Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 23 INT. BASECAMP RSJ
Cast. Sadajiwa, Zafia
Zafia : Beneran?
(Zafia bersandar ke kursi, menggelengkan kepalanya)
Zafia : Kamu tuh paling nggak bisa bohong, kamu tahu, kan?
Sadajiwa : Kok jadi kamu yang ribet soal ini?
(Pria tampan itu merasa dipaksa dan ia akhirnya meledak)
Sadajiwa : Kenapa peduli banget sama perasaanku? Kamu bahkan bukan pacarku
Zafia : Hubungan kita emang belum sampai situ. Tapi selama ini kamu tahu soal perasaanku dan secara halus menolakku, tapi bukan itu intinya—
(Zafia berhenti, berdiri dari kursinya dan menunjuk ke arah Sadajiwa)
Zafia : Seenggaknya kamu harus lebih hati-hati. Dokter magang yang lain udah mulai curiga dan demi Tuhan—
(Zafia menatap mata Sadajiwa dengan tegas)
Zafia : Perhatikan apa yang kamu lakukan di ruang terbuka kalau kamu nggak mau terjebak dalam masalah. Karena kamu hanyalah seorang idiot yang nggak bisa membaca perasaannya sendiri sementara orang lain bisa
(Zafia meninggalkan Sadajiwa sendirian yang tenggelam dalam pikirannya)
SCENE 24 INT. BASECAMP RSJ
Cast. Sadajiwa
(VO Sadajiwa) Apa aku menyukai Dayana? Apa aku menyukai Dayana seperti yang dikatakan Zafia? Apa aku menyukai Dayana lebih daripada teman biasa?
(Pertanyaan-pertanyaan itu tak berhenti menghantuinya dan Sadajiwa menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berharap bisa menghilangkan pikirannya bersamaan dengan gerakan yang keras itu)
(Mata Sadajiwa tertuju pada lantai dan dia berjalan tanpa tujuan entah kemana)
(VO Sadajiwa) Itu nggak bener, kan? Aku suka Dayana karena dia pasien yang kooperatif. Aku menyukai Dayana sebagai—
(Langkah Sadajiwa terhenti saat menyadari bahwa ia sudah berada di depan kamar Dayana. Dia menghela napas, menutup mata dan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa Zafia hanya bicara omong kosong. Tak ada yang benar dari pernyataannya. Apa yang Zafia ketahui tentang perasaannya?)
(Memegang gagang pintu dengan ragu, Sadajiwa menguatkan diri sambil mendorong pintu dan melihat Dayana yang duduk di atas tempat tidurnya dengan tenang. Udara di ruangan bercat putih itu dingin. Memang selalu dingin, tapi hari ini terasa sangat dingin dan Sadajiwa tidak tahu alasannya kenapa)
Sadajiwa : Hei
(Sapanya, mencoba tersenyum pada gadis berambut hitam yang anehnya tak membalasnya seperti biasa)
Sadajiwa : Maaf, aku nggak datang pas makan siang. Ada sesuatu yang menahanku. Kamu udah makan?
(Dayana menatap seprai saat bergumam ‘Belum’. Singkat dan dingin. Suaranya lebih lemah dari biasanya dan gerakannya sangat lemas. Sadajiwa mendekat lalu duduk bersamanya di tempat tidur)
Sadajiwa : Kenapa? Kamu lagi nggak enak badan?
(Dayana merangkak pergi. Larasati Daya, yang biasanya berjingkrak saat melihat Sadajiwa dan selalu mencengkram lengannya, merangkak sambil memeluk lututnya ke dada seolah Sadajiwa adalah orang asing yang sangat invasif)
Dayana : Nggak, aku baik-baik aja. Aku lagi nggak punya nafsu makan aja
(Gumam Dayana, matanya masih terpaku pada seprai)
Dayana : Aku juga lagi nggak mau banyak ngomong. Aku mau istirahat
(Alis Sadajiwa terangkat)
Sadajiwa : Kamu seriusan nggak kenapa-napa—
Dayana : Aku nggak apa-apa
(Dayana bersikeras, mungkin Dayana terlalu kuat saat menarik tangannya dari Sadajiwa bahkan sebelum dokter magang itu bisa meraihnya. Sedetik kemudian rasa bersalah tampaknya menggerogoti Dayana)
Dayana : Maaf. Aku lagi pengen sendiri dan istirahat. Tolong tinggalin aku sendiri
(Tatapan itu dingin dan tak ada percikan api yang menggelora seperti biasa, dan Sadajiwa merasa ada beban yang mengganggu di perutnya)
(Sadajiwa berjuang secara internal untuk beberapa saat sebelum memutuskan untuk memberi Dayana ruang personalnya)
Sadajiwa : Baik. Beristirahatlah. Aku besok cuti. Sampai jumpa lagi, take care...
(Sadajiwa berdiri, tapi Dayana tak menjawabnya)