Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Anemoi
Suka
Favorit
Bagikan
5. Bagian 5

SCENE 9 EXT. GERBANG RSJ

Cast. Sadajiwa, Dayana

Dayana : Merangkak

(Dayana berkata saat berdiri di depan tembok abu-abu yang menjulang tinggi di luar bangsal. Sadajiwa mulai mempertanyakan kredibiltasnya sebagai calon dokter. Mengapa dia setuju untuk melakukan ini?)

Sadajiwa : Aku harus nyeret kamu balik ke kamar dan menguncimu sampai -

(Ada lubang di bawah dinding. Dayana tak memperhatikan kalimat Sadajiwa sebab ia sibuk memindahkan setumpuk daun kering untuk membuka lubang kecil di dasar dinding itu, yang muat untuk satu orang. Sadajiwa ternganga)

Sadajiwa : Oke, orang ngiranya Bu Tita yang perfeksionis itu bahkan nggak akan membiarkan semut lolos dari pengawasannya, tapi sepertinya dia sama cacatnya seperti kita semua

(Sadajiwa mengerutkan kening)

Sadajiwa : Ini nggak baik. Gimana kalau semua orang gila melarikan diri? Gimana kalau kamu melarikan diri?

Dayana : Nggak akan ada orang lain yang tinggal cukup lama untuk mengetahui lubang ini (Dayana berkata dingin, dan Sadajiwa hampir merasa tidak enak sudah mendengar informasi tersebut. Bohong sekali kalau informasi itu tak memilukan)

Dayana : Jangan khawatir, aku nggak ada rencana untuk kabur. Aku mungkin akan melakukannya bertahun-tahun yang lalu saat menemukan lubang ini kalau aku mau

(Ada sedikit kesedihan yang terpendam dalam suaranya dan Sadajiwa berpikir kalau ia pasti sudah benar-benar ketularan gila karena membuat keputusan yang sangat buruk saat itu)

Sadajiwa : Baik. Kita keluar, tapi sebentar

■ SCENE 10 EXT MINIMARKET SEBERANG RSJ

Cast. Sadajiwa, Dayana

(VO Sadajiwa) Ini ide yang buruk

(Sadajiwa tahu dia akan menyesalinya cepat atau lambat, tapi seharusnya penyesalan itu datang sejak awal)

(Saat itu hampir tengah malam, tapi gedung rumah sakit utama di luar departemen psikiatri yang terisolasi masih berdesakan dengan orang. Perawat berlari dengan panik sambil mendorong tempat tidur pasien dan keluarga berdiri di sana-sini)

(VO Sadajiwa) RSJ pusat tak pernah tidur...

Sadajiwa : Dayana, aku akan membelikanmu mie gelas terus balik sini lagi

(Sadajiwa mengerang, mencoba melepaskan tangan Dayana dari lengannya karena gadis yang lebih tua itu mencengkeramnya seperti koala yang memeluk pohon)

(Dayana menolak untuk melepaskannya, mendorong dirinya lebih dalam ke sisi Sadajiwa. Cengkeraman di lengannya juga semakin kuat. Dayana terlihat sangat tertekan, tapi Sadajiwa merasa lebih tertekan karena wajah Dayana terbenam dalam ke bahunya. Orang-orang memandang mereka aneh)

Sadajiwa : Cuma butuh tiga menit

(Sadajiwa jengkel, berusaha keras untuk melepaskan tangan kecil Dayana dari lengannya)

(VO Sadajiwa) Kenapa dia repot-repot pergi keluar kalau ternyata dia begitu takut ketemu banyak orang?

Dayana : L-langsung balik sini lagi, oke?

(Suara Dayana sedikit bergetar saat ia dengan enggan melepaskan lengan Sadajiwa)

Sadajiwa : Baik

(Kata Sadajiwa dan berlari kecil ke toko di seberang mereka untuk membeli dua cangkir mie)

Sadajiwa : Jadi berapaan, Mbak?

(Sadajiwa bertanya, dan secara mental menampar dirinya sendiri ketika dia membuka dompet dan menemukan hanya Rp 10.000 tergeletak di dalamnya dengan sedih, Sadajiwa tak punya uang cash, semua uangnya ada di ATM dan dia juga bukan mahasiswa tajir yang siap cash kapan saja ia mau)

Sadajiwa : Uh, aku ambil satu aja, Mbak.

(Mbak kasir minimarket itu tersenyum padanya dan Sadajiwa setidaknya berterima kasih atas ketampanannya. Itu adalah satu-satunya hal yang berguna dihidupnya)

(Sambil menunggu air panas mengisi cangkir, matanya bergetar untuk memeriksa apakah gadis berpakaian putih di seberang toko itu baik-baik saja. Dia menggelengkan kepalanya ketika melihat Dayana tersentak pada semua orang yang melewatinya)

(VO Sadajiwa) Nggak nyangka kalau Dayana tuh kucing yang penakut, atau mungkin agorafobia?

(Sadajiwa juga tak suka orang banyak, jadi dia bisa cukup bersimpati. Saat ia menghampiri gadis pucat yang sedang memeluk dirinya sendiri dengan erat di trotoar jalan yang macet, Sadajiwa menariknya ke tempat yang lebih tenang)

Sadajiwa : Ini, makanlah sesuatu yang hangat, kamu kedinginan sampai terlihat seperti mayat

(Sadajiwa membagikan mie gelas kepada gadis itu saat mereka duduk di bangku jalan)

Dayana : Kamu sendiri nggak beli mie-nya?

Sadajiwa : Cemasin dirimu sendiri. Bahkan napasmu saja tersengal-sengal saat bertemu banyak orang, tapi kamu memaksa ingin keluar. Ck ck

Dayana : Nah, kamu bilang, kan, belum makan sejak pagi, jadi...

(Sadajiwa menatap gadis itu dengan ekspresi geli karena tingkat kepeduliannya yang mengejutkan)

Sadajiwa : Nggak lapar lagi setelah melihat wajah konyolmu. Habisin makannya

(Aksi keren Sadajiwa hancur ketika perut bodohnya memutuskan untuk mengkhianatinya dengan suara gemuruh yang sekarat)

(VO Sadajiwa) Sial

(Anehnya, Dayana tak menertawakan hal itu seperti yang dilakukan orang normal dan kening Dayana malah berkerut karena khawatir)

Dayana : Kamu lapar! Kita harus berbagi

Sadajiwa : Nggak

(Sadajiwa menolak dalam sekejap seolah hal itu menyinggung perasaannya)

Sadajiwa : Dengar, mungkin nggak apa-apa bagimu tapi aku secara pribadi-

Dayana : Kalau gitu kamu bisa makan duluan dan aku akan makan sisanya

(Dayana menyuapi mie panas itu ke dalam mulut Sadajiwa, dan Sadajiwa menghembuskan napas dalam-dalam. Sangat sulit mencoba menekankan akal sehat pada seseorang seperti Dayana. Mungkin Sadajiwa harus menghormati Bu Tita karena telah tabah menangani hal ini selama bertahun-tahun)

Sadajiwa : Baiklah, baiklah. Tapi singkirkan tanganmu, aku punya tanganku sendiri

(Sadajiwa mengambil mangkuknya dari Dayana dan mulai meniup hidangan panas itu. Mata Dayana yang dingin mulai berbinar saat ia melihat Sadajiwa makan)

Sadajiwa : Berhentilah tersenyum sambil menatapku, itu menyeramkan

Dayana : Oh maaf

(Dayana membuang muka, dan mata itu dingin dan datar kembali. Sungguh seperti dua orang yang berbeda)

Sadajiwa : Lagipula, kenapa kamu begitu banyak tersenyum padaku? Kamu bahkan panik saat melihat orang-orang

Dayana : Karena kamu merasakan hal yang sama denganku?

(Sadajiwa tersedak mie dan Dayana menepuk-nepuk punggungnya dengan perlahan, mereka sedang duduk di bangku trotoar yang cukup sepi)

Sadajiwa : Permisi? Aku sama denganmu? Maksudnya?

(Gadis yang lebih tua mengangguk dengan santai)

Dayana : Kamu juga kelihatannya nggak terlalu menyukai ‘banyak orang’. Kamu selalu sendirian di atap dengan gitarmu sementara yang lain berkumpul di kantin

(Alis Sadajiwa terangkat. Dia benar-benar harus memperingatkan dirinya sendiri tentang Dayana setelah ini karena di balik wajah tenang yang tidak tahu apa-apa itu, Dayana sepertinya menelaah dirinya terlalu dalam)

(Dayana terlihat terlalu intelektual untuk seseorang yang tinggal di rumah sakit jiwa. Sadajiwa seharusnya tak meremehkan pernyataan Bu Tita waktu itu)

Sadajiwa : Ya begitulah. Aku nggak terlalu dekat dengan orang-orang, walaupun Zafia dan Prianka sudah mengenalku sejak awal kuliah. Mereka terlalu terang untuk sisi gelapku

(Sadajiwa mendorong cangkirnya kembali ke Dayana dan memberi isyarat padanya untuk menghabiskan sisanya)

Dayana : Tapi kenapa? Kamu orang baik

Sadajiwa : Kalau kamu bertanya pada semua orang, aku yakin 'baik' dan 'Sadajiwa' nggak akan ada dalam kalimat yang sama. Aku bahkan jarang tersenyum pada orang lain. Baru aja aku pikir kalau kamu cukup pintar untuk mengenaliku, tapi untuk hal itu kamu salah

Dayana : Namun, tersenyum bukanlah parameter bersikap baik? Seseorang bisa tersenyum juga dan tetap berperilaku jahat. Aku juga jarang tersenyum, apa aku otomatis jahat?

(Dayana menggosok dagunya dan tampak seperti sedang merenungkan banyak teori manusia, jadi Sadajiwa berusaha memotongnya)

Sadajiwa : Berhentilah mengoceh dan habisin mie-nya. Kita harus pulang

(Ketika Sadajiwa melihat arlojinya, dia terkejut karena waktu tak terasa lambat seperti biasanya)

(VO Sadajiwa) Tumben, waktu terasa cepat? Dan menyenangkan?

Hah. Siapa sangka...

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar