Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 37 INT. RUANG DOKTER BADRI
Cast. Sadajiwa, Dayana, Dr. Badri, Ibu dan ayah korban
Dr. Badri : Ia mengalami cedera otak ringan akibat kontak dengan benda tajam tapi pendarahannya sebagian besar berada di permukaan. CT-Scan tak menunjukkan apapun yang dapat mengancam nyawanya
(Dr. Badri, salah satu ahli bedah yang bekerja di Departemen Darurat yang sudah lama tak ditemui Sadajiwa, membuat lega semuanya dan Sadajiwa mendapati dirinya menghembuskan napas lega yang sama)
(Bukan. Dia tak senang dengan kesehatan si brengsek itu. Sadajiwa hanya senang dia masih hidup karena itu berarti Dayana tidak akan menjalani terlalu banyak hukuman. Namun, harapan sekilasnya mati sebelum waktunya, karena orang tua si brengsek itu ternyata sama brengseknya dengan putri mereka)
Ibu korban : Gimana bisa seorang pasien di serang oleh pasien lainnya? Apa nggak ada dokter yang melakukan tugasnya?!
(Bu Tita menundukkan kepala, meminta maaf tapi Sadajiwa melotot tajam ke arah pasangan tua itu)
Sadajiwa : Seharusnya Cempaka yang di penjara karena sudah menyerangku duluan, dia berniat mencelakaiku
(Sadajiwa tanpa ekspresi, acuh tak acuh)
Ayah korban : Kamu!
(Pria paruh baya itu melangkah maju dengan marah dan Bu Tita menarik Sadajiwa ke belakangnya)
Bu Tita : Maaf, bu. Maaf, pak... Mohon maafkan anak magang saya. Dia masih linglung
(Sadajiwa menatap Bu Tita tak setuju tapi kepala dokter itu menunduk lagi)
Bu Tita : Kami sudah membicarakan ini dengan polisi dan mengakui bahwa itu kelalaian kami. Kami benar-benar minta maaf dan kami siap menanggung semua biaya medis-
Ibu Korban : Saya tak peduli dengan bayarannya!
(Wanita itu mendesis)
Ibu Korban : Saya ingin gadis yang melakukan ini pada putriku mendapatkan hukumannya!
(Bu Tita menarik napas dalam-dalam dan mengatur suaranya)
Bu Tita : Tapi dia orang yang sakit jiwa, bu. Polisi telah membatalkan kasus ini karena undang-undang mengatakan-
Ibu Korban : Jadi dia akan lolos dari semua ini?!
(Bu Tita menutup matanya. Kesabarannya semakin menipis)
Bu Tita : Kami akan menahannya di sel hukuman kami untuk sementara dan mengawasinya dengan saksama untuk bahaya apapun di masa depan yang mungkin dilakukannya. Sampai saat itu, saya minta maaf karena tak ada hukuman lain yang bisa dilakukan padanya
(Sadajiwa memperhatikan pasangan tua itu merengut lebih keras tapi argumen mereka memudar menjadi latar belakang yang tak penting saat Sadajiwa menarik napas lega)
(VO Sadajiwa) Dayana baik-baik aja dan hanya itu yang perlu kutahu
SCENE 38 INT. KANTOR BU TITA
Cast. Sadajiwa, Bu Tita
Bu Tita : Kamu udah bisa pulang
(Bu Tita menjatuhkan diri di kursinya dengan kelelahan)
(Matahari telah terbenam hingga senja saat semuanya selesai dan psikiater itu merasa sedikit lebih lelah setelah bernegosiasi dengan pasangan yang keras kepala itu)
Sadajiwa : Hari ini shift malamku
(Sadajiwa memberi info, tak bergerak satu inci pun dari tempatnya. Matanya terpaku pada dosen berambut coklat yang sedang duduk)
Sadajiwa : Sekarang bisa nggak Bu Tita bebasin Dayana dari sel hukumannya? Semuanya udah beres juga, kan?
(Bu Tita menurunkan tangan dari pelipisnya dan menatap Sadajiwa tak percaya)
Bu Tita : Kapan kamu mulai begitu memedulikannya, Sadajiwa?
(Sadajiwa ternganga, keterkejutannya merupakan petunjuk yang transparan bagi psikiater itu untuk menyelidiki lebih jauh)
Bu Tita : Apa saya melewatkan sesuatu? Atau mungkin, gimana kalau kamu ceritain aja tentang seluruh kejadian ini
(Bu Tita memberi isyarat dengan tangannya)
Bu Tita : Dayana pasien yang bisa mengendalikan emosinya, sudah bertahun-tahun sejak amukannya muncul. Menurutmu kenapa dia sebegitu pedulinya padamu sampai rela masuk sel hukuman?
(Sadajiwa mengertakkan gigi)
Sadajiwa : Bu Cempaka menyerangku kebetulan aja Dayana melihat kami dan membantuku, udah gitu cuma itu
(Alis Bu Tita berkerut, ia menyilangkan kedua tangan di dadanya)
Bu Tita : Maksudnya kamu lagi di serang dan Dayana secara kebetulan melihat lalu dengan sukarela membelamu? Dayana memukulkan vas ke kepala Bu Cempaka, Sadajiwa. Ini nggak mungkin kebetulan aja
Sadajiwa : Bukan gitu
(Sadajiwa jengkel, tak tahu bagaimana menjelaskannya pada Bu Tita tanpa mengungkapkan detail yang memalukannya)
Sadajiwa : Itu bukan serangan biasa. Bu Cempaka ... dia melakukan sesuatu yang berlebihan dan aku nggak bisa melawan karena dia hanya seorang pasien sampai Dayana datang. Aku nggak tahu nasibku bakal kaya gimana kalau Dayana nggak ikut campur dan menolongku
(Kerutan di dahi Bu Tita semakin dalam dan dia meletakkan dagunya di atas kedua tangannya yang menyatu sambil berpikir keras)
Bu Tita : Jadi maksudmu ... Dayana menyerang Bu Cempaka karena dia melukaimu, kan?
Sadajiwa : Ya. Aku yakin Dayana nggak akan bertindak gegabah kalau situasinya nggak mendesak. Dayana mungkin ketakutan sepertiku. Aku melihatnya gemetar...
(Bu Tita bersandar di kursinya dan mengerutkan kening lagi. Setelah sekian lama hening barulah Bu Tita bicara lagi dengan sesuatu yang mengejutkan Sadajiwa)
Bu Tita : Apa hubungan kalian cukup dekat?
(Sadajiwa terkejut bukan main)
Bu Tita : Kamu sama Dayana. Apa kalian dekat?
(Tatapan Bu Tita yang berat memberi tahu Sadajiwa bahwa dokter pimpinan itu sudah tahu ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Itu membuat Sadajiwa sesak di tenggorokannya)
Sadajiwa : Y-ya. Kami cukup dekat, mungkin
(Bu Tita menggelengkan kepalanya)
Bu Tita : Saya nggak percaya, Sadajiwa. Saya sudah mengenal Dayana selama bertahun-tahun sejak dia pertama kali datang ke sini. Dia bukan tipe orang yang bertindak agresif seperti ini jika bukan karena seseorang yang sangat dia cintai
(Tatapan Bu Tita menembus matanya)
Bu Tita : Dan menilai kamu sama khawatirnya pada Dayana seperti bagaimana dia cukup khawatir tentangmu sampai mematahkan tengkorak pasien lain, saya kira 'cukup dekat' adalah sebuah pernyataan yang meremehkan
(Sadajiwa terpaku di tempatnya. Kata-kata Bu Tita langsung menembus tengkoraknya dan membuatnya seperti telanjang tanpa alasan. Psikiater itu membungkuk ke depan)
Bu Tita : Jadi, maukah kamu berhenti bertele-tele dan katakan saja apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian berdua? Saya nggak peduli tentang fakta bahwa kalian dokter dan pasien
(Sadajiwa tak bisa mengatakan apa-apa dan hanya menundukkan kepalanya)
Sadajiwa : Aku… aku peduli padanya. Aku sangat menyukainya, tapi kami belum sepakat soal perasaan masing-masing. Minggu ini merupakan minggu yang berat bagi kami berdua...
(Bu Tita menghela napas dan mengusap pelipisnya lagi)
Bu Tita : Sadajiwa, saya sudah lama menjadi dokter dan saya telah melihat beberapa kolega saya terlibat dengan pasien mereka di luar tingkat profesional, tapi...
(Bu Tita berhenti, menatap Sadajiwa dengan tatapan iba)
Bu Tita : Saya sarankan lebih baik kamu nggak terlibat sama yang satu ini. Dayana, dia... rumit
(Sadajiwa menatapnya dengan bingung dan Bu Tita menghembuskan napas)
Bu Tita : Dayana bukanlah seseorang yang berisiko. Tapi dia sangat mudah berubah dalam hal perasaan. Ketika dia menyukai sesuatu, dia terlalu menyukainya, terlalu melekat padanya, dan merasakan cinta secara berlebihan. Cintanya kuat, tapi bencinya pun lebih kuat
(Bu Tita menatapnya lagi dengan khawatir)
Bu Tita : Bahkan tanpa psikosisnya, dia sudah berada di ambang batas. Keduanya menjadi lebih ekstrim saat terluka atau sedih, jadi saya mohon — Kecuali kalau kamu benar-benar yakin kalau nggak akan pernah mengecewakannya, tolong jangan memulai apapun dengannya. Karena saya nggak tahu gimana reaksi Dayana kalau kamu mengangkatnya dan kemudian membiarkannya jatuh suatu hari nanti
(Tatapan mereka terkunci dan psikiater itu mendesah)
Bu Tita : Tolong jangan lakukan sesuatu yang gegabah jika kamu nggak yakin tentang perasaanmu padanya. Dia bukan teman kencan yang menyenangkan seperti wanita pada umumnya. Kamu harus ngerti soal itu