Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
22. TPR skrip #22

71. INT. RUANG TAMU RUMAH ADIPATI — SIANG

Pemain: Rani, Adipati, Ara

Rani dan Adipati pulang dari kafe dan mereka mendapati Ara sudah menunggu di ruang tamu. Rani dibantu Adipati membawa mainan yang tadi disimpannya di bangku panjang depan rumah. Ara menyambut Rani. 


ARA
Mamaaaa.

RANI
Hai, Sayang!

ARA
Mama dari mana aja?

RANI
Ara nyariin Mama, ya? Maaf, ya. Tadi Mama buru-buru beli baju ganti. Dan ini lihatlah, Mama juga membelikan banyak mainan untuk kamu!


Adipati menunjukkan balon-balon berwarna-warni yang Rani beli tadi.

ADIPATI
Ini juga!

ARA
Woaaaah, banyak sekali!


Rani kira Ara benar-benar tidak suka balon, nyatanya gadis itu menunjukkan ekspresi di luar dugaan. Ara meloncat-loncat kegirangan.


ARA
Ayo, Ma! Kita buka mainannya!
(Ara menarik tangan Rani untuk masuk dan membuka semua hadiahnya)

RANI
Iya baiklah, Sayang.

CUT TO.


72. INT. RUANG TENGAH RUMAH ADIPATI — SIANG

Pemain: Adipati, Rani, Ara, Ibunya Adipati, Seorang Gadis

Rani, Ara dan Adipati sedang duduk lesehan di ruang tengah dan membuka-buka mainan Ara. Ibunya Adipati dan seorang gadis tadi memperhatikan dari arah dapur yang di dekat ruang tengah.


SEORANG GADIS
Jadi dia mamanya Ara?

IBUNYA ADIPATI
(menggumam dan bingung)
Ngg?


SEORANG GADIS
Bu, saya pulang dulu. Karena sepertinya ... Adipati sedang ada tamu.


Gadis itu menoleh sinis dan berlalu pergi. Sementara Adipati yang duduk bersama putrinya hanya menoleh sesekali.


IBUNYA ADIPATI
(berusaha mencegah dengan setengah berteriak)
Eh, bukannya kamu bilang akan menunggu—


Si gadis bermata sipit itu pergi begitu saja dari rumah. Rani hanya diam menunduk.


IBUNYA ADIPATI
(berkata pada Adipati)
Kamu teh lihat itu nggak?


ADIPATI
(menimpali dengan polos)
Apa?

IBUNYA ADIPATI
Neng Santi ke sini ingin ketemu sama kamu. Dia membuatkan makanan khusus untuk kamu, tapi kamu malah pergi dengan perempuan ini!
(menunjuk Rani dengan berbicara sinis)

ADIPATI
Aku nggak bikin janji ketemu sama dia, apalagi memintanya membuatkan makanan untukku! Lagi pula rumahnya, kan ada di sebelah rumah kita, Bu!

IBUNYA ADIPATI
Kamu teh dasar ya! Hargai atuh usahanya! Dia selalu peduli sama kamu. Bukankah itu cara yang bagus untuk kalian melakukan pendekatan?

ADIPATI
Pendekatan apa? Ibu jangan menjodoh-jodohkan aku dengannya terus, atau dengan wanita mana pun! Aku nggak suka!

IBUNYA ADIPATI
Ibu teh memikirkanmu, Adi! Walaupun kamu itu masih muda, ingatlah suatu hari Ara juga ingin melihatmu punya pendamping hidup! Anakmu butuh perhatian dari seorang ibu yang juga mencintai kamu! Ara butuh figur ibu yang bisa menemaninya setiap saat, dalam keadaan apa pun!
(masih menyindir Rani)
Jangan berharap lebih pada ibu kandungnya. Sebentar lagi juga dia akan pergi meninggalkan anaknya!

ADIPATI
Ibu, sudah! Setiap kali membicarakan itu, Ibu bikin aku nggak betah di sini! 
(Adipati membentak, lalu beranjak masuk ke kamarnya. Dia terlihat dongkol, semakin membuat Rani tersudut dan serba salah.)

IBUNYA ADIPATI
Eh, Rani!


Sekujur tubuh Rani menegang kala ibu Adipati memanggilnya, dengan nada yang membuatnya ketakutan.

RANI
Ah?

IBUNYA ADIPATI
Sampai kapan kamu teh akan di sini terus? Jangan sampai keberadaanmu di sini malah merusak hubungan Adipati dan Neng Santi. 


Ara yang semula sibuk dengan berbagai mainan barunya pun menyahut. 

ARA
Oma kenapa marah sama Mama? Bukan salah Mama kalau Papa nggak suka sama Tante Santi. Ara juga nggak suka sama dia. Dia itu terlalu banyak bicara!


Adipati keluar dari kamar seraya menyahuti.

ADIPATI
Nah, kan Ibu dengar sendiri!


ARA
Untuk apa Oma selalu ingin Papa dekat dengan Tante Santi? Papa, kan sudah milik Mama.


Rani tersenyum kaku menanggapi pendapat putrinya yang terlalu lugu. Sementara Adipati meringis geli.


IBUNYA ADIPATI
Hush! Anak kecil, kamu itu tahu apa?
(Tampak menahan malu, ibu Adipati memilih kembali ke dapurnya)

CUT TO.


73. INT. DI DALAM KAMAR ADIPATI — SORE, MENJELANG MALAM

Pemain: Rani, Ara, Adipati

Rani mengepang rambut Ara menjadi dua bagian setelah gadis itu mandi sore. Pekerjaan yang sangat menyenangkan bagi Rani. 


RANI
Nah, putri Mama jadi makin cantik, deh!
(memuji Ara sambil memandangi pantulan wajahnya di cermin)


Ara duduk membelakangi Rani dan meringis malu-malu. 

ARA
Saat besar nanti, aku ingin secantik Mama.


Rani memeluk putrinya dari belakang sambil meluncurkan kecupan di pelipis anak tunggalnya.

RANI
Enggak. Nanti Ara akan tumbuh menjadi gadis yang lebih cantik dari Mama. 

ARA
Aku mau jadi perancang seperti Mama.

RANI
Beneran? Kalau begitu, ayo tunjukkan gambarmu dulu sama Mama!


Adipati berada di kamar yang sama. Dia sedang sibuk dengan laptopnya, mengerjakan sesuatu yang Rani sendiri tidak tahu apa itu. Mungkin urusan pekerjaan. Pria itu hanya cengar-cengir sesekali memperhatikan dan menyimak kebersamaan akrab Rani dan putrinya.


RANI
Ya ampun!

ARA
Kenapa, Ma?

RANI
Mama lupa harus menghubungi seseorang!


Membicarakan soal rancangan, mengingatkan Rani pada para karyawan yang bekerja untuknya. Buru-buru Rani mendekat ke meja kerja ayah Ara.


RANI
Pati, apa aku bisa meminjam ponselmu sebentar? Bulan depan ada pementasan busana di Jakarta. Asisten dan semua tim pasti lagi nyariin aku!

ADIPATI
Ah, pakailah ini untuk memasang nomor kamu. Aku bisa gunakan ponsel yang lainnya.

RANI
Nggak usah, aku hanya pinjam sebentar aja. Aku nggak akan mengaktifkan nomor teleponku selama di sini.

ADIPATI
Ya udah, terserah kamu aja.


Rani langsung menyambut ponsel Adipati dan bergegas ke luar rumah. Ia akan menghubungi karyawannya untuk mengurus semua pekerjaan yang harus ia lakukan.

CUT TO.


74. EXT. DEPAN GERBANG RUMAH ADIPATI — MENJELANG MALAM

Pemain: Rani, Adipati, Neng Santi

Rani mondar mandir di depan gerbang rumah Adipati. Dirinya terus membodohi tindakannya membanting ponsel pribadi miliknya malam itu saat mabuk.


RANI
Gara-gara kecerobohanku, sebagian kontak yang ada di ponsel nggak tersimpan di simcard! Aduuuh, berapa ya? Kenapa aku nggak ingat nomor kantorku sendiri?!
(masih bergumam sendiri)
Berapa, ya? 475, atau 754?


Di tengah usahanya mengingat nomor telepon kantor miliknya, seseorang yang dikenalinya—Neng Santi, tampak berjalan ke arahnya dengan dandanan yang menor. Tertegun, Rani mendadak waswas memperhatikan tatapan penuh ancaman yang ditujukan padanya. Tidak ada siapa pun di sekitar jalan depan rumah. Hanya Rani, dan kini ia jadi takut salah mengenali wanita itu. 


RANI
(menyapa kaku)
Hai!

NENG SANTI
Cih!
(membuang ludah ke aspal, membuat Rani menyesal sudah menyapanya)

RANI
Oh?


Di hadapannya, Neng Santi bersedekap dengan dagu terangkat menantang. 

NENG SANTI
Kenapa kamu baru datang setelah sekian lama mencampakkan Adipati dan putrinya?

RANI
Haruskah aku memberitahukannya ke kamu?

NENG SANTI
Aku udah tahu kenapa, dan semua tentang dirimu dari ibunya Adipati!

RANI
Apa pun itu, aku kemari hanya untuk Ara. Dia putriku juga. Aku yang melahirkannya!


Tak ingin meladeni serangan yang diarahkan padanya, Rani beranjak pergi.


NENG SANTI
(memekik dan menghentikan langkah Rani)
Dasar nggak punya malu!
(berkata judes)
Setelah pergi meninggalkan Ara, sekarang tiba-tiba datang, pasti pada akhirnya meminta hak asuh juga! Tapi ... aku merasa kamu mendekati Adipati nggak hanya untuk mendapatkan putrinya, tapi juga untuk menggoda Adipati kembali seperti dulu!

