Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Anemoi
Suka
Favorit
Bagikan
7. Bagian 7

SCENE 13 EXT TAMAN BELAKANG RSJ

Cast. Sadajiwa, Dayana, Prianka

(Waktu berlalu agak cepat bagi Sadajiwa belakangan ini)

(Sementara Dayana masih memiliki kemampuan untuk membuat Sadajiwa sakit kepala seperti sebulan yang lalu - dengan sama sekali tak menyadari segalanya atau berpegangan pada lengan Sadajiwa dengan bebas seolah-olah dia adalah milik pribadinya - Sadajiwa terkejut ternyata merawat Dayana bukan merupakan pekerjaan yang buruk. Justru sebaliknya. Sadajiwa lebih banyak mengobrol dengan Dayana ketimbang dengan teman-temannya. Waktu istirahat akan dihabiskan dengan duduk di taman dan mengolok-olok Dayana perihal pernyataan konyol apapun yang dia buat alih-alih nongkrong dengan dokter magang lainnya)

(Sungguh tak terduga, bahwa Dayana ternyata teman yang cukup menyenangkan. Dia lucu, pintar dan berpikir dalam gelembung kecilnya sendiri. Pada akhir bulan, Sadajiwa telah belajar lebih banyak tentangnya. Kekesalan Sadajiwa pada Dayana mulai memudar, semakin ia mengenal gadis itu)

(VO Sadajiwa) Dayana sangat membenci daging kambing. Dia menyukai aroma-aroma terapi - yang menjelaskan mengapa dia sangat harum sepanjang waktu dan mengapa aku sulit bernapas setiap kali Dayana mendekat terlalu dekat denganku. Betapa Dayana mencintai makhluk kecil seperti anak kucing dan kelinci, dan betapa dia senang tertidur pada saat hujan turun karena itu akan mengubur suara-suara asing di telinganya.

(Sadajiwa terpaku pada situasi yang sedang terjadi, tapi mungkin dia tak boleh memberikan pujian pada Dayana terlalu dini karena gadis tersebut sekarang mendekat terlalu rapat lagi ke bagian samping Sadajiwa, sehingga mereka seperti kembar dempet)

Dayana : Sada, gimana cara benda ini berfungsi?

(Dayana merangkul lengan Sadajiwa dengan erat dan kepalanya bersandar di bahu Sadajiwa, dokter magang itu menutup buku yang sedang dibacanya dan menatap Dayana dengan tatapan serius)

Sadajiwa : Dayana, sandaran bangku ini dibuat bukan tanpa alasan

(Sadajiwa mendorong kepala Dayana perlahan dari bahunya ke sandaran bangku)

Sadajiwa : Supaya kamu bisa mengistirahatkan kepalamu itu di sana dan bukan di pundakku

Dayana : Tapi lebih nyaman di sini

(Dayana merajuk dan dia menyandarkan kepalanya ke bahu Sadajiwa lagi. Memeluk bagian tubuh samping Sadajiwa kembali)

Dayana : Dan juga lebih hangat

(Sadajiwa menghela napas. Musim Dingin tak pernah datang di negara tropis, tapi anehnya Dayana seperti winter dihidupnya, dingin namun mengahangatkan hatinya. Dayana bersikap dingin dan ketus pada orang lain kecuali Sadajiwa dan Bu Tita, mungkin. Karena pelukan Dayana semakin erat, akhirnya Sadajiwa menyerah dengan senyum tipis)

Sadajiwa : Buat apa kamu ingin tahu cara kerja handphone-ku?

Dayana : Oh, aku cuma pengen tahu aja

(Dayana memegang ponselnya terbalik dan menatapnya seolah itu adalah spesimen galaksi luar, kepalanya masih bertumpu di bahu Sadajiwa)

Dayana : Bahkan nggak ada tombolnya, gimana cara makenya?

(Sadajiwa mendengus dengan tawa)

Sadajiwa : Ya Tuhan, sepuluh tahun yang lalu teleponnya kaya gimana sih? Nokia hitam dan putih yang ada permainan ularnya?

(Dayana mencubit paha Sadajiwa yang langsung menjerit)

Dayana : Ajarin aku cara pakenya

(Dayana cemberut lagi dan Sadajiwa berpikir kalau itu terlihat sangat imut)

Sadajiwa : Oke, deh...

(Sadajiwa mendengus dan mulai menggesek layar HP-nya)

Sadajiwa : Intinya kamu cuma perlu mengetuk ikon yang ingin dibuka dan semuanya akan muncul

(Dayana memperhatikan saat Sadajiwa memberikan contoh singkatnya dan setelah beberapa menit Dayana mulai bisa memahami dasar-dasarnya. Sekarang Dayana berkelana ke galeri Sadajiwa tanpa izin)

Sadajiwa : Aku nggak bilang kalau kamu bisa lihat galeriku

(Sadajiwa mencoba mengambil ponselnya tapi Dayana mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya dengan gaya anak SD. Terkadang Sadajiwa bertanya-tanya apa pertumbuhan mental Dayana berhenti dan pertumbuhan tubuhnya pun ikut berhenti saat dia mencapai usia sepuluh tahun. Itulah alasan mengapa Dayana begitu mungil dan mengapa ia terkadang bisa sangat kekanak-kanakan)

Dayana : Wah, apa kamu yang ngegambar ini?

(Mata Dayana membelalak kagum saat menatap beberapa foto sketsa random milik Sadajiwa)

Dayana : Semuanya indah

Sadajiwa : Itu cuma iseng

(Potong Sadajiwa dengan malu-malu, wajahnya memerah dan memalingkan pandangannya)

Sadajiwa : Itu cuma sketsa random yang dibuat kalau lagi bosen

Dayana : Kamu bilang yang kaya gini tuh random? Ini tuh masterpiece!

(Dayana tak setuju dengan Sadajiwa dan untuk sekali ini, terlihat sangat serius)

Dayana : Kamu jago dalam hal ini. Kamu harus gambar lebih banyak

(Sadajiwa tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya)

Sadajiwa : Aku udah lama nggak ngegambar. Kayanya aku bahkan udah nggak bisa bikin lingkaran lagi

Dayana : Tapi kenapa?

(Sadajiwa menghela napas, batinnya berdebat apa dia harus jujur pada Dayana atau tidak)

Sadajiwa : Nggak tahu. Mungkin aku udah kehilangan passion-nya sejak beberapa tahun lalu. Ada banyak hal yang terjadi dan aku... butuh waktu lama bahkan untuk bermain gitar lagi. Semua itu mengingatkanku pada masa lalu, pada seseorang, yang lebih baik kulupakan

Dayana : Seseorang?

Sadajiwa : Ya. Seseorang yang biasa kunyanyikan dan mainkan gitar

(Suara Sadajiwa merendah ke titik di mana Dayana harus berusaha keras untuk mendengarnya)

Sadajiwa : Dan seseorang itu juga yang dulu sering aku gambar

(Ada keheningan aneh yang membayang di antara mereka sebelum Dayana bertanya lagi)

Dayana : Pacar?

(Sadajiwa tertawa kecil)

Sadajiwa : Hampir. Kita masih berteman. Friendzone. Seseorang yang begitu baik dan penuh perhatian yang kusayangi selama bertahun-tahun. Dia adalah inspirasiku. Dia membuatku sangat bahagia dan merasa hidup saat bersamanya, walau dia selalu tampak sedih dengan wajahnya yang sendu

(Pikiran Sadajiwa mengembara ke masa lalu, dan kemudian sadar dengan cepat. Sadajiwa bertanya-tanya apa dia telah membocorkan terlalu banyak hal tentang dirinya pada Dayana)

(Tapi Dayana tampaknya tak keberatan soal Sadajiwa yang membicarakan tentang wanita lain. Dayana tampak sedang gelisah tentang sesuatu yang lain)

Dayana : Sekarang kamu bahagia nggak?

(Raut wajah Dayana samar antara kekhawatiran dan kesedihan)

(VO Sadajiwa) Mengapa dia sedih soal ini?

Sadajiwa : Aku harus pergi ke kelas

(Sadajiwa berdiri dan menyandang tasnya di bahu)

Sadajiwa : Bu Tita pasti bakal bunuh aku kalau terlambat. Simpen aja dulu HP-nya, kamu bisa pake itu kalau lagi bosen. Ada banyak hal yang bisa menghiburmu saat aku nggak ada. Aku akan mengambilnya saat makan siang

(Mendengar itu, Dayana tersenyum kembali. Tidak secerah senyum biasanya tapi matanya tetap bersinar)

Dayana : Apa itu artinya kamu bakal datang nemuin aku lagi nanti?

(Sadajiwa menepuk kepala Dayana dengan ringan dan tertawa)

Sadajiwa : Ya, aku harus mengawasimu biar kamu nggak kabur lagi dan membuatku dalam masalah. Hukumanku udah cukup, ya...

(Dayana memanyunkan mulut dan Sadajiwa menyeringai)

Sadajiwa : Sampai jumpa

(Sadajiwa berbalik dan pergi, melewatkan perubahan ekspresi Dayana yang memudar menjadi tatapan sedih dan prihatin)

 

SCENE 14 INT KAMAR NO 8

Cast. Sadajiwa, Dayana

Dayana : Kamu baik-baik aja, kan? Kaya lagi kecewa

(Dayana merangkak ke pangkuan Sadajiwa dan meletakkan kepalanya di paha pria itu sembari mengintip ke wajah berkerut yang tersembunyi di balik buku yang terbuka)

(Sadajiwa menggumamkan ‘Ya’ dengan malas dan terus menatap bukunya dengan hampa. Sadajiwa tampak tidak fokus, dan Dayana bertanya-tanya apa kata-katanya bahkan terlintas di dalam pikiran Sadajiwa)

Dayana : Matamu bahkan nggak bergerak sama sekali

(Dayana mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Sadajiwa tapi berhenti di udara saat Sadajiwa menatapnya nanar)

Sadajiwa : Aku lagi nggak mood main

(Sadajiwa menyeret pandangannya kembali ke buku di tangannya)

Sadajiwa : Abis ini aku ada tes, main di tempat lain aja sana

(Sadajiwa bergeser jadi Dayana mengangkat kepalanya dari pangkuan Sadajiwa, tapi Dayana tak menyerah begitu saja. Keras kepala adalah sifat terburuknya)

Dayana : Nggak ada gunanya membaca kalau kata-katanya bahkan nggak bisa terlintas di benakmu

(Dayana bersikeras, tapi kurangnya respon dari Sadajiwa membuatnya menarik buku itu untuk memberikan tatapan tajamnya)

Sadajiwa : Aku, kan, udah bilang lagi nggak mood main, Dayana

Dayana : Aku, kan, nggak bilang mau main, Sadajiwa

(Dayana menjawab dengan tenang dan untuk sekali ini, dia terdengar seperti sosok kakak perempuan)

Dayana : Aku cuma pengen ngobrol. Sepertinya kamu butuh curhat

(Sadajiwa menghela napas, menatap Dayana dan merasakan napasnya semakin berat)

Sadajiwa : Ada beberapa hal yang cukup rumit dan sebaiknya kamu nggak usah tahu

(Mungkin terdengar menyinggung ditelinga orang lain, tapi seperti biasanya Dayana hanya memiringkan kepala dengan rasa ingin tahu, menatapnya polos)

Dayana : Kenapa aku nggak usah tahu?

Sadajiwa : Nggak usah aja

Dayana : Sada, aku bisa ngerti, aku tuh nggak bodoh.  Mungkin aku nggak kelihatan pinter tapi seenggaknya aku ngerti banyak hal. Aku dulunya ... cukup pintar

(Dayana hampir frustrasi)

(Sadajiwa sedang dalam suasana hati yang buruk, tapi senyum kecil berhasil lepas dari bibirnya)

Sadajiwa : Serius? Kamu bahkan nggak bisa pakai smartphone

Dayana : Itu hal yang beda!

(Gadis berambut hitam itu mendengus. Untuk sesaat, dia tampak sedang berjuang untuk mampu membuktikan kepada Sadajiwa bahwa ia bukan hanya seorang idiot yang tak berguna)

Dayana : Minjem buku kamu

Sadajiwa : Apa?

Dayana : Siniin aja dulu

(Sadajiwa ragu-ragu tapi akhirnya mengangkat bahu dan menyerahkan buku yang penuh dengan istilah medis yang ia yakin Dayana tak akan mengerti)

(Dayana mengamati kertas-kertas itu dengan tenang, membalik-balik dan membaca kira-kira lima halaman dalam rentang tiga menit sebelum menyerahkan buku itu kembali pada Sadajiwa)

Dayana : Kasih aku pertanyaan

Sadajiwa : Kamu lagi bercanda, kan? Bahkan aku nggak bisa menghapal lima halaman dalam tiga menit — bahkan rekan magangku. Itu mustahil

Dayana : Duh, stop nanya dan nanya - maksudku, tanyain aja cepet!

(Dayana mulai terlihat frustrasi lagi dan Sadajiwa tertawa kecil)

Sadajiwa : Oke deh, kamu aneh

(Sadajiwa menatap buku itu dan berpikir sejenak)

Sadajiwa : Berapa dosis harian dari kumpulan obat anti anxietas?

(Sadajiwa mengambil hal paling acak, buku dengan minim kata dan banjir angka yang bahkan Prianka – dokter magang terpintar di kelas mereka - tak akan dapat menghapalnya dalam waktu tiga menit tanpa kesulitan. Yang mengejutkannya, Dayana mengatakan jawabannya itu seolah-olah dia sedang menyanyikan sebuah lagu)

Dayana : Chlordiazepoxide 10 sampai 100 mg per hari. Diazepam 2 sampai 40 mg per hari. Lorazepam 1 sampai 10 mg per hari. Alprazolam 0,5 sampai 4 mg per hari. Clobazam 10 sampai 60 mg per hari. Clonazepam 1 sampai 6 mg per hari. Buspirone 15 sampai 45 mg per hari. Apa aku ngelewatin sesuatu?

(Sadajiwa berkedip. Dayana balas berkedip)

Dayana : ada yang salah, kah?

Sadajiwa : Ng-nggak

(Sadajiwa tergagap tak percaya, lalu membalik halaman terakhir dengan tergesa-gesa)

Sadajiwa : Efek samping obat psikotropika?

Dayana : Gemetar, parkinsonisme, tardive, akathisia, mengantuk, hipotensi ortostatik, takikardia, galaktorea, gangguan akomodasi, pingsan, delirium, leukopenia, ikterus, alergi-

Sadajiwa : Nomor teleponku?

Dayana : 08211407809

Sadajiwa : Kok kamu bisa tahu?

Dayana : Aku udah mainin ponselmu sepanjang hari. Denger, intinya tuh, aku nggak bodoh. Kamu bisa curhat apapun sama aku

Sadajiwa : Ya, ya, kamu nggak bodoh, kamu ajaib! Terus kok bisa kamu masuk ke RSJ sini? Kamu tuh bisa menyelamatkan nyawa lebih banyak dari kita semua dengan memori seperti itu! Menemukan obat untuk kanker atau –

Dayana : Aku nggak peduli soal kanker, yang aku peduliin tuh kamu sama masalahmu

(Dayana memotongnya, dan wajah Sadajiwa memerah tersipu saat mata yang tajam itu menusuk ke arahnya)

Dayana : Cerita aja. Aku bisa dengerin apa aja dan akan menyimpan rahasianya rapat-rapat

(Ada ketulusan yang terpaku dalam suaranya, dan Sadajiwa merasa dinding yang sudah ia jaga dengan hati-hati perlahan melemah)

Sadajiwa : A-ayah dan Rekan magangku mulai protes...

(Alis Dayana terangkat, jadi Sadajiwa langsung menjelaskan maksudnya)

Sadajiwa : Me-mereka bilang aku terlalu banyak menghabiskan waktu dengan pasienku, bahkan ketika jatahku libur, ayahku ingin aku cuti dua hari... dan... dan Bu Tita menyetujuinya

(Dayana terdiam beberapa saat sebelum tertawa. Sadajiwa tak tahu apa dia harus tersinggung, Sadajiwa telah susah payah berkata dengan hati-hati agar Dayana tak kecewa dan ternyata ia hanya mendapat tawa kecil sebagai tanggapannya)

Dayana : Oh, Sada..

(Dayana tertawa lagi, entah kenapa masih ringan dan lapang meski air mata mengalir dari sudut matanya)

Dayana : Aku mulai mendengar suara-suara halusinasi pada saat aku berumur 14 tahun, dan kamu kira dengan kepergianmu dua hari aja akan mempengaruhiku? Jalani aja hidupmu dengan semestinya walau tanpaku

(Dayana tersenyum miris dan Sadajiwa merasa semakin bersalah setelah mendengarnya, ada kejanggalan dari tawa Dayana)

(Dayana mengangkat tangannya dan kali ini dialah yang mengetuk kepala Sadajiwa)

Dayana : Jenguk ayahmu, dia lebih membutuhkanmu

Sadajiwa : Kamu nggak bodoh sama sekali, Dayana

(Dayana mendengus dan memutar matanya)

Dayana : Kamu bisa mengucapkan terima kasih seperti orang normal

(Kali ini Sadajiwa tertawa)

Sadajiwa : Nyindir kalau aku nggak normal, huh?

Dayana : Ya, aku udah pernah bilang, kan, kalau aku nggak takut sama kamu karena aku ngerasa kita sama, senasib

(Dayana bercanda lalu menubruk tubuh samping Sadajiwa iseng. Sadajiwa membalasnya dan mereka berdua akhirnya terkikik sambil saling mendorong seperti sepasang balita)

(Ketika tawa mereka perlahan-lahan melambat, Sadajiwa berdehem dengan canggung dan gelisah di depan mata cokelat yang indah itu)

Sadajiwa : Hei, Dayana, terima –

Prianka : Kak Sada!

(Prianka memanggil. Sadajiwa dan Dayana memutar kepala mereka ke arah gadis berambut sepundak yang melambai dengan penuh semangat, di depan pintu kamar yang sudah terbuka)

Prianka : Bu Tita berangkat lebih awal ke beberapa seminar! Yang lain ingin bermain dodge-ball dengan pasien juga, apa kalian berdua mau gabung?

(Sadajiwa menatap Dayana, tahu betul bahwa gadis yang lebih tua tak menyukai kerumunan, tapi terkejut saat Dayana mengangguk)

Dayana : Ayo, gabung. Aku nggak mau jadi alasan kamu jauh dari rekan magangmu?

Sadajiwa : Eh? Seriusan?

Dayana : Ya, kenapa nggak?

(Dayana berdiri, wajahnya kembali ke mode tenang yang biasa dipakainya)

Dayana : Bu Tita juga bilang kalau aku butuh sosialisasi dan refreshing

(Sadajiwa berdiri tegak tapi wajahnya tetap ragu)

Sadajiwa : Nah, kalau gitu. Ayo main

(Sedikit yang Sadajiwa pahami, bukan Dayana yang butuh bersosialisasi dan refreshing melainkan Sadajiwa dan Dayana mulai mengerti itu. Karena baginya, Sadajiwa saja sudah cukup menyenangkan)

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar