Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 49 INT KAMAR NO 8
Cast. Sadajiwa, Dayana
(Sadajiwa masuk ke dalam gedung setelah tawar-menawar yang lama dan sulit dengan Bu Ningsih. Begitu menarik pintu kamar Dayana terbuka, dia disambut dengan pemandangan Dayana sedang memeluk lututnya di tempat tidur dan semua lampunya dimatikan)
Sadajiwa : Hai! Maaf, aku terlambat... Kamu udah makan malam?
(Sadajiwa bertanya dengan cemas saat dia merayap ke depan dan menyalakan lampu)
Dayana : Matiin
(Dayana menjawab dengan dingin. Suaranya singkat dan asing. Sadajiwa mengira dia marah)
Sadajiwa : Daya, maafin aku. Aku benaran minta maaf, tapi aku masih dateng ke sini, kan? Aku cuma-
Dayana : Aku bilang matiin!
(Dayana membentak, berteriak, dan Sadajiwa berhenti di jalurnya saat mata geram Dayana menatapnya. Itu ada di sana lagi. Pandangan di matanya beberapa saat sebelum ia hampir membunuh Bu Cempaka beberapa minggu yang lalu. Sesuatu yang terasa sangat aneh dan Sadajiwa melompat ke depan)
Sadajiwa : Daya, kamu baik-baik aja? Dengerin dulu-
(Sadajiwa berhenti saat melihat tangan Dayana yang gemetar di bawah selimut)
Dayana : Siapa itu?
(Dayana bertanya, pandangannya kembali ke ruang gelap di depannya saat Sadajiwa balik menatapnya dengan bingung)
Dayana : Siapa gadis yang nganterin kamu tadi?
(Suaranya sangat tegang dan Sadajiwa akhirnya mulai mengerti alasan mengapa Dayana bersikap dingin lagi. Tapi tak sepenuhnya mengerti)
Sadajiwa : Dia Ishana, temanku
(Dayana mendongak cepat dan tatapan tajam yang diterima Sadajiwa hampir membuatnya mundur)
Dayana : Kamu berteman dengannya? Sejak kapan?
(Dayana tampak berbisa dan Sadajiwa merasa perlu memberi tahunya tentang persahabatannya dengan Ishana sebelum semuanya sia-sia)
Sadajiwa : Daya, dengarin. Dia hanya seorang teman. Kalau kamu cemburu karena itu –
Dayana : Sejak kapan?!
(Dayana berteriak, marah, dan Sadajiwa mulai berpikir bahwa ini bukan hanya kecemburuan biasa. Sesuatu dalam tatapan tajam dan dengki yang mengerikan itu memberitahunya bahwa ada lebih banyak hal di baliknya. Tapi Sadajiwa tak tahu apa itu. Kurangnya jawaban membuat Dayana memalingkan muka lagi lalu berkata dengan tajam)
Dayana : Kamu jangan pernah melihatnya lagi atau bicara dengannya lagi setelah ini, apa kamu ngerti?
(Alis Sadajiwa berkerut dalam kebingungan saat Dayana menatapnya kembali dengan kasar. Dia merasa seperti sedang menatap orang asing dan bukan pada gadis yang dulu mencintainya)
Dayana : Kamu ngerti, kan?!
(Ada sesuatu di balik topeng berbisa itu yang terasa sangat kelam, tapi lagi-lagi Sadajiwa masih belum tahu apa itu)
SCENE 50 INT RUMAH SADAJIWA
Cast. Sadajiwa, Ishana
Pesan teks Prianka : Hai, Kak Sada! Bu Tita memanggilku ke kantornya hari ini dan menyuruhku untuk merawat pasienmu. Apa kamu sakit? Semoga cepat sembuh <3
Pesan teks Zafia : Oi, Sada. Jenis flu apa yang nyerang kamu sampe absen selama dua hari? Apa sakitnya bohongan? Sengaja, ya, habisin cuti sakit yang nggak ke pakai sebelum magang kita di departemen mentalnya beres? Aku kasih tahu Bu Tita, nih! :p
Pesan teks Zafia ke 2 : Ha! Bercanda! Lagian Prianka udah ditugasin buat jaga pasienmu dan Prianka bilang kalau Dayana menakutkan. Pasienmu bertingkah aneh. Apa kalian bertengkar?
(Sadajiwa melemparkan ponselnya ke kasur sambil mendesah panjang. Pikirannya berputar-putar saat menatap langit-langit kamar tidurnya yang polos. Sudah dua hari sejak pertarungannya yang aneh dan mengerikan dengan Dayana. Aneh karena sangat mendadak, dan mengerikan karena pertengkaran itu adalah yang terburuk selama mereka kenal)
(Memikirkan hal itu masih membuatnya sakit hati dengan segala macam perasaan tak menyenangkan. Sadajiwa terbawa emosi dan memutuskan untuk meninggalkan Dayana begitu saja. Sadajiwa menghela napas dan menempelkan bantal ke wajahnya)
(VO Sadajiwa) Kacau. Tapi semua akan baik-baik aja. Pasangan bertengkar sepanjang waktu. Kita juga marah dan membuat kesalahan. Kita pasti bisa memperbaiki semua ini...
(Teleponnya berdering dan pikirannya yang kacau menghilang. Itu adalah pesan teks bukan dari Prianka atau Zafia tapi dari Ishana)
Pesan teks Ishana : Halo, petugas rumah sakit. Hari ini bisa luangin waktunya nggak? Aku lagi manggang muffin coklat dan nggak sengaja buatnya kebanyakan. Kalau dibuang nanti sayang. Kamu masih suka muffin coklat, kan? Dulu kamu suka ngambil punyaku di sekolah
(Senyuman kecil muncul di bibir Sadajiwa saat menjawabnya)
Pesan balasan untuk Ishana : Halo, businesswoman masa depan Indonesia. Senang rasanya masih jadi orang yang kamu pilih saat makanan buatanmu kebanyakan bikinnya. Kebetulan aku lagi ngambil cuti hari ini. Segala jenis makanan akan sangat dihargai di rumahku, karena Sadajiwa dan ayahnya nggak bisa masak.
(Balasan pesan Ishana datang setengah menit kemudian)
Pesan teks Ishana : Nyampe rumahmu dalam 30 menit, wait me ;)
(Sadajiwa melompat dari tempat tidurnya dan mulai merapikan kamar tidurnya yang sangat berantakan dalam sekejap)
(Seragam putih rumah sakit diambilnya dari lantai dan dilemparnya ke dalam keranjang. Kertas dan buku yang berserakan dipindahkan ke tumpukan rapi di atas meja belajar dan tempat tidur yang kusut dirapikan. Pada saat Sadajiwa selesai menyapu ruang tamu yang berantakan dan mencuci tumpukan piring kotor di dapur, belnya berbunyi)
(Sadajiwa tak ingin terlihat gagal menjadi orang dewasa dihadapan Ishana)
Sadajiwa : Hei
(Sadajiwa menyapa setelah pintu terbuka, lalu melihat Ishana yang sendu itu, berpakaian sangat bagus. Berdiri di sana dengan latar belakang minim dari lingkungannya yang tak terawat, teman rambut pirangnya itu tampak berkilau dengan tanktop putih dan jaket denim biru)
Ishana : Hei, kamu...
(Jawab Ishana, alisnya terangkat geli melihat temannya yang canggung)
Ishana : Pasti kamu bersihin dulu rumah ini sebelum aku dateng, kan?
(Tertangkap basah. Sadajiwa menyeringai malu-malu)
Sadajiwa : Aku jarang pulang jadi nggak ada yang bersihin. Rumah sakit menyedot hidupku
Ishana : Cukup yakin
(Ishana tertawa)
Sadajiwa : Oke, masuklah. Kecuali kalau kamu ke sini niatnya cuma ngasihin muffin yang enak itu, terus pergi lagi. Aku bakal ngasih tip pengiriman deh
(Ishana memasang ekspresi tersinggung)
Ishana : Sekadar info aja, kayanya kamu nggak akan mampu bayar deh kalau aku emang seorang delivery girl. Muffin ini luar biasa. Ini muffin ratusan juta rupiah
(Sadajiwa menerima kotak itu dengan rasa terima kasih dan mengangguk setuju)
Sadajiwa : Nilai mereka mungkin lebih tinggi dari rumah yang akan kamu masuki ini
(Ishana mendorong bahunya dan mereka terkikik di dalam)
Sadajiwa : Kopi?
Ishana : Hm, nggak. Aku lebih suka minum air daripada ramuan bikinanmu yang kamu sebut kopi itu, padahal gulanya banyak banget
(Sadajiwa berpura-pura sakit hati dan menunjuk ke arah Ishana dari depan kulkas)
Sadajiwa : Kamu menyinggung keterampilan membuat kopiku
Ishana : Kayanya lebih cocok kalau sebutannya jadi ‘kurangnya keterampilan membuat kopi’ (Ishana menyeringai, tapi matanya selalu sendu)
Ishana : Kamu nggak bisa nyebut itu kopi. Pada dasarnya itu cuma beberapa tetes kopi dalam segelas gula, atau susu
Sadajiwa : Otak memakan glukosa, buat kecerdasanmu
Ishana : Oh ya, dokter. Aku yakin kamu bakal jadi Einstein kedua sebelum jari-jari kakimu dimakan oleh diabetes
(Sadajiwa membawa muffin dan air ke sofa dan duduk di seberangnya)
Sadajiwa : Kamu selalu membalas kata-kataku dengan lebih cerdas. Aku benci hal itu. Kapan aku bisa menang darimu?
Ishana : Saat kamu berhenti makan terlalu banyak glukosa. Otakmu terlalu banyak makan. Mugkin otak itu udah berubah jadi kentang raksasa yang gemuk
(Sadajiwa melemparkan bantal sofa padanya dan mereka berdua tertawa kecil. Menit-menit berikutnya dihabiskan dengan mereka mengunyah muffin cokelat yang lezat. Sadajiwa mendesah puas)
Sadajiwa : Kamu selalu jago dalam hal ini. Selalu
Ishana : Makasih. Kamu mungkin perlu menghidupkan kembali pengalaman menyenangkan ini sekali dalam hidupmu dan itulah alasan kenapa aku membuatnya
Sadajiwa : Ini sengaja buat aku?
(Ishana menutup mulutnya)
Sadajiwa : Kirain aku cuma jadi tong sampah dari produksi berlebihan secara nggak sengaja?
(Tawa gugup keluar dari Ishana)
Ishana : Yah, sejujurnya, muffin itu cuma jadi alasan agar aku bisa nemuin kamu. Aku merasa beberapa hari yang lalu pas kita ketemu tuh masih belum cukup buat ngejar ketertinggalan. Kita pisah selama tujuh tahun
Sadajiwa : Nggak perlu nyari alasan buat ketemu sama aku. Kita biasanya muncul di depan pintu satu sama lain secara random, kan?
(Sadajiwa tertawa, lalu suaranya menjadi lebih tenang)
Sadajiwa : Kita baik-baik aja, Shan. Kalau kamu masih khawatir, aku udah melupakan kesalahanmu. Itu semua udah lewat
(Ishana mengangguk, menggigit bibirnya)
Ishana : Oke. Aku khawatir kalau aku mendorongmu kembali ke persahabatan ini terlalu cepat
(Sadajiwa mengambil muffin lagi dan menyeringai)
Sadajiwa : Aku bersedia mentolerirmu, teman lamaku. Demi muffin yang enak ini...
(Kali ini Ishana yang melemparkan bantal sofa padanya, yang dengan sigap Sadajiwa hindari)
Ishana : Kenapa cuti hari ini? Kirain tuh anak magang kerja gila-gilaan di rumah sakit
(Senyuman Sadajiwa mereda saat menyebut rumah sakit itu. Semua masalah dan sakit kepala kembali menghampirinya secara serempak)
(Ishana memperhatikan perubahan suasana hatinya yang terlihat jelas)
Ishana : Uh, oh, apa omonganku ada yang salah? Apa kamu dikeluarin karena nilai jelek atau apaan, hm?
(Sadajiwa melemparkan punggungnya ke bantal sofa, merasa bersyukur atas olok-olok lucu yang ditawarkan Ishana untuk mencerahkan suasana hatinya)
Sadajiwa : Bukan, kamu pasti nggak akan percaya. Walaupun menderita, entah bagaimana aku selalu bisa memenuhi nilai kelulusan. Aku harus dapetin gelarnya sebelum tahun ini berakhir
(Ishana memberinya senandung pujian)
Ishana : Aku selalu tahu kamu bisa melakukannya
Sadajiwa : Nyaris. Aku masih benci medis. Itu bukan kesukaanku
Ishana : Musik kesukaanmu
(Ishana menambahkan, matanya menari dengan penuh keakraban)
Ishana : Ngomong-ngomong tentang musik, apa kamu masih main gitar?
(Wajah Sadajiwa sedikit cerah)
Sadajiwa : Masih. Terkadang sih
Ishana : Bawa gitarnya ke sini. Aku merindukannya
(Kata Ishana. Sadajiwa tahu bahwa yang dimaksud adalah gitar akustik putih yang mereka beli bersama waktu SMA. Miliknya putih dan Ishana kuning)
Ishana : Ingat nggak pas aku bilang kalau punyamu terlalu polos dan kamu cuma bilang kalau kedua warna itu sangat cocok dengan kita karena aku adalah matahari yang cerah dan berani dan kamu hanyalah awan putih tenang yang mengikuti?
Sadajiwa : Astaga, berisik
(Ishana terkekeh dan merangkul tubuh samping Sadajiwa. Wajah Sadajiwa memerah)
Ishana : Dulu kamu sangat menyukai gaya artis emo yang puitis. Agak norak sih...
Sadajiwa : Lebih norak mana dari orang yang bilang kalau sunset yang indah tuh terbuat dari awan putih dan matahari kuning, gabungan warna kita...
(Rahang Ishana ternganga)
Ishana : Aneh aja kenapa kamu bisa inget terus soal itu, ya? Tolong hapus hal-hal buruk dari ingatanmu
(Ishana menempelkan kedua tangan ke wajahnya)
Ishana : Astaga, aku masih nggak percaya kalau dulu aku pernah ngomong hal yang mengerikan kaya gitu. Kamu itu pengaruh yang buruk
(Sadajiwa pergi ke kamarnya dan kembali dengan gitar putihnya)
Sadajiwa : Dibutuhkan orang freak untuk berteman dengan freak yang lain, hm?
Ishana : Kita emang beneran pecundang yang cengeng
(Ishana menerima instrumen itu dan tertawa)
Sadajiwa : Aku rindu mengguncang atap sekolah dengan lagu-lagu emo dan puisi buruk itu bersamamu...
(Sadajiwa tersenyum, suasana di antara mereka melembut saat pandangan mereka bertemu)
Ishana : Aku juga. Aku rindu menghabiskan waktu denganmu sepulang sekolah
(Keheningan menyelimuti percakapan hangat mereka, dan meskipun itu terasa nyaman, entah kenapa Ishana mulai gugup)
Ishana : Waktunya memainkan sesuatu
(Ishana berkata, menggenjreng gitar di pangkuannya)
Ishana : Kamu mau aku nyanyiin sesuatu?
Ishana : Ya, kamu kelihatan agak sedih sebelumnya jadi, mungkin lagu ini bisa menghiburmu. Selain muffin, tentu aja
Sadajiwa : Aku punya sahabat terbaik
Ishana : Iya, sahabat terbaik
(Jawab Ishana, matanya tertuju pada Sadajiwa untuk beberapa saat sebelum kembali ke senar gitarnya)
Sadajiwa : Sahabat...
(Sadajiwa menunggu beberapa saat sebelum Ishana mulai memetik gitarnya perlahan. Not-notnya mengalir dengan indah dan tanpa cacat. Itu adalah lagu berjudul ‘Almost is Never Enough’ oleh Ariana Grande Feat. Nathan Sykes, Sadajiwa mengingat-ngingatnya)
(Song Lyrics) I'd like to say we gave it a try
I'd like to blame it all on life
Maybe we just weren't right, but that's a lie,
that's a lie and we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show'
Cause sooner or later
We'll wonder why we gave up
The truth is everyone knows
almost is never enough
So close to being in love
If I would have known that you wanted me
The way I wanted you
Then maybe we wouldn't be two worlds apart
But right here in each other's arms
(Lagu terus bergulir dengan manis dan Sadajiwa membiarkan dirinya terbawa oleh aliran suara indah Ishana seiring berjalannya waktu)
(Suara itu, masih sangat menenangkan, masih sangat penuh perasaan dan masih sangat menyentuh hatinya)
(Ishana sepertinya merasakan setiap kata, menyerahkan dirinya pada lagu itu dan tenggelam di dalamnya sepenuhnya. Ketika Ishana selesai dan matanya akhirnya terbuka lagi, Sadajiwa memberinya tepuk tangan yang paling tulus)
Sadajiwa : Suaramu masih keren...
(Sadajiwa berkata dengan kagum, matanya dipenuhi rasa suka)
Ishana : Nggak ada perkembangan lebih tepatnya. Aku kangen dengerin kamu nyanyi...
(Ishana tersenyum kecil, dan untuk sesaat Ishana terlihat rapuh. Penampilan gugupnya sepertinya sering muncul karena alasan yang tak diketahui Sadajiwa)
(Ishana biasanya tak pernah gugup di dekat Sadajiwa. Biasanya Sadajiwa yang gugup kalau ada di dekat Ishana)
(Pikiran Sadajiwa mengembara saat Ishana berdiri, meletakkan gitarnya)
Ishana : Uh, aku harus pergi. Aku janji sama ibu kalau aku bakalan bantuin dia ngurus beberapa masalah di perusahaan selesai dari sini
(Sadajiwa mengikutinya berdiri, lalu tersenyum)
Sadajiwa : Salam, ya, buat Ibu. Kuharap dia sehat selalu
Ishana : Ibu sehat-sehat kok
(Ishana bergumam, matanya mencari sesuatu saat ia menatap Sadajiwa, entah apa itu)
Ishana : Kamu tuh selalu bisa curhat sama aku kalau ada masalah. Apa pun itu yang mengganggumu, Kamu juga bisa menghubungiku lewat chat atau telepon langsung...
(Sadajiwa mengangguk, merasa beban di dalam dirinya sepuluh kali lebih ringan dari sebelumnya. Ketegangan mereda setelah obrolan kecil mereka)
Sadajiwa : Aku pasti chat kamu kok kalau ada apa-apa. Makasih udah datang ke sini. Untuk menyemangatiku bahkan kalau itu nggak di sengaja
(Bibir Ishana membentuk senyuman dan dia ragu-ragu sejenak sebelum bicara lagi)
Ishana : Selamat tinggal, Sada. Sampai jumpa lagi, secepatnya...
(Ishana terhuyung-huyung, bertumpu pada kakinya, dan mencondongkan tubuh ke depan untuk mencium pipi Sadajiwa sebelum pergi)