RANI
Kamu orang luar tahu apa? Sebaiknya diamlah!

NENG SANTI
Apa?


RANI
Aku nggak sepicik yang kamu pikirkan. Aku nggak akan mengambil Ara, apalagi ayahnya! Tapi soal Ara akan ikut dengan siapa nantinya, itu menjadi urusanku dengan ayahnya, bukan urusanmu yang bukan siapa-siapa! Lagi pula aku nggak pernah menggoda Adipati seperti yang kamu tuduhkan!

NENG SANTI
Kamu pikir aku percaya? Bahkan ibunya Adipati sendiri mengatakan kamulah yang dulu menggoda Adipati supaya mau tidur denganmu! Dasar wanita murahan!

RANI
(geram)
Kamu!!! 


Rani melangkah bersiap memberi pelajaran pada wanita itu. Namun Adipati keluar di saat yang tidak tepat. 

ADIPATI
Rani? Neng Santi, ada apa ini?

RANI
Ah, kebetulan banget kamu datang! Pati, coba katakan pada calon istrimu ini, apa aku pernah menggoda kamu?

ADIPATI
Oh? Enggak.

RANI
(memasang tampang memelas)
Katakan, dulu kamu yang memaksaku tidur denganmu kan, Pati?!?

ADIPATI
A-apa? 


Adipati membelalak. Terlebih sikap manja Rani yang mendadak, membuat keningnya berkerut-kerut dan alis saling bertaut.


NENG SANTI
Hey, jaga bicaramu!
Adipati bukan lelaki seperti itu! Aku sangat mengenalnya! Kami berteman sejak kecil sampai akhirnya dia kuliah di Jakarta!

RANI
Kamu sangat mengenalnya? Oya?

NENG SANTI
Tentu saja! Orang tua kami berteman baik. Aku tahu semua tentang keluarganya! Adipati, aku berkata benar, kan?

ADIPATI
Ngg?

RANI
Memangnya ... Apa kamu benar-benar mengenalnya luar dan dalam?

NENG SANTI
Bahkan nomor sepatunya saja aku tahu!

RANI
Serius? Kalau begitu, apa kamu juga tahu berapa banyak tanda lahir di badannya?


Pertanyaan menantang Rani tersebut serentak mengejutkan Neng Santi sekaligus Adipati.


RANI
Kalau yang kamu lihat hanya tanda lahirnya di sini,
(menunjuk tahi lalat kecil di leher Adipati bagian depan kiri)
Aku udah melihatnya lebih dari itu!
(berbisik sambil menunjuk bagian kanan dada Adipati)
Di sini! 
(menggeser turun telunjuknya di bagian bawah perut Adipati yang memekik lirih)
Di sini!
(berkata lirih sambil menunjuk di paha kiri Adipati)
Dan juga di sini!


Adipati spontan menangkap tangan nakal Rani itu seraya berteriak.

ADIPATI
Ah! 
(Digenggamnya kuat-kuat tangan Rani yang berusaha lolos, supaya tak berulah lagi)
Ayo kita masuk, Ara nungguin kamu!


Sudah pasti Adipati malu di depan tetangganya itu. Dia tampak gugup dan berkeringat dingin setelah Rani berhasil membekukan kesombongan Ara hingga terbelalak tak berkutik lagi. Biar saja, Rani tidak peduli. Lagi pula yang ia katakan bukan sekadar bualan.

CUT TO.


75. INT. DI RUANG TAMU RUMAH ADIPATI — MENJELANG MALAM

Pemain: Rani, Adipati

Rani masih memberontak karena dipaksa masuk, tapi Adipati terus merangkul pundaknya.


RANI
Lepasin aku! Jangan cegah aku!

ADIPATI
Rani, apa-apaan sih kamu ini?! Sepenting itu ya menanggapinya?

RANI
Pati, dia berani menghinaku!


ADIPATI
Tapi bisa, kan kalau nggak ngomong yang macam-macam, apalagi mengenai hal yang pribadi?

RANI
Aku emang sengaja! Dia terlalu percaya diri, aku nggak suka!

ADIPATI
Apa pun yang dia katakan, kamu tetap pemenangnya!


Begitu mendengar jawaban Adipati, Rani sekejap bungkam tak membantah lagi. Mencernanya, malah membuat Rani malu sendiri. Adipati mendadak tersenyum-senyum kecil memperhatikannya, kemudian berubah tawa yang membuat Rani curiga.


RANI
Kenapa ketawa? Ngetawain aku, ya?
Diamlah, berhenti tertawa seperti itu!

ADIPATI
(mencondongkan tubuhnya kemudian berbisik)
Apa lagi yang kamu ingat dariku selain tanda lahir, hm? 


Kini Rani yang membeliak dan mati gaya.

CUT TO.




Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar