Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Anemoi
Suka
Favorit
Bagikan
20. Bagian 20

SCENE 39 INT RUMAH LAMA DAYANA

Cast. Dayana, Tetangga lama Dayana

*Flashback Dayana*

(Dayana berlari menuju rumah lamanya. Rumah tua yang terlupakan di Bandung tempat dimana mereka pernah hidup bahagia bersama. Bangunan kecil itu sudah sangat usang sejak terakhir kali Dayana melihatnya. Dinding yang dulunya putih telah memudar menjadi abu-abu kusam. Catnya terkelupas, dan taman itu dipenuhi tanaman mati dan rumput liar yang tinggi.

Dayana bertanya-tanya apa ibunya terlalu sibuk untuk mengurus kebun setelah dia kembali tahun lalu tapi Dayana mengabaikan pikiran itu karena terlalu gembira untuk memikirkan tentang bangunan tersebut)

(Dayana akan bertemu ibu kandungnya lagi. Setelah satu tahun hidup terpisah karena ayahnya menceraikan ibunya, Dayana akhirnya akan bertemu dengannya lagi. Hatinya melonjak dan Dayana praktis melompat-lompat ke dalam taman. Dayana melompat ke beranda yang berderit dan menunggu dengan napas tertahan saat dia mengetuk pintu yang berdebu)

Dayana : Ibu?

(Panggilnya, berdiri berjinjit dengan tangan mencengkeram tali tas punggungnya. Itu adalah hari yang langka karena ayahnya pergi jalan-jalan ke kota lain dengan istri barunya - ibu tirinya,  jadi Dayana akhirnya bisa menyelinap untuk mengunjungi Bandung tanpa dimarahi. Dan terkunci di kamarnya)

Dayana : Ibu?

(Dayana memanggil lagi saat mengetuk pintu lebih keras. Tak ada jawaban yang datang dari dalam jadi dia mulai berputar di sekitar pekarangan dengan tak sabar sembari mencuri pandang melalui jendela yang retak. Dayana berhenti dan mengangkat alisnya setelah beberapa langkah karena ibunya membiarkan jendela terbuka)

Tetangga lansia : Daya?

(Seorang lansia berhenti di depan rumah dan menatap dirinya yang berusia 12 tahun dengan mata tak percaya)

Tetangga lansia : Daya? Daya Larasati manis kita? Apa itu kamu?

Dayana : Nenek!

(Dayana berlari ke arah nenek yang keriput dengan riang dan menenggelamkan dirinya dalam pelukan hangat, wajahnya menekan dalam ke perut wanita tua itu)

Dayana : Daya kangen banget

(Nenek itu tertawa dan memeluk punggungnya sama eratnya)

Tetangga lansia : Nenek juga kangen, Daya yang manis! Gimana kabarmu? Lihat, kamu sekarang udah tumbuh lebih tinggi!

(Dayana menjulurkan bibir bawahnya dan melihat ke atas)

Dayana : Jangan bohong. Aku murid terpendek di kelasku sekarang

(Wanita tua yang baik hati itu tertawa terbahak-bahak dan menepuk kepala Dayana)

 Tetangga lansia : Ada apa tiba-tiba ke sini, Daya? Apa kamu datang ke sini sendirian?

(Dayana mengangguk dengan penuh semangat dan melepaskan pelukannya)

Dayana : Aku datang mengunjungi ibuku, tapi sepertinya dia nggak ada di rumah? Juga, mengapa jendelanya terbuka dan retak, nenek? Serangga bakalan masuk rumah nih

(Senyuman dari wajah nenek itu berubah menjadi pucat. Dayana menatapnya penuh harap dan suara wanita tua itu pecah saat berbicara)

Tetangga lansia : Daya... apa ayahmu nggak ngasih tahu kamu tentang apa yang terjadi sama ibumu?

(Dayana menggelengkan kepalanya, perutnya mulai mual dengan rasa dingin yang tak menyenangkan)

Dayana : Ada apa? Ibuku kenapa?

(Wajah orang tua itu gelap dan menggelengkan kepalanya saat dia berjongkok agar sejajar dengan Dayana)

(Dayana punya firasat kalau dia tak akan menyukai apa yang akan dikatakan nenek itu)

Tetangga lansia : Daya…Ibumu meninggal sembilan bulan yang lalu

SCENE 40 INT. SEL HUKUMAN

Cast. Sadajiwa, Dayana

(VO Dayana) Bunuh Bunuh Bunuh Bunuh!

(Dayana tersentak dari tempat tidurnya sambil terengah-engah. Saluran napasnya tersumbat dan dadanya sesak seolah-olah dia tenggelam di lautan. Matanya terbang berkeliling dengan panik untuk mencari cahaya tapi tak menemukan apa-apa, membuatnya berpikir sejenak bahwa dia benar-benar tenggelam. Tenggelam di suatu tempat yang dingin dan gelap di mana dia tak akan pernah melihat apa pun lagi)

(Dadanya menyempit lebih keras dan dia terjatuh dari tempat tidurnya ke lantai dengan suara keras. Tangannya gemetar dalam kegelapan karena panik)

Sadajiwa : Dayana! Apa kamu baik-baik aja?

(Dayana mendengar sebuah suara - suara yang familiar - memanggilnya dari jauh dan dia merangkak menuju suara itu secara membabi buta sambil bergulat dengan kegelapan)

Dayana : Sa-sada? Sadajiwa?

Sadajiwa : Ya, Daya. Ini aku, Sadajiwa. Aku tepat di depan sel ini. Kamu bisa lihat aku, kan?

(Dayana melihat secercah cahaya datang tak jauh dari pintu dan dia segera berlari ke arah pintu. Sadajiwa sedang duduk di depan jeruji besi dengan senter di tangannya)

Dayana : Sada... di sini sangat gelap

(Dayana meraih jerujinya, mendorong dan mengguncangnya dengan liar untuk menerobosnya tapi pintu itu terkunci sangat rapat)

Dayana : Di sini ... sangat gelap... Aku nggak bisa bernapas ... Tolong, keluarkan aku dari sini ... Keluarkan aku dari sini, Sada!

(Dayana mulai menangis dan menggetarkan pintu jeruji itu dengan keras lagi, Sadajiwa mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan kecil yang dingin itu dan menghentikan Dayana untuk mengamuk)

Sadajiwa : Hei, Daya, nggak apa-apa. Ada aku di sini nemenin kamu. Kamu nggak usah takut

(Sadajiwa menurunkan tangan Dayana dari logam dingin itu dan meletakkannya di pangkuannya, mengelusnya berulang kali)

Sadajiwa : Nah? Aku di sini. Nggak ada hal buruk yang akan terjadi padamu

(Dayana mencengkeram tangannya dengan erat seolah-olah itu adalah tali penyelamat dan bergeser lebih dekat sampai sedekat yang diizinkan jeruji logam itu)

(Sinar bulan menerpa mereka secara samar melalui jendela dan Dayana akhirnya bisa melihat wajah Sadajiwa dalam kegelapan. Tepat di depannya, tepat di luar sel)

Dayana : Sada... aku takut ... aku ... aku mimpi buruk lagi. Dan suara-suara itu ... mereka nggak mau hilang. Mereka terus berbisik bahkan dalam tidurku...

(Napas keluar dari dirinya dalam pola yang tak teratur, Sadajiwa mengangkat satu lengan dan menyelipkannya melalui jeruji untuk membelai pipi Dayana dengan lembut)

Sadajiwa : Nggak apa-apa, Daya. Bicara padaku. Bicaralah padaku sampai suaranya hilang

(Dayana bergeser dengan gemetar dan menekan sisi kepalanya ke lobang kecil di pintu jeruji itu, meringkuk di sana sehingga lengan Sadajiwa memeluknya melalui celah. Sadajiwa mencari posisi ternyaman dan melingkarkan lengannya di bahu Dayana. Mereka bertahan dalam pelukan yang tenang untuk sementara waktu)

Dayana : Suaranya terus menyuruhku membunuh ... A-aku bermimpi tentang ibuku .... saat aku kembali ke Bandung dan menjenguknya setelah perceraian tapi ... seorang tetangga bilang kalau dia sudah mati...

(Sadajiwa bisa merasakan tangan Dayana melingkar jadi gumpalan kecil di lengannya dan menegang. Sadajiwa menepuk pundaknya dengan lembut)

Dayana : Ibuku gantung diri, Sada... Dia bunuh diri di rumah lama kita, karena ayah membawaku pergi setelah mereka bercerai dan dia nggak punya siapa-siapa. Aku sangat marah ... Aku sangat marah, aku ingin membunuh ... dan tiba-tiba suara di telingaku mulai berteriak berulang kali dan aku –

(Dayana berhenti. Sadajiwa mendengar rasa takut bergetar di dalam suaranya)

Dayana : Aku takut, Sada. Aku takut pada diriku sendiri. Aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri karena suara itu lagi dan aku jadi monster yang diinginkannya –

(Sadajiwa merasakan cengkeraman erat di lengannya dan suara gadis yang lebih tua itu teredam oleh air mata)

Dayana : Seperti hari ini ... Aku nggak ada rencana menyerang pasien itu ... Aku cuma melihatnya menyakitimu dan aku-

(Dayana berhenti berbicara dan menarik napas, terisak pelan. Sadajiwa meremas bahunya dengan lembut)

Sadajiwa : Daya, nggak apa-apa ... tragedi itu emang momentum panik dan kamu hanya ingin membantu. Kamu bukan monster atau sejenisnya. Kamu ingin menyelamatkanku, ingat? Monster nggak akan menyelamatkan siapapun

(Dayana berjuang untuk mengatur jalan napas dari isak tangisnya dan setelah beberapa saat, napasnya akhirnya lancar)

Dayana : Apa dia ... apa Bu Cempaka masih hidup?

Sadajiwa : Masih hidup

(Sadajiwa mengangguk, senyum kecil menghiasi wajahnya saat berbicara dengan lembut)

Sadajiwa : Kamu nggak membunuh siapapun, Daya. Nggak akan pernah. Kamu bahkan nggak bisa menginjak kucing tanpa merasa menyesal, ingat?

(Gadis yang lebih tua tertawa pelan dan menyeka air matanya. Sadajiwa mengusap bahunya)

Sadajiwa : Jangan takut pada dirimu sendiri. Kamu jauh dari istilah monster

(Dayana menarik lengan di bahunya untuk memeluk Sadajiwa lewat celah di sel besi itu lebih erat dan tenggelam dalam kehangatannya)

Dayana : Tetaplah bersamaku seperti ini sebentar, Sada. Aku belum mau tidur

(Sadajiwa mengangguk dan membiarkan Dayana merasakan sedikit kehangatan yang bisa ditawarkannya saat ini)

Dayana : Aku harap pintu besinya nggak ada di sini jadi aku bisa bersandar di pundakmu. Aku rindu, udah lama sekali rasanya...

(Pipi memerah, Sadajiwa merasa hangat di sekujur tubuhnya meski udara Musim Hujan yang dingin menggigit kulitnya. Jantungnya berdebar perlahan dan perutnya berdengung dengan kehangatan yang nyaman. Saat malam semakin larut, Sadajiwa melihat Dayana tidur di bawah pancaran cahaya bulan yang meringkuk di lengannya, dan berpikir bahwa kekhawatiran Bu Tita tak beralasan)

(Sadajiwa ingin menjaga gadis ini tetap aman. Sadajiwa menarik napas. Sudah waktunya untuk melepaskan ketakutannya, kekhawatirannya, dan ... jujur pada perasaannya)

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar