Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Tali Pati Rani
Suka
Favorit
Bagikan
42. TPR skrip #42

135. INT. DI BUTIK MILIK RANI — SIANG

Pemain: Rani, Tita

Di butiknya, Rani jadi tidak fokus pada pekerjaannya karena belum melihat Adipati sejak kemarin. Ia terus saja mengawasi ponselnya yang telah terhubung dengan CCTV—yang terpasang di depan koridor pintu apartemennya menggunakan internet. Tidak seorang pun yang tampak keluar dari ruangan di depan kamar apartemennya. Hanya seorang petugas kebersihan, dan itu sama sekali tidak bisa menyurutkan rasa penasarannya.


TITA
Lho, Mbak? Bukannya itu unit apartemen Mbak? Kenapa memantaunya dari sini?

RANI
Oh? Ngg?

TITA
Apa Mbak mencurigai seorang pencuri?

RANI
Ngg, ya. Begitulah.

TITA
Memangnya Mbak kehilangan apa?

RANI (V.O.)
Kehilangan? Entahlah. Dalam waktu sesingkat ini, Adipati telah berhasil mengalihkan duniaku kembali. Sejak kembali bertemu dengannya, aku sering merasa gelisah tanpa sebab. Mungkin ... aku telah kehilangan separuh dari hatiku, dan Adipati-lah yang telah mencurinya.

RANI
Nggak ada.

TITA
Oh? Aneh banget. Lagi pula apartemen semewah itu, kenapa bisa ada pencuri?
(tampak serius memikirkannya)
Oh ya, Mbak. Boleh nggak aku ikut sama Mbak Rani waktu pulang nanti?

RANI
Mau apa?

TITA
Umm, aku berencana datang ke—

RANI
Enggak!


Rani tegas menolak saat merasa tahu isi otak gadis itu, dan ia tahu betul apa yang akan dikatakan sang asisten.


TITA
Oh? Mbak tahu rencanaku? 


Menarik napas dalam-dalam, Rani mengembuskannya perlahan lewat mulut. 

RANI
Tita, aku kasih tahu sama kamu, ya! Dia yang kamu pikirin itu, Adipati, udah punya anak dari wanita yang sangat dia cintai!

TITA
Apa? Gimana Mbak bisa tahu?

RANI
Karena aku adalah ibu dari anaknya!


Perkiraan Rani tak meleset. Asistennya sangat terkejut oleh pengakuan yang tak direncanakannya tersebut. Sampai-sampai Tita menutup mulutnya yang ternganga lebar dengan mata membeliak.


TITA
Jadi ... Mbak sama dia ...?


Rani mengangguk mantap. 

RANI
Dia papanya Ara. Dia merayu kamu cuma mau bikin aku cemburu. Apa kamu ngerti sekarang? 


Rani tidak ingin menunda kebenaran ini terlalu lama lantaran khawatir Tita akan semakin menaruh harapan besar pada Adipati.


Tercengang-cengang, tubuh gadis itu kemudian melemas di kursi depan meja kerja Rani. 

TITA
Aakh, ya Tuhan ... aku patah hati!!


Sungguh Rani tidak habis pikir olehnya. Mereka bahkan baru saja bertemu, tapi Tita sudah merasakan patah hati? Rupanya pesona Adipati sangat hebat, mampu membuat Tita terpikat dalam waktu singkat.


TITA
Mbak, dia manis banget, anak kalian juga sangat lucu, kenapa Mbak berpikir untuk menikah dengan cowok lain?


Sesaat, Rani memikirkan hal yang sama. 

RANI
Terkadang, manusia harus berbuat salah dulu untuk mengetahui sebuah kebenaran.


Tita tampak merenungkannya.


Lalu tersadar dirinya nyaris larut dalam penyesalan, Rani tersentak. 

RANI
Eh, Tita! Jangan bikin aku menyesal dengan terus memikirkannya! Sudah, sana balik kerja, dan jangan mikirin soal laki-laki terus! Kerjamu jadi nggak maksimal, aku yang rugi nantinya!

TITA
Huu, iya iya.

CUT TO.


136. DI DALAM KAMAR UNIT APARTEMEN ADIPATI — SIANG

Pemain: Rani, Adipati, Dokter

Rani terus merasa resah karena tak melihat Adipati bahkan sampai sore. Setelah berpikir beberapa kali tentang Adipati yang tak terlihat sejak kemarin, Rani masuk ke unit apartemen Adipati setelah memasukkan kode yang dibilang lelaki itu sebelumnya. Rani melihat Adipati berbaring di ranjang kamarnya yang tanpa sekat dengan dibalut selimut.


RANI
Pati? 
(gegas menghampiri)
Apa kamu sakit? Jangan pura-pura buat bikin aku datang ke kemar kamu! Bangunlah!


Adipati yang tadinya bergeming, hanya mengerutkan dahi samar-samar sambil mengeluarkan rintihan dari mulutnya. Rani melihat meja lampu dekat kasurnya berantakan. Baskom berisi air, botol minuman, dan juga mangkuk bekas makanan berserakan di situ. Apakah jangan-jangan ... Buru-buru Rani naik ke atas kasur guna memerika suhu tubuh Adipati di bagian leher.


RANI
Pati? Badan kamu panas banget! Apa sejak kemarin kamu udah seperti ini? 
(merasa panik karena Adipati hanya terpejam)
Akh, ya ampun!


Akhirnya setelah beberapa menit, Rani memanggil seorang dokter. Rani merasakan cemas luar biasa lantaran takut ayah Ara itu tak bisa diselamatkan. Untungnya, sang dokter tak mendeteksi adanya penyakit serius.


DOKTER
Ini terjadi karena adanya kenaikan asam lambung. Karena itu dia merasa mual dan bagian dada terasa terbakar. Sepertinya dia sering meninggalkan makan, atau mungkin karena keseringan bergadang. Tebus resep ini untuk menurunkan demam dan meningkatkan nafsu makannya. Kalau sampai besok kondisinya masih tidak ada perubahan, segera bawa dia ke rumah sakit.

RANI
Baik, Dok. Terima kasih banyak.

CUT TO.


137. INT. KAMAR UNIT APARTEMEN ADIPATI — SIANG

Pemain: Rani, Adipati

Setelah pergi membeli obat seperti yang dianjurkan dokter, Rani kembali ke apartemen Adipati. Ia tidak bisa dan tidak tega membiarkan Adipati sendirian dalam keadaan sakit. Maka Rani yang akan merawatnya karena ia tahu, di sini Adipati pun sama sepertinya yang tidak memiliki saudara atau keluarga.


RANI
Ayo, makanlah. 


Rani telah menyiapkan semangkuk bubur yang baru saja ia buat.


Adipati menggumam dengan mata yang masih layu dan setengah terbuka.

ADIPATI
Nggak mau.

RANI
Pati, kamu harus makan sebelum meminum obat kamu!

ADIPATI
(bersuara lemah)
Aku nggak mau.

RANI
Kamu dengar apa kata dokter tadi? Kamu begini karena kamu nggak mau makan. Kamu terus kerja keras dan selalu menyepelekan kesehatan!

ADIPATI
Jangan mengomeliku terus. Aku cuma butuh tidur.


Ya, berjam-jam Adipati lebih memilih tidur. Kondisinya yang lemas dan panas tentu menyerap habis tenanganya, sehingga tak ingin melakukan apa-apa walau untuk makan saja. Adipati terus terbaring, mungkin itu juga yang selama seharian kemarin dilakukannya. Melihatnya seperti itu, Rani merasa iba.


RANI
Batalin rapat hari ini. Ada urusan yang nggak bisa aku tinggalin. Selama aku nggak datang, aku serahkan tanggung jawab sama kamu. Jangan hubungi aku sampai aku memberimu kabar, ya.


Rani telah menghubungi asistennya setelah mengambil keputusan yang mantap dengan meninggalkan pekerjaanny, mungkin sampai Adipati benar-benar sembuh. Ia akan merawat pria itu sungguh-sungguh. Tak hanya mengganti kompres, tapi Rani juga memasak, mencuci piring dan juga pakaian Adipati. Ia tidak bisa membayangkan jika Adipati jatuh sakit saat tidak berada di dekat Rani. Dia akan semakin tak berdaya sendirian dalam keadaan seperti itu.


Ketika itu Rani melihat Adipati mengulurkan tangan ke arah meja lampu, berupaya menggapai sesuatu dari sana, ia tergesa-gesa menghampirinya.


RANI
Kamu ingin sesuatu?

ADIPATI
Aku ingin minum.


Rani yang sudah duduk di atas kasur pun bertindak mengambil apa yang dibutuhkan Adipati.

RANI
Ah, ini!


Pria yang masih terbaring itu meminum air mineral dengan bantuan sedotan.


RANI
Kamu bisa duduk? Aku akan nyuapi kamu.

ADIPATI
Aku nggak mau makan.

RANI
Pati, aku mohon. Sedikiiit aja!

ADIPATI
(bersuara serak)
Kepalaku pusing banget. Aku hanya ingin tidur.


Pria itu kembali memejamkan mata. Sepertinya Adipati benar-benar sedang merasa tersiksa dengan kondisinya, hingga Rani pun diabaikannya. Namun, tidak heran lagi bagi Rani yang telah mengenal Adipati sejak lama. Sejak dulu, sejak mereka masih tinggal di goshiwon dan Rani merawatnya ketika sakit, Adipati memang sangat anti meminum obat. Makan pun hanya sesuap. Dia akan terus tidur seharian, bahkan bisa sampai dua malam. Sebab itu Rani tidak akan tersinggung. 


Kali ini Rani juga tidak ingin menyerah. Adipati harus kembali bekerja, juga mengurus putrinya. Dia memiliki tanggung jawab besar, Dia harus pulih dan bangun lantaran banyak orang yang bergantung padanya.


Senantiasa Rani berjaga di samping Adipati. Setiap beberapa menit sekali, ia mengganti kompres dan tak lelah membujuk pria itu untuk makan. Walaupun hanya sepotong roti atau seiris buah, Rani lega melihat pria itu mau menelan dan mengisi kekosongan perutnya.

CUT TO.


138. INT. DI KAMAR UNIT APARTEMEN ADIPATI — MALAM

Pemain: Adipati, Rani

Baru saja Rani kembali dari kamar mandi, langsung mendapati Adipati menggigil dengan bibir kebiruan. Teriakannya seketika melengking menyerukan panggilan pria itu dengan nada panik, seraya cepat-cepat meloncat ke atas ranjang.


RANI
Pati, apa kamu baik-baik aja? 
(Tangannya menepuk-nepuk pipi Adipati yang sesekali mengeluarkan erangan-erangan tak jelas dari mulutnya.)
Astaga, demam kamu tinggi banget! Gimana ini?


Rani benar-benar cemas dan bingung harus berbuat apa. Setelah berpikir, akhirnya Rani mencoba menggerus obat berbentuk kaplet yang harusnya dikunyah Adipati sebelum makan, baru dilanjutkan menelan tablet yang lainnya setelah makan. Karena bandel dan tak mau menurut, Rani akan menyuapkannya diam-diam dengan bantuan sendok dan sedikit campuran air. Tak ayal, pria itu merengut begitu obatnya masuk ke dalam mulut.


ADIPATI
Eeeuuh, apa yang kamu masukin ke mulutku? 
(menggerutunya masih dengan mata setengah terbuka)

RANI
Diam dan nurut aja sama aku!

ADIPATI
Aku nggak suka obat!

