Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Opera Cinta Lusiana
Suka
Favorit
Bagikan
24. Firasat

24. INT. KAMAR LUSI, MALAM.  


Cast: 

Lusi, Nathan, Bu Lini. 


Lusi mengenakan piama berwarna salem, duduk bersandar di kepala tempat tidur sambil berbincang di telepon dengan Nathan. Lampu tidur dan mesin pendingin menyala. Di atas meja belajar tiga buah buku kuliah diletakkan bertumpuk, bersebelahan dengan laptop yang terbuka.  

Wajah Lusi ceria, matanya berbinar. Sesekali bibirnya tersenyum. 


Lusi

Rosa mulai curiga cowok yang lagi dekat sama aku dari FIB. Nama Abang disebut-sebut.
Abang pernah cerita ke Ester kita suka jalan bareng?


Nathan

Belum. Kamu mau aku bilang ke Ester?


Lusi

Buat apa? Abang juga belum move on dari mantan. Iya 'kan?


Nathan

Ester bilang begitu?


Lusi

Iya.


Nathan

Kamu mau aku cerita tentang dia?


Lusi

Enggak mau! Aku enggak mau tahu.


Hening beberapa saat.


Nathan

Sayang .... Kenapa jadi diam?
Kamu boleh tanya apa pun. Tentang dia.
Enggak ada yang aku tutupin.


Lusi

Kenapa panggil aku, Sayang?


Nathan

Karena aku sayang kamu.


Lusi terdiam beberapa detik, kemudian menarik napas panjang.


Lusi

Abang, aku boleh jujur?


Nathan

Boleh.


Lusi

Aku berusaha enggak mikir terlalu jauh tentang kita. 
Aku juga sayang Abang, tapi ....
Aku sadar ini susah. Aku sama Abang.


Hening beberapa detik.

Nathan

Kamu mau aku menjauh?


Lusi

Bang Nathan mau ngejauh? 


Nathan

Cuma kalau kamu minta. 


Lusi

Aku mau Abang tetap sama aku.


Pintu kamar Lusi dibuka dari luar, Bu Lini masuk. 


Lusi

Abang, sudah dulu, ya?


Lusi diam beberapa detik.


Lusi

(Lembut)

Iya, Abang.
Aku juga.


Lusi mematikan telepon, lalu dengan gerakan perlahan meletakkannya di kasur. Bu Lini menatap lekat. 


Bu Lini

Abang? Itu Anggara? 


Lusi

Bukan! Teman kampus.

 

Bu Lini

Hati-hati, Usi! Jangan dekat sama banyak teman laki-laki! Nanti, jadi fitnah. 


Bu Lini duduk di tempat tidur, menatap Lusi muram. 


Lusi

Mamih kenapa? 


Bu Lini

Usi, tadi Pak Friz, adiknya Pak Hendra diciduk. Dia yang punya proyek yang bermasalah itu.
Mamih punya firasat buruk, Usi.
Mamih takut Papih ....


Lusi memotong.

Lusi

(Tegas)

Mamih jangan mikir begitu!
Papih ‘kan bawahan Pak Hendra. Cuma menjalankan tugas! Bukan pembuat keputusan!


Bu Lini

Usi dengarkan Mamih dulu!


Lusi menegakkan badan, menatap ibunya lekat.


Ibu Lini

Waktu Papih di Kalimantan, utusan Pak Friz datangin Papih di hotel.  Dia kasih bingkisan, dibungkus koran tebal. Katanya itu oleh-oleh.
Papih kira isinya makanan. Makanya, sebelum check out, Papih buka. Ternyata isinya uang, Usi! Uang beberapa tumpuk!


Lusi

Astaghfirullah!
Terus, Papih bawa pulang uangnya?


Bu Lini menggeleng.

Bu Lini

Papih kembalikan pagi itu juga. Papih ganti penerbangan ke siang. Terus Papih ke kantor Pak Friz. Papih marah di sana, di depan sekretaris Pak Friz. 


Lusi terdiam, menggigit-gigit bibir. Di sebelahnya, Bu Lini menatap Lusi sambil menggigit bibir. 


Lusi

Bismillah, Papih aman! Kan ada saksi.
Usi yakin Papih enggak terlibat. Mamih juga harus yakin itu!


Air mata mengalir di pipi Bu Lini. Lusi memeluk ibunya erat. 


CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar