Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
LOKASI: Perbatasan Desa Giyanti — Tengah Malam
WAKTU: Menit-menit pertama serangan
VISUAL:
Kabut turun. Pepohonan bergoyang pelan. Cahaya samar dari bulan terhalang awan. Udara terasa menebal, seolah waktu enggan bergerak.
SUARA DETAK LANGKAH — banyak, berat, dan teratur.
Puluhan pasukan dari arah timur dan barat mendekat. Mata-mata merah dari obor kecil menyala seperti ular. Pimpinan mereka, Tumenggung Wiradipa, berdiri di atas batu. Ia mengangkat tangan.
WIRADIPA (bisik):
"Tiga hitungan napas…"
Ia angkat keris.
"Satu."
Pasukan menegang.
"Dua."
Mereka merunduk.
"Ti—"
SUARA LONCENG!
LONCENG DARI ATAS BALAI DESA BERBUNYI NYARING.
TIIIIIIINNNNNGGGGG!!!
RAKA (VO, teriakan):
"Mereka datang! Giyanti, bangunlah!"
LOKASI: Gerbang Timur GiyantiVISUAL:
Deretan bambu runcing muncul dari balik pagar. Di belakangnya, pemuda-pemuda desa berdiri tegak. Di atas menara kecil, seorang nenek memukul lonceng sambil berteriak:
NENEK:
"Kita tak akan tidur malam ini! Bakar semangatmu!"
Pasukan penyerbu terkejut. Dalam hitungan detik, jerat rotan yang disiapkan di tanah menjerat kaki mereka. Beberapa jatuh. Tiba-tiba dari balik semak, anak panah berterbangan!
SPLAK!
THUK!
AAARGH!!
**Jagad memimpin dari atap rumah, busur di tangan, tatapannya tajam. Ia menembak satu demi satu tanpa ragu. Di belakangnya, Soma meniup tanduk panjang dari kerbau tua: suara perang.
SOMA:
"Giyanti hidup!"
CUT TO:
LOKASI: Jalan Tengah DesaVISUAL:
Sri mengenakan kain merah dan pelindung dada kulit. Ia berdiri di tengah jalan, membawa keris emas ayahnya. Di sisi kiri dan kanan, para wanita Giyanti memegang senjata rumah tangga—golok, pisau daging, arit.
SRI (lantang):
"Mereka pikir kita lemah karena kita tidak menyerang duluan. Tapi malam ini, mereka akan belajar: sabar bukan berarti takut!"
RAKA mendekat, membawa panji Giyanti. Di belakang, asap mulai membubung dari pinggiran desa. Pasukan musuh mulai mendesak masuk.
CUT TO:
LOKASI: Sumur TengahVISUAL:
Darto dan Leman mempertahankan sumur utama, titik yang menjadi target awal musuh. Tiga prajurit musuh menerobos. Leman, meski masih terluka, menyerang salah satunya dengan parang.
LEMAN (teriak sakit):
"Darahku belum habis, kalian belum menang!"
**Darto membenturkan gagang tombaknya ke wajah musuh terakhir. Mereka terengah, tapi menang. Namun, satu anak panah menyambar bahu Darto.
DARTO (kesakitan):
"Leman, lindungi sumur. Aku harus sampaikan ini ke Sri."
CUT TO:
LOKASI: Pos Komando WiradipaVISUAL:
Tumenggung Wiradipa mengamati medan dari atas bukit. Ekspresinya berubah: kaget, marah, kagum. Letnannya mendekat.
LETNAN:
"Kita tak menduga mereka siap. Siapa yang bocorkan rencana kita?"
WIRADIPA (dingin):
"Bukan siapa… tapi apa. Keyakinan. Yang punya keyakinan selalu lebih dulu tahu serangan akan datang."
Ia menghunus keris panjangnya.
WIRADIPA:
"Kita tembus dari sisi utara. Langsung ke balai. Tangkap Ratu mereka. Goyang kepalanya, sisanya roboh sendiri."
CUT TO:
LOKASI: Hutan UtaraVISUAL:
Pasukan elite Keraton menyelinap melalui jalur rahasia utara. Tapi di tengah jalan, mereka terperangkap: tali rotan terayun dari pohon, menjatuhkan sepuluh orang sekaligus.
Dari atas pohon, Jagad melompat, mendarat seperti harimau.
Ia menghadapi dua prajurit sendirian.
JAGAD (mendesis):
"Kalian kira hutan ini tak bisa bicara? Hutan ini berbisik padaku sejak kecil."
Duel singkat, brutal. Jagad menang. Tapi ia terluka di perut. Ia terduduk sejenak, menggenggam luka.
JAGAD (lirih):
"Belum… belum saatnya aku mati."
CUT TO:
LOKASI: Balai Pertemuan – GiyantiVISUAL:
Sri melihat asap dari timur, lalu dari barat. Ia tahu desa mulai terkepung. Ia berbalik ke arah Raka.
SRI:
"Waktunya. Pindahkan anak-anak dan lansia melalui gua belakang."
RAKA (menatapnya):
"Dan kau?"
SRI:
"Aku tetap di sini. Giyanti bukan rumah tanpa tuan."
Darto masuk dengan darah mengalir dari bahu. Ia memberikan surat kecil yang ia ambil dari prajurit musuh.
DARTO:
"Mereka bawa perintah langsung dari Pangeran Mangkubumi. Bukan hanya Wiradipa. Ini rencana dari atas. Pengkhianatan resmi."
Sri memandang surat itu. Matanya bergetar. Tapi wajahnya tidak.
SRI:
"Kalau begitu, kita tak hanya lawan senjata. Kita lawan warisan palsu. Mari kita bersihkan akar pohon sebelum busuk menyebar ke tanah ini."
VISUAL:
Sri berdiri di pintu balai. Di kejauhan, bayangan Wiradipa dan pasukannya mulai tampak. Giyanti berdiri tegak dalam malam yang membara.
NARATOR (VO):
"Dalam satu malam, tanah kecil ini berubah jadi kitab besar. Dan orang-orang yang dulu dianggap hanya bayangan, kini menjadi terang yang membakar malam."
FADE OUT.
[AKHIR ADEGAN 20]