RANI
Tapi kamu membutuhkannya!


Rani kembali menjejalkan sisa obat yang ada di gelas kecil ke dalam mulut Adipati dengan bantuan sendok. Sontak matanya memicing, dan Rani pun buru-buru menutupi mulut Adipati yang berusaha memuntahkan obatnya.

RANI
Pati, jangan dimuntahin, telan aja!


Beberapa detik memastikan pria itu tak lagi melakukan perlawanan, Rani memintanya untuk meminum air mineral. Hanya satu-dua isapan air yang dihantar dengan sedotan menuju tenggorokan, Adipati menjatuhkan kepala dan langsung kembali terpejam. Rani tidak menyangka akan membutuhkan kerja keras hanya untuk bisa membuatnya yang seperti bayi mau menelan obat. Sekarang dia terlihat lebih tenang, Rani jadi merasa sedikit lega. Saatnya memberikan waktu untuk Adipati beristirahat. Sebagai upaya akhr, Rani merapikan selimut beserta mengganti kompresnya dengan air yang baru.


Tengah malam, Rani masih betah tak memejamkan mata. Suhu panas yang mengaliri tubuh Adipati akhirnya sudah mereda. Setiap mengawasinya, hati Rani tanpa kendali melantunkan doa untuk kesembuhan lelaki yang sangat ia puja itu.


Pria itu telah mengeluarkan banyak keringat. Tidurnya pun tenang tak kerap menggeliat. Sedetik pun Rani tak ingin berpaling dari wajah pucat itu, apalagi beranjak. Ia terus mengawasi Adipati dengan renungan-renungan. 


RANI
Aku mencintaimu, Pati.
(bersuara lembut sambil memandangi Adipati yang terbaring)
Aku nggak tahu sejak kapan aku merasakannya. Aku hanya melihat perbedaan setelah dapat membandingkan saat diriku bersama kamu, atau dengan yang lain. Aku merasa ... aku sanggup kehilangan seribu Wira, tapi aku nggak akan pernah rela walau hidup jauh dari kamu!
(berujar penuh sesal)
Mungkin memang benar. Kamu adalah jawaban dari doa-doa Ayah untuk seorang pelindungku. Hanya karena kamu nggak mengungkap perasaanmu, aku menganggap orang lain lebih layak untuk menjagaku. Maafin aku. Maafin aku, Pati.


Rani mengenang momen-momen yang dilaluinya bersama Adipati selama ini.

RANI
Bersama kamu, begitu menjanjikan meski kamu nggak banyak mengumbar sumpah. Dalam diam, kamu menjanjikan perlindungan dan juga ketenangan. Itulah yang akhirnya menyadarkan aku betapa pentingnya menjaga kepercayaan dengan tindakan, daripada hanya meyakinkannya dari sebuah kata. 
(berkata sambil menyunggingkan bibir dan menyeka sudut matanya yang basah)
Sejak hari pertama bertemu bertahun-tahun yang lalu, kamu udah berhasil bikin aku sangat percaya sama kamu. Aku yang saat itu menganggap dunia luar menakutkan, dan semua orang perlu diwaspadai, melihatmu sebagai satu-satunya orang yang bisa menaklukkan pemikiran kolotku itu. Tanpa meminta imbalan, kamu terus melakukan apa yang aku harapkan bisa menjadi jawaban.


Rani akhirnya menyerah ketika hari menjelang pagi. Matanya mulai terasa lelah, dan ia pun menidurkan diri di samping ayah Ara. Dengan posisi menyamping, Rani menatap lurus sisi wajah bersih dan hidung Adipati yang mancung itu dengan hati dan pikiran yang tenang. 


RANI (V.O.)
Ke mana kegundahan yang aku rasakan selama ini, yang selalu membuat hidupku merasa cemas dan kurang? Mengapa bisa sirna hanya dengan melihat Pati di sampingku seperti ini?

CUT TO.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar