Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
■ SCENE 17 EXT TAMAN BELAKANG RSJ
Cast. Dayana, Sadajiwa
Dayana : Ow! Ow! Pelan pelan! Itu sakit!
(Dayana meringis dan meronta-ronta konyol saat Sadajiwa mengoleskan salep di wajahnya dengan sedikit penekanan yang disengaja)
Sadajiwa : Salah siapa kamu malah sengaja terkena bola
(Sadajiwa marah)
Sadajiwa : Jangan terlalu banyak gerak, kamu membuatku ingin menekan lukanya lebih keras
(Sadajiwa terus mengoleskan salep dengan cotton buds dan Dayana akhirnya pasrah pada takdirnya, berbaring diam dengan kepala di pangkuan Sadajiwa. Semua orang sudah bubar tapi mereka masih terhampar di rumput hijau di halaman belakang yang kosong. Sadajiwa bersandar di pohon dan Dayana berbaring di rumput saat dia menerima perawatan Sadajiwa dengan patuh)
Dayana : Menurutmu hidungku patah nggak, ya?
(Dayana bertanya, terdengar agak khawatir tentang masa depan hidungnya. Dia sama sekali bukan tipe yang narsistik, tapi dia cukup menyukai fitur wajahnya yang natural)
Sadajiwa : Aku harap sih patah, ya. Biar kamu kapok lain kali
Dayana : Hei, kalau bolanya nggak matahin hidungku, nanti malah hidungmu yang patah
(Dayana berkata jujur, walau terdengar terlalu bangga dengan aksi kecilnya itu. Tak ada penyesalan dalam suaranya meskipun salah satu lubang hidungnya diisi dengan kapas)
Dayana : Terus juga gara-gara aku, kan, kita bisa menang. Bukannya itu hal baik?
(Dayana menyeringai lebar, dan Sadajiwa tak bisa menahan tawa)
Sadajiwa : Kamu penuh prestasi
(Sadajiwa lanjut mengoleskan salep ke luka Dayana, tapi fokusnya teralihkan dari luka ke fitur wajah Dayana. Kulitnya yang lembut. Bibir kecilnya yang kemerahan membentuk senyuman. Dan bulu matanya yang panjang nan indah yang tampak bersemangat setiap kali dia berkedip.
Di atas semua itu, adalah mata cokelatnya yang menawan dan cerah yang berkilauan dengan warna kuning, hijau dan coklat seperti bunga matahari di bawah cahaya alami)
(Sadajiwa menemukan jantungnya berdetak lebih cepat dari yang seharusnya ketika mata Dayana bertemu dengannya dan mereka terkunci bersama dalam momen yang aneh dan hening)
Sadajiwa : Udah beres, ya
(Sadajiwa berkata tanpa berpikir, bergerak tak nyaman saat jantungnya berdebar tak menentu di dadanya. Sadajiwa tak tahu apa yang sedang terjadi. Terakhir kali dia merasakan jantungnya berdegup kencang seperti ini bertahun-tahun yang lalu ketika ia masih di sekolah menengah. Dayana tak beranjak dari posisinya dan hanya menatap langit lagi, biru dan tenang serta meniupkan angin lembut ke wajah Sadajiwa)
Dayana : Berbaringlah, langit lagi indah-indahnya
(Dayana menepuk tempat di sampingnya. Sadajiwa mengikutinya tanpa banyak perdebatan. Hatinya terlalu kacau untuk berdebat. Namun begitu Sadajiwa berbaring, Dayana berguling dan meletakkan kepalanya di atas dada Sadajiwa sebelum dokter magang itu bisa protes. Sebuah lengan terayun di atas perut Sadajiwa untuk mengunci mereka dalam pelukan. Sadajiwa panik karena Dayana mungkin bisa mendengar dentuman gila di dadanya, tapi entah bagaimana, dia tak bisa bergerak. Entah bagaimana, dia tak benar-benar ingin pindah. Dingin sekali. Musim dingin datang sehingga saat ia berada di dekatnya, semua terasa membeku)
Dayana : Sadajiwa...
(Senyuman terbentuk di bibir Dayana tapi Sadajiwa tak bisa melihatnya karena matanya sudah terpejam, menikmati suasana)
Dayana : Apa kamu masih nggak bahagia?
(Ada keheningan yang lama. Angin bertiup dengan malas di wajahnya dan menyentuh tubuh mereka dengan perlahan, membuat Sadajiwa tertidur. Dayana mengira kalau Sadajiwa mendengar pertanyaannya sebelum mereka berdua tertidur. Dayana pikir jawaban Sadajiwa untuk pertanyaannya itu ‘tidak’)
(Senyumnya memudar dan akhirnya ia menarik Sadajiwa lebih dekat dengannya)
(Di suatu tempat dari jauh, Zafia kembali untuk mengambil barang-barangnya dan menyaksikan adegan di depannya dengan terkejut)
SCENE 18 INT. BASECAMP RSJ
Cast. Zafia, Prianka, Candra
(VO Zafia) Mereka berpegangan tangan. Mereka berbicara sambil berpegangan tangan. Kenapa aku nggak pernah sadar sama keanehan itu sebelumnya?
Prianka : Zafia?
(Fokus Zafia pada pasangan di taman teralihkan, ia berbalik dan mendapati Prianka sedang menatapnya dengan tatapan bingung)
Prianka : Kamu lagi lihatin apa sampai serius gitu?
Zafia : Nggak ada
(Zafia berbohong, tapi Prianka mendorong kepalanya dari jendela untuk melihat sekilas apa yang dilihat Zafia)
Prianka : Oh, Kak Sada sama cewek cantik yang aneh yang hidungnya hampir patah beberapa hari yang lalu itu
Zafia : Diam. Itu nggak disengaja
(Zafia mengerutkan kening, menatap kembali pada pasangan yang sedang mengobrol dengan damai di bangku dekat taman. Kernyitannya melembut)
Prianka : Bukankah itu aneh? Tumben aja, maksudku...
(Mata Prianka bergetar saat menatap pasangan itu juga)
Prianka : Aku belum pernah lihat Kak Sada care sama pasien sebelumnya. Apa menurutmu dia akhirnya introspeksi dan memutuskan untuk jadi dokter yang baik?
Zafia : Mungkin
(Zafia bergumam, tapi jauh di lubuk hatinya tahu bahwa itu tak benar. Bayangan manusia yang sedang berpelukan di rumput hijau muncul lagi di benaknya dan dia menggelengkan kepalanya dengan ringan)
(VO Zafia) Aneh, terlalu intim untuk dianggap sebagai interaksi pasien dan dokter...
Candra : Lagi gosipin apaan hayo pagi-pagi gini?
(Candra muncul dari belakang dan Prianka menjerit ringan)
Prianka : Candra!
(Prianka menampar lembut lengan pria itu dan berteriak pelan lagi)
Prianka : Lain kali kasih aba-aba, ya, kalau mau motong obrolan orang
(Pria itu mencibir dan bergabung dengan mereka untuk mengintip jendela sementara Zafia memberinya tatapan jijik)
Candra : Oh, Sadajiwa dan gadis cantik yang aneh itu. Guys, mereka sangat aneh. Setiap kali kita beres shift malam, Sadajiwa pasti langsung ke kamar pasien itu alih-alih tidur. Aku ingin tahu apa yang mereka bicarakan selama berjam-jam. Atau mungkin mereka nggak ngobrol sama sekali?
(Candra menggerak-gerakkan alis dengan sindiran yang kasar dan Prianka memukulnya lagi)
Prianka : Jangan berani mikirin hal kotor kaya gitu soal Kak Sada, ya
Candra : Apaan sih, dari semua temen dokter magang, cuma Sadajiwa yang dipanggil ‘Kak’, kan, aku juga mau
(Prianka menjulurkan lidahnya, lalu bergumam ‘nggak’ sambil terkekeh)
Candra : Aku cuma bercanda, oke. Mereka itu pasien dan dokter
(Candra tertawa)
Candra : Tapi bener deh, kadang kedekatan mereka tuh agak aneh. Pokoknya, sekarang ayo pergi ke kantor Bu Tita. Udah waktunya laporan mingguan, kecuali kalau kepala kalian pengen dipenggal
(Pria itu pergi dengan acuh tak acuh dan kedua gadis itu mengikutinya di belakang. Zafia melihat Sadajiwa dan Dayana untuk terakhir kalinya sebelum keluar)