Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 33 INT. KORIDOR BANGSAL PEREMPUAN DAN KAMAR NOMOR 8 DAN TAMAN
Cast. Sadajiwa, Dayana
(Dayana tersentak dari tempat tidurnya dengan mata lebar dan keringat dingin membasahi wajahnya. Napasnya pendek dan jantungnya berdebar tak menentu di dadanya. Dia memejamkan mata dan menghembuskan napas untuk menenangkan diri, mengusap wajahnya lalu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu hanya mimpi. Mimpi yang sangat akurat tentang masa lalunya yang sudah lama tak ia alami)
(Dayana melirik jam di meja samping tempat tidurnya dan sudah pukul 06.05)
(Dayana menghela napas dan berjalan keluar dari tempat tidurnya perlahan. Dia tak akan bisa kembali tidur setelah mimpi buruk semacam itu. Jadi dia mandi, mengenakan pakaian baru, dan keluar dari kamarnya untuk mencari udara segar. Dia sangat membutuhkan udara segar. Pagi terasa dingin di kulitnya dan Dayana memeluk dirinya sendiri. Pikirannya meleset dan sesaat dia berharap Sadajiwa ada di sana bersamanya. Mungkin untuk meminjam lengan Sadajiwa untuk menghangatkannya. Dia berhenti berpikir dan tertawa getir)
(VO Dayana) Sadajiwa nggak akan pernah ngelakuin itu. Dia nggak akan pernah memelukku duluan, kalau aku nggak memulainya... Selalu akulah yang menempel padanya. Tapi tetap aja, aku nggak mau mempermasalahkan itu. Memiliki Sadajiwa yang nggak menyayangiku lebih baik daripada nggak ada dia sama sekali...
Sadajiwa : Lagi nyari seseorang?
(Suara yang dikenal mengejutkannya dari belakang dan Dayana terlonjak kaget)
Dayana : H-hai. La-lagi ngapain di sini?
(Dayana tergagap, menatap Sadajiwa dengan wajah memerah)
(Sadajiwa mengangkat alis ke arahnya dan tertawa ringan)
Sadajiwa : Sejak kapan datang ke sini butuh izin?
(Sadajiwa duduk di bangku. Dayana terkejut karena ternyata dia sendiri berjalan ke tempat biasanya tanpa sadar)
(VO Dayana) Apa kakiku punya pikirannya sendiri?
Sadajiwa : Mau makan?
(Tanya Sadajiwa, membagikan kotak makannya)
Sadajiwa : Ini ada pisang goreng
(Dayana berdiri tertegun, tak yakin harus berbuat apa. Alis Sadajiwa terangkat lebih tinggi)
Sadajiwa : Sampai kapan kamu mau ngehindarin aku, bahkan interaksi dasar kaya gini?
Dayana : Ng-nggak, bukan gitu
(Dayana tergagap, terburu-buru.)
Dayana : Aku mau pisang gorengnya, terima kasih
(Sadajiwa berseri-seri sambil tersenyum dan meletakkan kotak makanan di antara mereka saat Dayana duduk. Seluruh percakapan berjalan sangat canggung tapi Sadajiwa berpikir itu lebih baik karena, setidaknya, Dayana tak lari darinya lagi)
Sadajiwa : Jadi gimana kabarmu?
(Sadajiwa memulai, memasukkan pisang goreng ke dalam mulutnya sambil mengamati Dayana dengan hati-hati)
Sadajiwa : Apa kamu baik-baik aja?
(Dayana memilih untuk menggelengkan kepalanya, mengatakan dengan jujur)
Dayana : Nggak begitu. Mimpiku buruk
(Tatapan Sadajiwa semakin berat mendengar pengakuannya, tapi Dayana berpura-pura tak sadar sehingga tak perlu menatapnya balik)
Dayana : Tapi jangan khawatir. Itu akan hilang dalam beberapa hari
(Sadajiwa mengangguk setelah beberapa saat dan mereka berdua terdiam lagi)
Dayana : Kalau kamu gimana?
(Dayana bertanya, rasa bersalah dan kecanggungan menggerogotinya)
Dayana : Kayanya kamu juga susah tidur
Sadajiwa : Apa lingkaran hitam di bawah mata ini kelihatan terlalu jelas, ya?
(Sadajiwa terdengar khawatir tentang penampilannya dan Dayana terkekeh lembut)
Dayana : Ya, kantung hitam bikin kamu mirip panda. Kamu bukan hamster sekarang tapi panda
Sadajiwa : Duh, berisiklah
(Sadajiwa mengerutkan kening, tapi tawa Dayana semakin memburuk dan akhirnya salah satu senyumannya muncul)
Sadajiwa : Kamu udah nggak marah lagi, kan, sama aku?
(Tawa Dayana berhenti perlahan dan ia mengarahkan wajahnya yang memerah menjauh dari tatapan tajam Sadajiwa)
Dayana : Aku nggak marah sama kamu kok, Sada. Aku nggak bisa marah sama kamu. Aku cuma butuh waktu menyendiri. Aku perlu menjaga jarak...
Sadajiwa : Ngapain jaga jarak kalau kamu nggak marah sama aku?
Dayana : Karena...
(Dayana terhenti, menatap dokter magang yang bingung di sampingnya dengan penuh ragu dan tak tahu harus berkata apa)
Dayana : Aku ... apa aku bagimu, Sada?
(Sadajiwa tampak terkejut dengan pertanyaannya dan tampak pucat)
Dayana : Apa arti diriku bagimu, Sada?
(Dayana mengangkat alisnya sambil mengulangi pertanyaannya. Sadajiwa tetap menganga tanpa kata-kata, dan Dayana merasakan hatinya hancur lagi)
Dayana : Lihat, kan? Ini sebabnya
(Dayana membuang muka, mengedipkan matanya dengan cepat karena ia merasa matanya sudah berkaca-kaca)
Dayana : Aku nggak mau ada di fase yang berbeda sama kamu. Aku nggak mau jadi orang yang jatuh sendirian. Aku udah terjun bebas dan kamu bahkan nggak bisa menangkapku
(Dayana memandang Sadajiwa, hati dan emosinya berantakan)
Dayana : Aku terlalu manja. Aku juga agresif. Aku protektif bahkan terkadang posesif. Aku sebenernya tahu kalau kamu nggak menyukaiku sebanyak aku menyukaimu dan mungkin kamu menganggapku sebagai beban. Itulah kenapa aku perlu menjauhkan diri darimu
(Dayana berdiri dari bangku dan berjuang keras untuk menjaga suaranya tetap tak pecah saat berbicara)
Dayana : Jadi tolong, mulai sekarang kita jadi pasien dan dokter biasa aja, oke?
SCENE 34 EXT TAMAN BELAKANG DAN KORIDOR BANGSAL
Cast. Sadajiwa, Dayana, Bu Cempaka
*Seminggu setelah pengakuan Dayana*
(VO Sadajiwa) Bulan terakhir magang di RSJ dan udah ada tiga wanita yang mengaku punya rasa sama aku? Ini pasti lelucon!
(Sadajiwa sangat frustasi, walaupun hubungannya dengan Zafia dan Prianka agak canggung tapi dia bersyukur mereka masih bisa menganggapnya teman. Namun, beda halnya dengan Dayana. Gadis ODGJ itu memilih untuk mengurung dirinya di kamar, tanpa berbicara sepatah kata apapun, terkadang bahkan dia mengamuk. Akhirnya psikiater tambahan pun berusaha untuk menyembuhkan kondisi kritis Dayana. Sadajiwa merasa sangat bersalah dan sedih, hati dan akalnya mulai bertolak belakang, goyah. Nalarnya bahkan hampir hilang)
(Sadajiwa berjalan terhuyung ke tempat yang biasa ia habiskan bersama Dayana, tapi langsung tersentak)
Sadajiwa : Lagi ngapain kamu di sini! Mana dokter magangmu!
(Sadajiwa menggeram saat sebuah tangan menariknya dengan cengkraman keras, ia di seret oleh sosok tinggi besar ke salah satu koridor yang gelap di mana tak ada telinga atau mata yang mengawasi mereka)
Sadajiwa : Apa menurutmu ini lucu? Apa menurutmu ini lelucon? Kamu harus ada di sel!
(Sadajiwa meludah dengan marah. Tapi, Bu Cempaka menutup matanya dan berpura-pura menutupi telinganya)
Bu Cempaka : Diem, Sadajiwa. Kamu nggak usah takut, ini bakal cepet kok
(Bu Cempaka, mantan atlet tinju yang mengidap Borderline level psikotik pun menyeringai sambil membuka kancing baju Sadajiwa, dokter magang itu tertegun. Tubuhnya membeku)
Sadajiwa : Persetan!
(Sadajiwa berteriak, menepis tangan Bu Cempaka. Saat Sadajiwa ingin berlari, tinju Bu Cempaka sudah mendarat di pelipisnya, dokter magang itu mengerang. Sadajiwa ingin membalas namun orang di depannya ini adalah pasien, sedangkan ia dokter. Sadajiwa menahan emosinya)
Sadajiwa : Maju selangkah dan aku akan lapor Bu Tita, Zafia dalam masalah kalau kamu menyentuhku lagi. Kamu bisa pergi dan kejadian ini anggap saja nggak pernah terjadi
(Sadajiwa menggigit lidahnya. Bukannya menurut, Bu Cempaka malah mendorongnya ke samping dan mencengkeram pergelangan tangannya lalu menarik punggungnya – membanting Sadajiwa ke dinding)
Bu Cempaka : Jaga mulutmu, dokter gadungan. Aku tahu kamu ada main sama pasien. Kenapa nggak sekalian semua pasien kamu pacari aja?!
(Bu Cempaka mendesis di wajahnya, mata wanita tua itu akhirnya menyala seperti orang gila yang kesurupan)
(Dan hanya itu yang dibutuhkan Sadajiwa untuk benar-benar kehilangan ketenangannya dan mengangkat tangan untuk menampar wajahnya dengan keras. Siap untuk mempertaruhkan karier dan hidupnya)
(Bu cempaka tertawa terbahak-bahak saat meludahkan darah dari mulutnya. Matanya tertuju pada Sadajiwa lagi, benar-benar kosong dari pikiran rasional karena kebencian yang abstrak membara di dalamnya)
Bu Cempaka : Dasar dokter gadungan. Aku seharusnya membunuh Dayana juga. Kalian berdua menjijikan!
(Bu Cempaka mendorongnya lebih keras ke dinding dan menyerang bibir Sadajiwa, menciumnya dengan keras)
(Karena lengah, Sadajiwa mencoba mendorongnya tapi mendapati dirinya dikuasai rasa jijik pada dirinya sendiri. Ketika bibir tua itu menempel pada bibirnya dan Sadajiwa berpikir kalau dia sedang dikutuk, namun ada suara kaca yang keras pecah di belakang mereka dan Bu Cempaka berhenti menyerangnya dengan mata terbelalak layaknya mayat hidup)
(Bu Cempaka terhuyung mundur, lemas seolah-olah telah kehilangan nyawanya, dan kemudian jatuh ke lantai saat darah menggenang di sekitar kepalanya)
(Sadajiwa menyaksikan dengan ngeri dan mengangkat matanya lalu menemukan Dayana berdiri di depannya dengan mata melebar dan pecahan kaca mencengkeram di tangannya)
(Telapak tangan Dayana berdarah dan tubuhnya gemetar)
(VO Sadajiwa) Tadi itu apaan?