Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 75 INT RUMAH SADAJIWA
Cast. Ishana, Sadajiwa
Sadajiwa : Kamu kabur dari rumah?
(Sadajiwa bertanya pada Ishana dengan tak percaya, memasukkan kunci ke dalam lubangnya saat dia mendorong pintu rumahnya yang sederhana agar mereka berdua bisa masuk)
Sadajiwa : Kenapa?
(Sadajiwa menyalakan tombol lampu begitu mereka berada di dalam, menerangi ruang tamu kecil dengan cahaya kekuningan yang hangat)
Sadajiwa : Dan oh, ayahku biasanya udah tidur. Kamu nggak perlu menyapanya
(Ishana mengangguk dengan senyum kecil dan mengikutinya hingga sepatunya lepas dari ambang pintu. Dia kemudian mulai berdiri di ruang tamu dengan canggung. Sadajiwa memandangnya dengan aneh dari balik meja dapur)
Ishana : Apa?
Sadajiwa : Kamu jadi sangat, sangat aneh sekarang. Kayanya kamu tegang banget sampai kamu nggak denger pertanyaanku. Apa yang salah?
(Ishana menunduk dan menelan ludah dengan tenang)
Sadajiwa : Ishana
Ishana : Aku baik-baik aja
(Ishana bergumam, mencoba untuk tersenyum tapi gagal menunjukkan senyum yang tulus. Wajahnya kembali menggelap)
Ishana : Aku bakalan baik-baik aja
(Ishana merubah kata-katanya dengan lemah. Sadajiwa mengerutkan kening dan berjalan melewati jarak yang dekat antara dapur kecil dan ruang tamu)
Sadajiwa : Kamu mau nyeritain itu, kah?
Ishana : Nggak juga
(Ishana menggelengkan kepalanya, lelah)
Ishana : Mungkin nggak malam ini. Aku cuma pengen istirahat
(Sadajiwa mengangguk dan menepuk pundaknya)
Sadajiwa : Kita obrolin besok aja, ya. Aku juga ngerasa ... lelah banget hari ini
(Dia tertawa pelan, dan menghembuskan napas lelah)
Sadajiwa : Kamar mandi ada di sana. Aku kasih kamu baju yang nyaman buat ganti dan kamu bisa tidur di kamarku
SCENE 76 INT RUMAH SADAJIWA
Cast. Dayana, Sadajiwa
(Ini mengingatkannya pada masa-masa sekolah menengah mereka ketika Ishana berbaring di sebelah Sadajiwa — di dalam tenda kemping, bedanya sekarang mereka berdua di dalam kamar. Selimut hangat melayang di atas mereka, dihiasi pola beruang coklat favorit Sadajiwa, dan tiba-tiba mereka kembali menjadi sepasang anak berusia 16 tahun yang sedang kemping)
(Sadajiwa menolak untuk tidur sekamar, apalagi satu kasur. Tapi, Ishana merajuk dengan sedih saat Sadajiwa berniat tidur bersama ayahnya. Dengan terpaksa dan rasa iba, akhirnya Sadajiwa menuruti keinginan Ishana)
Ishana : Aku masih nyimpen boneka beruang raksasa yang kamu kasih pas hari ulang tahunku yang keenam belas
(Gumam Ishana sambil menatap langit-langit kamar Sadajiwa tanpa sadar)
Ishana : Aneh, kan? Kalau dipikir-pikir kenangan tentang kita tuh udah berlalu lumayan lama. Kita bukan lagi remaja yang mudah tertipu yang menertawakan lelucon konyol dan menemukan kegembiraan dalam hal receh
(Sadajiwa bersenandung perlahan di sampingnya, bersimpati pada ceritanya sambil tetap menatap ke langit-langit juga)
Sadajiwa : Rasanya udah jauh banget, ya, masa-masa SMA itu
(Ishana berbalik untuk menatapnya)
Ishana : Mau nggak kamu kembali ke masa lalu kalau kamu bisa?
Sadajiwa : Aku nggak yakin. Kedengarannya rumit. Kamu mau nggak?
Ishana : Aku mau
(Kata si pirang tanpa menghiraukan detak jantungnya, berbalik untuk melihat ke langit lagi)
Ishana : Tapi nggak sampai SMA. Sampai beberapa tahun yang lalu jadi aku bisa menghentikan beberapa hal
(Sadajiwa melihat Ishana saat dia berbicara terus)
Ishana : Mungkin aku bahkan bakal balik lagi ke masa ketika aku belum lahir jadi nggak ada satu pun dari semua ini yang bakalan ... terjadi
(Air mata mengalir deras di permukaan matanya dan dia hampir tak mampu mengedipkannya)
Ishana : Semua itu terjadi karena aku. Aku selalu penasaran kenapa hal-hal buruk terjadi pada keluargaku dan kenapa mereka ngelakuin hal buruk itu tapi ternyata, itu semua dilakukan karena aku ...
(Alis Sadajiwa berkerut karena dia tak tahu apa yang dikatakan Ishana)
Sadajiwa : Ishana...
Ishana : Kita harus tidur
(Ishana memotongnya, balik menghadap sisi tempat tidurnya sambil menyembunyikan air matanya, membelakangi Sadajiwa yang masih bingung)
Ishana : Selamat malam, Sada. Mimpi indah
Sadajiwa : Mimpi indah juga
(Sadajiwa menjawab perlahan, berbalik ke sisi tempat tidurnya untuk mematikan lampu. Begitu banyak hal yang belum terjawab hari ini. Sadajiwa berharap besok akan menjadi hari yang lebih baik, tapi entah bagaimana, jauh di lubuk hatinya, sesuatu mengatakan padanya bahwa itu tak akan terjadi. Sadajiwa tetap tak bisa tidur selama sisa malam itu, jadi dia memutuskan untuk tidur di sofa ruang tamu. Walau mereka sering kemping bareng sewaktu SMA, rasanya saat dewasa semua hal itu berubah jadi canggung dan tak normal — layaknya sahabat)