Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 31 INT RUMAH KELUARGA DAYANA
Cast. Dayana, Ayah Dayana, Ibu tiri dan saudara tiri Dayana
*Flashback*
(POV Dayana)
Ayah : Larasati!
Ayah : Beri hormat pada ibumu!
(Dayana menatap wanita yang duduk sebelah ayahnya di ruang tamu, rambutnya pirang dan matanya tenang dalam lampu yang temaram)
(Tangan mereka berpegangan dan Dayana menahan keinginan untuk memuntahkan perasaan mual di ususnya)
(VO Dayana) Ibu?
(Kata itu keluar dari mulutnya layaknya racun. Tak mungkin ia menyebut orang itu ibunya)
Ayah : Larasati Daya!
(Ayahnya berteriak lagi dan Dayana hanya berbicara setengah hati ketika pria itu hampir melangkah maju dan meraih kerah baju Dayana)
Ibu : Namanya Larasati. Selamat datang di rumah yang sudah kamu curi
(Dayana siap untuk menampar wajah itu, tapi wanita pirang dengan suara dilembut-lembutkan itu, angkat bicara lagi)
Ibu : Cukup sayang. Bisa dimengerti kalau dia masih belum bisa menerima semuanya
(Dayana memberinya tatapan yang paling tajam. Beraninya dia bersikap baik dan sopan setelah mengusir ibu kandungnya. Dayana akan memberi wanita itu sesuatu yang layak didapatkannya ketika kalimat berikut yang terlontar dari rubah betina itu menghentikannya)
Ibu : Ican sayang, berikan salam untuk kakak perempuanmu
(VO Dayana) Ican?
(Kebingungan menyapu mata Dayana yang sebelumnya marah dan ia melirik seorang gadis kecil, tak jauh lebih muda darinya, menjulurkan kepalanya dengan ragu-ragu dari belakang wanita itu)
Ican : Hai...
(Gadis itu menyapa dengan malu-malu, dan meskipun suaranya ramah dan matanya hangat, Dayana tak bisa menahan perasaan dingin yang mencolok di punggungnya)
Ican : Aku Ican... Ibu bilang aku akan menjadi adik perempuanmu mulai hari ini...
(Gadis kecil itu menyeringai gugup, takut dengan cara Dayana memelototinya, dan Dayana tak pernah menyangka kalau ia akan membenci senyum yang murni dan polos itu. Dayana punya saudara tiri, dari wanita yang dibencinya. Dayana tak tahu apa dia harus menangis atau tertawa)
SCENE 32 INT KAMAR NO 8
Cast. Dayana
(VO Dayana) Aku tak terlahir sebagai orang yang manja dan haus perhatian. Aku menghabiskan sebagian besar masa kecilku dengan menghindari orang daripada bergaul dengan mereka. Orang-orang, terutama anak-anak, tampaknya sering salah paham tentang sifat pendiamku, dan aku cukup tahu untuk tidak memaksakan diri dan bergaul dengan mereka. Aku adalah anak yang kesepian, tapi tak pernah terlalu kesepian sampai ayahku memutuskan untuk minggat dan bercerai dengan ibu kandungku untuk seorang wanita yang tak kukenal. Aku merasa sangat kesepian saat itu. Kesepian semakin menguasai dan aku mulai mencari kasih sayang bahkan dari orang yang paling kubenci. Ayahku...
Tak peduli seberapa besar kebencianku padanya, aku tetaplah seorang anak yang merindukan kasih sayang orang tua pada akhirnya. Tapi ayah tak pernah melihat ke arahku lagi sejak anak baru itu datang. Gadis manis dan ceria yang energik dan kecerahannya tampak menyebar ke semua orang dan menerangi seluruh ruangan, kontras yang menyakitkan dengan Dayana yang menyeret kesedihan dan kekesalan di belakang langkahnya. Tak lama kemudian, ayahku lebih memilih mendatangi kompetisi menyanyi saudara perempuan tiriku ketimbang menghadiri pertemuan sekolahku...
Ditambah, ayah akan memamerkan adik perempuanku ke kerabat kita sambil melupakanku di balik pintu. Dan saudara perempuan baruku menjadi sang putri dan aku hanyalah sesosok bayangan. Terkadang aku melihat mereka tertawa bersama dan merasa aku bukan bagian dari keluarga itu lagi. Hanya boneka rusak yang dibuang ke loteng berdebu...
Ketika aku mencapai usia empat belas tahun, suara di telingaku mulai berbicara lebih keras dan ketakutan mencakar setiap pikiran yang terbangun di benak ini. Aku masuk ke dalam tawaran kenyamanan terakhir yang bisa didapatkan...
Banyak anak laki-laki berbondong-bondong ingin menjadi pacarku dan aku menerima mereka dengan alasan agar dapat menemukan hiburan. Mungkin mereka mencintaiku. Tapi sayang, mereka hanya berbondong-bondong padaku untuk parasku dan begitu mereka menyadari betapa cacatnya aku, betapa suramnya jiwaku, mereka akhirnya membuangku. Mereka memberikan alasan yang lemah tentang betapa aku posesif dan ketergantungan...
Aku menyerah saat itu, membuang sisa harapan untuk menemukan hiburan dengan cara seperti itu, karena mungkin tak ada tempat perlindungan bagi jiwa-jiwa yang terkutuk. Dan selama sepuluh tahun aku menjalani hidup dengan keyakinan seperti itu, sampai aku bertemu dengan jiwa terkutuk lainnya pada suatu sore yang cerah yang tampak sepi seperti diriku.
Sadajiwa...
Sadajiwa yang tampak dari luar begitu tak berperasaan tapi lebih memedulikanku daripada siapapun...
Sadajiwa yang membuatku tersenyum lagi...
Sadajiwa yang bersedia untuk mengatasi kekuranganku dan memperlakukanku layaknya aku adalah manusia normal yang utuh...
Sadajiwa, tempat perlindungan yang telah hilang sejak ibu kandungku diusir bertahun-tahun yang lalu.
Kali ini, aku bersumpah tak akan membiarkan siapapun mengambilnya, apapun yang terjadi.