Cuplikan Chapter ini
Matanya masih saja terjaga. Sembab memerah dan terus berkaca-kaca. Bulir-bulir kelopak mata itu menetes bak rintik hujan. Menumpah ruah di lembar ubin keterpurukan. Permukaan ubin yang ia tempelan dahinya itu, membasah tak tertahankan. Air pelipur lara seorang lelaki yang tengah mencapai titik terendah, memang terkadang bagai gerimis duka melebihi wanita. Setia membasahi daun-daun kamboja di pekuburan sana. Pekuburan yang menjadi dipan abadi, semua manusia kelak tanpa sisa. Apakah bulir mata...