Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
FIRASAT
Suka
Favorit
Bagikan
70. Scene #70

INT. PEMAKAMAN UMUM. PAGI

Keisya melangkah mendekati makam Dimas. Angin berembus lembut, membuat langkah Keisya terasa berat saat berdiri di makam Dimas, sudah berada di dekatnya. 

Keisya tersenyum, memberi salam, lantas menekuk kedua lututnya di samping makam Dimas. Menyiramnya dengan air dan menaburkan bunga yang dia beli. Keisya juga menancapkan setangkai bunga mawar di dekat batu nisan Dimas. 

KEISYA

Hai, Sayang. Sudah tiga puluh sembilan hari kamu pergi. Dan malam ini adalah malam keempat puluh kamu pergi. Di malam ini juga, kamu akan berjalan di jalan yang baru. 

(tersenyum menyakitkan)

Kamu apa gak rindu sama aku? Sejujurnya, aku rindu, Mas. Aku rindu. 

Keisya menarik pandangannya ke makam di sebelah Dimas. Ada makam kecil di sana, meski pun tidak ada isinya, namun Keisya sengaja membuatnya untuk anaknya yang belum sempat lahir ke dunia. Ada nama Gilang Dimas Dirgantara di sana, yang membuat Keisya tersenyum tipis. 

KEISYA

Hai, anak bunda. Jagain ayah di sana ya. Bunda janji akan segera nyusul kalian berdua. 

CUT TO:

DIKTA

Mbak Kei?

Keisya mengarahkan pandangan ke Dikta yang sudah berdiri di belakangnya. Keisya berdiri lantas menatap Dikta dengan tatapan bingung. 

KEISYA

Kamu di sini, Dek?

DIKTA

(membuka kaca mata hitamnya)

Aku tadi sengaja ngikutin Mbak. Aku takut, Mbak melakukan hal yang aneh-aneh. 

KEISYA

(tersenyum)

Aku tidak akan bunuh diri, Dek. Aku sudah janji sama Mas Dimas dulu.

 

DIKTA

Janji apa, Mbak?

KEISYA

(menggelengkan kepala)

Maafkan mbak ya, mbak gak bisa ngasih tau kamu. 

(menghela napas)

Dek, bisa bantu mbak wujudkan permintaan terakhir Mas Dimas gak?

DIKTA

Apa itu, Mbak?

KEISYA

Bantu mbak jualkan rumah kami. Mas Dimas ingin menjualnya dan memberikan uang hasil penjualan rumah itu ke panti asuhan atau pembangunan mesjid. Kamu bisa membantuku segera mungkin? Aku ingin sebelum seratus hari kepergian Mas Dimas, rumah itu sudah terjual. 

DIKTA

Apa harus secepat itu, Mbak?

CUT TO FLASHBACK:

DIMAS

Seandainya kamu dikasih kesempatan untuk memilih waktu kematian, kamu ingin mati kapan, Sayang?

KEISYA

(menghela napas)

Aku ingin, meninggal di saat kita sudah menikah dan bertepatan dengan di hari ke 100 setelah kamu meninggal.

BACK TO:

KEISYA

Aku tidak punya banyak waktu, Dikta. 

Keisya tersenyum lebar yang membuat Dikta terdiam mendapati senyumannya. 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar