mama! Aku mau Mama!

Adipati
Ara, Ara, diamlah!


Ara
Ayo cari Mama, terus bawa kemari, Pa!

Adipati
(Membentak)
Papa minta kamu diam! Diam!


Ara langsung gelagapan, tercengang tak berkutik dan juga gemetaran. Ini adalah yang pertama kalinya Adipati bersikap kasar pada putrinya. Ia lepas emosi, karena tak punya cara lagi.


Ibu
(Mendekat marah)
Adi, kenapa membentak anakmu?!

Adipati
(Membentak)
Ibu juga diam!
(Menatap Ara lagi)
Ara, apa kamu nggak mengerti apa yang Oma bilang? Apa pun alasannya, mama kamu sudah pergi! Berhenti merengek dan ayo tidur lagi!


Bibir Ara kembali bergetar. Air matanya semakin mengalir deras, tapi dia berusaha menahan suara tangisnya. Melihatnya seperti itu, kebekuan Adipati langsung meluruh. Ia dientak kesadaran atas sikapnya yang tak pantas dan tentu melukai anaknya. Ara pun membuang muka darinya, kemudian menjatuhkan dirinya di kasur, membelakangi Adipati dengan memeluk gulingnya sambil sesenggukan.


Adipati (V.O)
Astaga, apa yang sudah aku lakukan?


Sadar sudah menjadikan putrinya korban dari sakit hatinya, Adipati lekas-lekas naik ke kasur putrinya.


Adipati
Sayang ... anak Papa, maafin Papa, ya? Sungguh Papa nggak bermaksud marah sama Ara, lihat Papa, Nak. Papa menyesal.

Ara
(Memekik sambil terisak-isak)
Aku nggak akan bicara sama Papa sampai Mama kembali!


Ibu
Sekarang kamu lihat? Akibat membiarkan wanita itu tinggal di sini, putrimu yang menjadi korban!


Adipati berpaling dari ibunya. Seisi kepalanya hampir meledak lantaran terlalu penuh dengan banyak permasalahan. Ibunya pun semakin memperkeruh keadaan Adipati dengan terus menyalahkan dirinya maupun Rani. Sungguh Adipati penat. Ingin sekali rasanya meninju sesuatu.


Ibu
Ibu teh sudah bilang sama kamu, dia hanya akan datang kalau ada maunya saja!

Adipati
(Berteriak berang)
Ibu yang mengusirnya! Rani pergi bukan karena keinginannya. Ibu yang memintanya!

Ibu
(Tertegun)
Bagaimana kamu bisa tahu? Apa kamu bertemu dengannya, lalu dia mulai mengarang cerita?


Adipati memicingkan mata menatap tak percaya pada ibunya. 

Adipati
Aku nggak ngerti kenapa Ibu bisa sebenci itu sama Rani. Ibu bahkan tega mengusir Rani tanpa mengenakan sepatunya! 
(Nada suaranya kian meninggi. Adipati menunjuk ke arah pintu di mana sepatu Rani masih ada di rak situ)


Pandangan sang ibu mengikuti arah telunjuknya. Kedua mata wanita yang telah melahirkannya itu membeliak. Namun tak ada lagi yang dilontarkannya untuk membantah. Adipati rasa benda itu sudah cukup membuktikan kesalahan ibunya.


Adipati
Aku sudah katakan semuanya sama Ibu. Tapi kenapa Ibu nggak mau mengerti juga?
Aku sangat senang akhirnya Rani datang. Walau bagaimanapun situasinya, setidaknya dia masih peduli pada putrinya. Dan itu saja sudah cukup membuatku bahagia, Bu. Mendendam padanya, hanya akan mempersulit kehidupan kita nantinya.


Mendapati mata Adipati yang berkaca-kaca, pandangan ibunya meluluh. Adipati sangat berharap wanita itu sadar dan mau mengerti posisinya.


Adipati
Sekarang, bagaimana kita akan mengatasi ini? Susah payah aku membangun kepercayaan untuk putriku pada mamanya, pasti nggak akan mudah membuatnya kembali percaya. Mungkin itu yang Ibu ingingkan. Dan itulah yang selalu Ibu tanamkan padaku.


Kening sang ibu berkerut samar. Adipati yakin ibunya sudah mulai mengerti ke mana arah pembicaraannya. Namun Adipati tidak akan bicara lebih banyak lagi. Mengungkit masa lalu keluarganya, sama dengan membangkitkan kesakitan ibunya. Walau dirinya telah menemukan alasan untuk bisa berdamai dengan masa itu, nyatanya ia menyadari sang ibu masihlah menyimpan luka.

CUT TO.




 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar