Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SCENE 69 INT KANTOR KEPALA
Cast. Bu Ningsih dan Bu Tita
Bu Ningsih : Dokter Tita! Syukurlah kamu di sini!
(Bu Tita terhenti di depan pintu kantornya, Bu Ningsih bergegas mendekatinya seperti burung liar yang melarikan diri dari kebakaran hutan)
Bu Tita : Ada masalah apa?
(Bu Tita memperbaiki syal berkain wolnya secara sadar, mencengkeram bahan itu dengan kuat untuk menyembunyikan bekas kuku di lehernya dari siapa pun)
Bu Ningsih : Ini soal Dayana! Para perawat menemukannya pagi ini dengan luka berdarah di kepalanya!
(Bu Ningsih terdengar sangat panik)
Bu Ningsing : Mereka mencoba membawanya ke UGD tapi dia mulai melempar barang ke mereka jadi sekarang nggak ada yang bisa mendekatinya
(Wajah Bu Tita menjadi gelap mendengar berita itu dan dia berjalan ke kantornya dengan langkah kaki yang lambat dan tak fokus)
Bu Ningsih : Dokter Tita?
(Bu Ningsih memanggilnya dengan nada khawatir, panik dan gentar masih jelas di wajahnya)
Bu Tita : Apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita memberi obat penenangnya dengan paksa?
Bu Tita : Jangan
(Bu Tita berseru lebih cepat dari biasanya, dan menatap ekspresi bingung Bu Ningsih, Bu Tita menarik jawabannya dengan malu-malu)
Bu Tita : Maksudnya, ya. Ya, itu perlu dilakukan. Nggak, sejujurnya, lebih baik suruh beberapa perawat pria untuk melakukannya. Kamu nggak boleh terluka. Minta mereka untuk membiusnya agar kita bisa membawanya ke UGD
(Bu Ningsih mengangguk begitu perintah diberikan dan berlari keluar dari kantornya tanpa berpikir dua kali. Bu Tita jatuh ke kursinya yang empuk dan menempelkan tangan ke dahinya. Lalu tangan itu meluncur ke lehernya yang masih terluka dan dia menelan air ludahnya)
(Meraih telepon kantor, dia menekan sebuah nomor yang ingin ia panggil sejak tadi malam dan mulai mempersiapkan dirinya)
Bu Tita : Halo
(Suaranya yang kering berderit dan dia membasahi tenggorokannya dengan cemas)
Bu Tita : Bisakah saya bicara dengan Ibu Pimpinan? Nama saya Tita dan saya adalah dokter yang merawat putrinya
SCENE 70 INT DEPARTEMEN NEUROLOGI DAN UGD
Cast. Sadajiwa, Zafia dan Prianka
Zafia : Sada
Zafia : Sada, jarum suntik itu kosong
(Sadajiwa tersentak dari linglungnya setelah panggilan kedua, matanya beralih ke depan untuk melihat temannya yang tinggi itu mengernyit padanya dengan rasa jijik)
(Tatapan Zafia berpindah ke tangannya, dan Sadajiwa tersentak ketika dia menyadari bahwa jarum suntik yang digunakan Sadajiwa untuk menyuntikkan obat ke salah satu tabung pasien koma sudah kosong)
Zafia : Kamu nggak bisa kerja kaya gitu terus, seriusan deh
(Zafia jengkel, saat Sadajiwa menarik jarum dari port injeksi Y dan menutup bukaan dengan cepat)
Zafia : Kamu nggak bisa keluar dari akal sehatmu pas kamu lagi nyuntik orang! Gimana kalau kamu ngelakuin kesalahan? Orang-orang ini udah cukup sekarat karena stroke dan mereka nggak butuhin kamu kalau cuma buat memperburuk keadaannya!
(Zafia setengah berteriak, setengah berbisik. Sadajiwa menyingkirkan jarum itu, melepaskan sarung tangan lateksnya dan mengusap wajahnya dengan frustrasi)
Sadajiwa : Kamu benar. Maaf, ya. Aku harusnya berkonsentrasi lebih baik
Zafia : Emang harusnya gitu
(Zafia menyelesaikan pekerjaannya sendiri tak lama kemudian dan memandang temannya dengan prihatin)
Zafia : Jangan - mungkin jangan kerjain sesuatu yang serius untuk sementara waktu sampai kamu bisa jernihin pikiran. Kamu bisa pergi dan bantu Prianka baca CT-Scan di UGD. Prianka ngeluh terus karena dia satu-satunya magang neurologi di sana hari ini soalnya Candra sakit
(Sadajiwa mengangguk dengan sedih dan tanpa sepatah kata pun, keluar dari bangsal neurologi dengan semangat yang rendah. Sadajiwa tiba di UGD yang sebagian mulai kosong tak lama kemudian. Hari itu cukup tenang di UGD)
Prianka : Hei
(Prianka berlari menghampirinya sambil membawa setumpuk kertas hitam putih yang niscaya berasal dari ruang CT dan MRI)
Prianka : Kok kamu di sini? Kupikir tugasmu bareng Zafia, ngecek pasien...
(Sadajiwa mengangkat bahu pelan)
Sadajiwa : Kayanya aku lagi dalam kondisi nggak baik kalau disuruh nanganin pasien
(Prianka memberinya senyuman simpatik dan menghembuskan tumpukan kertasnya ke meja perawat)
Prianka : Kalau gitu, kamu bisa bantuin aku baca semua ini. Ini aman dan hal terburuk yang bisa kamu dapatkan dari kerjaan ini palingan — salah mengira stroke hemoragik sebagai stroke iskemik dan siap diomelin sama ahli saraf
(Sadajiwa memberinya senyum kecil dan mereka berdua mulai bekerja dengan tenang. Lima menit kemudian kesunyian pecah dan telinga Sadajiwa berdiri tegak)
Prianka : Larasati Daya…
(Prianka bergumam pada dirinya sendiri, mengacungkan CT-Scan hitam-putih pada cahaya baca yang terang)
Prianka : Hah? Rasanya aku pernah denger nama ini di suatu tempat sebelumnya
(Sadajiwa merenggut kertasnya dari tangan Prianka lebih cepat dari sambaran petir. Prianka tampak terkejut)
Prianka : Apa? Kamu kenal dia siapa?
Sadajiwa : Ini Dayana
(Sadajiwa bergumam, bahkan tak bisa mempercayai penglihatannya sendiri. Matanya terbuka lebar saat ia membaca identitas dan usia pemilik foto secara detail)
Sadajiwa : Ini Dayana. Itu benaran dia. Darimana kamu dapetin ini?
(Prianka tergagap melihat reaksi yang tiba-tiba itu dan menunjuk ke arah ruang CT di luar UGD dengan tergesa-gesa. Sadajiwa berlari sebelum Prianka bisa mengucapkan sepatah kata apapun. Saat Sadajiwa berjalan di koridor beraroma obat yang intens, yang bisa dipikirkan Sadajiwa hanyalah bagaimana Dayana bisa mengalami memar otak. Karena Sadajiwa berani sumpah—itulah yang dilihatnya dari CT-Scan miliknya. Sadajiwa berharap dengan keras bahwa kali ini penglihatannya salah)